MUI Mamuju Temukan Aliran Sesat, Pengikut Harus Bayar Mahar hingga Rp 600 Juta untuk Lihat Tuhan
MUI Mamuju Sulawesi Barat temukan 70 pengikut aliran yang diduga sesat, pengikut harus membayar mahar hingga Rp 600 juta agar dapat melihat Tuhan.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mamuju Sulawesi Barat temukan adanya aliran agama yang diduga sesat di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat.
Pimpinan aliran sesat menjanjikan kemudahan masuk surga pada pengikutnya.
Selain itu, dilansir dari YouTube metrotvnews, Jumat (15/11/2019), pengikut aliran ini juga akan diperlihatkan cahaya yang disebut Tuhan, dengan membayar mahar hingga Rp 600 juta.
Ketua MUI Mamuju, KH Namru Abdar menyebutkan, aliran sesat ini telah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu.
Diketahui, aliran ini dibawa oleh seseorang berinisial AR yang berasal Bontang, Kalimantan Timur.
Aliran ini sudah mempunyai 70 pengikut yang tesebar di tiga wilayah Kabupaten Mamuju.
"Ada tiga titik dalam kota yang sudah kita deteksi sebagai tempat rutin pengajian. Daerah Korongana, Belakang SMPN 2 Mamuju, dan di Jalan Andi Depu," ungkap Namru Asdar dikutip dari Tribun-Timur.com.
Temuan aliran sesat ini merupakan hasil pendalaman dan pengawasan dari Kepolisian, Kementerian Agama (Kemenag) Mamuju, dan MUI Mamuju.
Berawal dari laporan masyarakat Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat kepada Polda Sulbar terkait adanya perkumpulan yang mengajarkan paham yang diduga sesat.
Selanjutnya pihak Kepolisian, Kemenag, dan MUI Mamuju melakukan penyidikan dan menemukan banyak kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah aliran ini.
"Saya menganggap ajaran yang disampaikan banyak yang tidak sesuai ajaran Islam, misalnya ketika salat tidak boleh menyebut kata Allah," papar Namru.
Aliran ini juga mengajarakan, apabila junub tidak perlu mandi wajib dengan alasan air mani itu sifatnya suci.
Selain itu, pengikut aliran tidak perlu salat berjamaah di masjid, sebab Tuhan bisa dilihat lewat cahaya ketika pengikut memejamkan mata.
Ketika salat pun bacaan-bacaan salat tidak diperlukan.
Pengikut juga harus membayar sejumlah uang, yakni Rp 650 - 700 ribu untuk mendapatkan pelajaran atau ilmu dari aliran ini.
Bahkan pengikut dijanjikan kemudahan masuk surga dengan membayar mahar hingga Rp 600 juta.
Kepala Kemenag Mamuju, Syamsuri Halim, kemudian memastikan aliran ini sesat.
Sebab, aliran ini tidak sesuai dengan ketentuan dan memiliki amaliah yang berbeda dengan ajaran Islam sehingga dapat dikatakan menyimpang.
"Sebuah aliran menyimpang dari ketentuan. Ajaran pokoknya adalah Islam, tetapi dia menyimpang dari pokok ajaran Islam, baik secara Rububiyyah dan Uluhiyyah," katanya.
Syamsyuri juga menyebutkan, aliran ini memberikan tafsiran tentang Tuhan secara materil, yakni dalam bentuk penjelasan terukur.
"(Tuhan) tidak bisa diukur, terukur kan berarti berada di antara ruang waktu. Kita hanya mengatakan Tuhan itu ada karena yakin dengan penjelasan kitab suci," tuturnya.
Ia mengungkapkan, saat ini pihaknya sudah melakukan tindakan-tindakan pencegahan dengan malakukan sosialisasi kepada masyarakat tekait kriteria aliran-aliran yang menyimpang.
Apabila ada ajaran yang tidak umum dari kelompok tertentu diharapkan masyarakat segera melaporkan kepada pihak yang berwajib.
"Misalnya salat lima waktu, Tuhan tidak bisa dilihat di dunia. Junub harus mandi wajib, karena hadas besar. Kalau ada pendapat lain maka harus diwaspadai. Bukan kita mau menghalangi mereka ikut pengajian, tetapi jangan sampai mereka salah arah," katanya.
Tindakan pencegahan akan terus dilakukan agar aliran serupa tidak meluas di masyarakat.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)