Pola Asuh yang Keliru Jadi Penyumbang Kasus Gizi Buruk pada Anak
Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang gizi mengakibatkan banyak terjadi mispersepsi dan orangtua yang keliru memberikan asupan gizi
Editor: Eko Sutriyanto
“BPOM telah mengeluarkan kebijakan tentang label dan iklan susu kental manis dan kami mengapresiasi sikap tegas BPOM tersebut. Selanjutnya, kami juga berharap produsen mau ikut bertanggung jawab meluruskan persepsi salah yang sudah terbentuk di masyarakat, sehingga kedepannya tidak ada lagi masyarakat yang beranggapan susu kental manis adalah minuman bergizi untuk anak," ungkap Arif.
Baca: Inilah Fakta Unik Rendang yang Berasal dari Sumatera Barat hingga Populer di Mancanegara
Upaya untuk meluruskan persepesi yang salah tentang kental manis sebenarmya telah dilakukan BPOM dengan mengeluarkan surat Edaran BPOM tentang Susu Kental Manis pada Juli 2018 yang menekankan bahwa susu kental manis adalah toping dan pencampur pada makanan atau minuman. Akan tetapi penekanan mengenai topping tidak muncul dalam PERBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Berdasarkan temuan YAICI, di sepanjang 2018 terdapat 4 kasus gizi buruk pada anak rentang usia 0 23 bulan yang disebabkan oleh konsumsi susu kental manis sejak bayi di Batam, Kendari dan Sulawesi Selatan.
Satu orang di antaranya meninggal pada usia 10 bulan.
Pada umumnya, orang tua memberikan susu kental manis untuk anak karena beranggapan produk tersebut adalah susu yang dapat memenuhi gizi anak, harga yang relatif murah serta produk diiklankan sebagai susu.
Menindaklanjuti temuan tersebut YAICI bekerjasama dengan Yayasan Peduli Negeri (YPN) Makassar dan Stikes Ibnu Sina batam melakukan survey tentang Persepsi Masyarakat tentang Susu Kental Manis di Batam dan Kendari.
Hasilnya, sebanyak 97% ibu di Kendari dan 78% ibu di Batam memiliki persepsi bahwa susu kental manis adalah susu yang bisa di konsumsi layaknya minuman susu untuk anak.
Arif menjelaskan SKM yang sejak zaman kolonial hingga milenial, diiklankan sebagai minuman susu untuk bayi dan pertumbuhan anak, telah membentuk persepsi masyarakat bahwa SKM adalah susu bernutrisi.
SKM memiliki kandungan gula yang tinggi yaitu 20gram persekali saji/1 gelas dengan nilai protein 1 gram, lebih rendah dari susu lainnya.
Padahal, peruntukan SKM hanyalah sebagai bahan tambahan makanan dan minuman atau topping. Karena itu, perlu pengawasan terhadap promosi dan penggunaan SKM oleh masyarakat.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengatur label dan iklan SKM melalui PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, pada pasal pasal 54 dan 67 huruf W dan X.
Pasal 54 memuat kewajiban produsen untuk mencantumkan tulisan pada label bertuliskan Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu, Tidak Cocok untuk Bayi sampai usia 12 bulan dan Tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.
Sementara pasal 67 butir W memuat larangan berupa pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi.
Butir X memuat larangan pernyataan/visualisasi yang semata-mata menampilkan anak di bawah usia 5 (lima) tahun pada susu kental dan analognya.