Lima Tersangka Pembakaran Hutan dan Lahan di Solok Ditangkap, Ini Motifnya
Nama terakhir merupakan orang yang memerintah empat orang lainnya lainnya untuk membakar lahan milik orang lain itu
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polres Solok menangkap empat tersangka pembakaran hutan dan lahan yang diduga untuk lahan pertanian.
Kapolres Solok, AKBP Donny Setiawan mengatakan keempat tersangka diperintah oleh seseorang untuk membakar lahan milik orang lain untuk dijadikan lahan pertanian.
Baca: Karhutla Riau, Ada Tersangka dari Korporasi Penyebab Kabut Asap, Pemerintah Gelar Salat Hujan
Keempat tersangka yakni Kodir (43), Dedek Randi (47), Afmomen (25), Yandi Muhammad (22), Lukmi (65).
Nama terakhir merupakan orang yang memerintah empat orang lainnya lainnya untuk membakar lahan milik orang lain itu.
"Tersangka membuka lahan pertanian yang termasuk dalam kawasan hutan konservasi yang mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan hutan, dengan cara merambah hutan, membakar Hutan, dan menebang pohon dengan tidak sah," ujar Kapolres Solok AKBP Donny Setiawan melalui keterangan tertulis, Selasa (17/9/2019).
Akibat pembakaran itu api pun meluas hingga ke lahan lain.
Setelah berkoordinasi dengan BKSDA, Polres Solok Kota melakukan penangkapan terhadap tersangka.
"Api tidak bisa dikendalikan sehingga meluas dan membakar lahan yang berada di sekitarnya. Setelah melakukan pemadaman secara manual bersama dengan warga masyarakat sekitar," ungkap Donny.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, di antaranya lima unit mesin pemotong rumput, dua unit mesin pompa racun rumput, dua unit mesin diesel listrik (Genset), satu buah gerobak dorong, empat buah dirigen, satu buah parang dengan gagang kayu panjang kurang lebih 50 cm, satu buah mancis, satu unit mesin pemotong kayu, empat buah cangkul, satu unit sepeda motor tanpa plat nomor dan delapan kubik kayu pinus yang sudah diolah.
Baca: Pemda Riau Ditegur Jokowi soal Penanganan Karhutla, Tjahjo Kumolo Merasa Ikut Kena Sentil
Para pelaku kini ditahan dan masih diperiksa intensif keterangannya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 40 ayat 1 UURI No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam hayati dan Ekosistemnya dan atau Pasal 78 ayat 2 dan 3 ke Pasal 50 ayat 3 ke huruf b dan d, UURI No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan atau Pasal 94, Pasal 82 Ayat 1 huruf c, UURI No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan dengan ancaman hukuman pidana paling lama 15 tahun penjara.
218 individu dan 5 korporasi ditersangkakan
Mabes Polri terus mengupdate jumlah tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah Indonesia.
Terkini, kepolisian telah menetapkan 218 individu dan 5 korporasi sebagai tersangka. Jumlah tersebut meningkat dari kemarin Senin (16/9), yang masih berada di angka 185 individu dan 4 korporasi.
"Sudah ada 218 tersangka perorangan sudah ditetapkan dan lima korporasi," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2019).
Ia menjelaskan tak ada perubahan jumlah tersangka di Polda Riau, yakni dengan 47 tersangka individu dan satu tersangka korporasi.
Baca: KPK Kini Bagian Dari Eksekutif
Pun demikian di Polda Jambi, masih dengan 14 tersangka individu tanpa ada tersangka korporasi.
Sementara di Polda Sumatera Selatan ada peningkatan tersangka dari hanya 18 tersangka individu menjadi 27 tersangka individu dan satu korporasi.
"Tambahan satu korporasi dari Polda Sumsel, nanti inisialnya akan disampaikan kemudian," ucapnya.
Kemudian di Kalimantan Selatan terdapat penambahan dua tersangka individu sehingga Polda Kalimantan Selatan menetapkan 4 tersangka individu.
Adapun Polda Kalimantan Tengah kini telah menetapkan 65 individu dan satu korporasi sebagai tersangka. Sementata di Polda Kalimantan Barat ada 61 individu dan dua korporasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka karhutla.
Lebih lanjut, Dedi menegaskan penegakan hukum akan menjadi langkah terakhir yang akan dilakukan pihaknya apabila tak ada sanksi lain yang bisa diberikan kepada para tersangka.
"Kemudian penegakan hukum adalah ultimum remedium merupakan suatu langkah terakhir tujuan dalam rangka memitigasi agar para pelaku baik kelompok atau perorangan tidak mengulangi perbuatannya," tandasnya.