Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Viral Video Seorang Ibu Tega Seret Anaknya, Diduga Karena Baby Blues, Bagaimana Cara Menanganinya?

Psikolog menyebutkan ibu yang tega menyeret anak balitanya sedang mengalami depresi atau baby blues. Psikolog pun memberikan cara penanganannya.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Wulan Kurnia Putri
zoom-in Viral Video Seorang Ibu Tega Seret Anaknya, Diduga Karena Baby Blues, Bagaimana Cara Menanganinya?
kolase serambinew, ilustrasi newsx.com
Viral ibu di Aceh seret anaknya sekitar 12 meter 

TRIBUNNEWS.COM - Viral video yang menayangkan seorang ibu menyeret anak kandungnya berusia sekitar tiga tahun di tanah.

Dilansir dari Serambinews.com, ibu berinisial NU (30) itu berasal dari Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.

Menurut Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Trisno Riyanto SH, melalui Kapolsek Ulee Lheue, AKP Ismail, kepada Serambinews.com, NU tega menyeret anak perempuannya karena anak tersebut merusak tanaman cabai milik tetangganya.

"Pemicunya sebetulnya sepele, hanya karena anaknya itu merusak tanaman cabai milik tetangganya, ibu itu langsung hilang kendali," tutur Ismail, seperti yang diberitakan Serambinews.com, Minggu (1/12/2019).

Ismail menyampaikan, saat ini NU belum ditahan karena adanya pertimbangan NU memiliki anak berusia sekitar satu tahun dan masih menyusui.

Menurutnya, NU baru saja tinggal di Kencamatan Meuraxa sekitar tiga bulan.

Sementara itu, sang suami bekerja di luar kota.

Berita Rekomendasi

"Suaminya saat ini tidak berada di Banda Aceh, karena berdinas di luar Provinsi Aceh," ungkap Ismail.

Diduga Alami Baby Blues

Melihat kasus tersebut, seorang Psikolog Anak dan Keluarga Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi menduga NU mengalami depresi atau baby blues.

Menurut Adib, kondisi itu dialami NU lantaran dirinya masih memiliki bayi berusia sekitar satu tahun dan masih menyusui.

"Saya melihat, dia (NU) itu kan masih menyusui juga, kemungkinan besar ibu ini mengalami depresi atau kesedihan yang mendalam, atau biasa dikenal dengan baby blues," ungkap Psikolog Anak dan Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia itu, saat dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (3/12/2019).

Lebih lanjut Adib menyampaikan, keadaan yang jauh dari suami juga mempengaruhi kondisi psikologis seorang istri.

Baby blues, Adib mengatakan, juga sangat dimungkinkan terjadi ketika seorang istri kurang medapat dukungan dari suami.

"Barangkali suaminya kurang mendukung si ibu, sehingga emosinya keluar dan dia tega menyeret anaknya sendiri seperti itu," terangnya.

Menurut Adib, kondisi tersebut juga membuat NU merasa sendirian dalam mengurus anak-anaknya yang masih balita.

"Sudah punya anak balita 3 tahun, ditambah lagi punya anak di bawah umur 1 tahun dan masih menyusui, dia merasa sendiri dalam mengasuh anak," kata Adib.

"Ibu-ibu yang merasa sendiri mengasuh anak tentunya kan ya emosi seperti itu bisa saja tidak terkendali," sambungnya.

Cara Menangani Baby Blues

Belajar dari kasus tersebut, Adib menyampaikan, seseorang yang mengalami kondisi baby blues sebaiknya datang langsung ke psikolog.

Namun, Adib juga memberikan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani baby blues supaya kondisi tersebut tidak semakin parah.

Apalagi hingga menimbulkan kekerasan pada anak.

Menurut Psikolog Adib, berikut cara untuk menangani baby blues:

1. Mendampingi ibu merawat bayinya.

"Dalam merawat bayi dan anak itu dibantu lah, entah orangtua atau mertua," kata Adib.

2. Memakai bantuan pengasuh untuk mengurangi stres

3. Mendengarkan setiap masalah yang dialami ibu

4. Memberi waktu seorang ibu untuk me time

"Kalau perlu dikasih me time supaya senang," tutur Adib.

"Kalau misalnya dia tanggung jawabnya banyak, merawat anak balita sendiri dan nggak dibantu ya berat, harus ada waktu me time karena barangkali dia butuh waktu cerita ke teman-temannya," sambungnya.

5. Menemani seorang ibu yang sedang ditinggal tugas ke luar kota oleh suaminya

6. Datang ke psikolog

Mengenali Penyebab Baby Blues

Menurut Adib, seorang ibu dapat mengalami baby blues saat memiliki banyak tekanan yang terpendam.

Sebagaimana yang dilihatnya dalam kasus seorang ibu berinisial NU.

"Ibu ini kan tekanannya sudah banyak, artinya ini tekanan-tekanan yang sudah mengumpul," jelasnya.

"Tekanan dari dia punya anak pertama, anak kedua, sehingga si ibu ini sudah benar-benar tidak tahu caranya mengasuh anak ini seperti apa," sambung psikolog praktekpsikolog.com itu.

Adib menambahkan, kondisi tersebut dapat dialami seorang ibu yang kurang mendapat dukungan sosial.

"Ini terjadi karena memang dukungan sosial kepada si ibu ini kurang," kata Adib.

Kendati demikian, Adib tetap tidak membenarkan terjadinya kekerasan pada anak.

Adib menyayangkan, kondisi psikologis orangtua yang tidak tertangani dengan baik sehingga anak menjadi korban.

"Ya memang dilema, mau disalahin barangkali ibu ini juga korban dari lingkungan, entah korban dari masa lalu dia sehingga dia mengalami depresi atau baby blues, karena dia kurang diperhatikan oleh suami, kurang diperhatikan oleh orang tuanya, misalnya," tutur Adib.

"Tidak dibenarkan melakukan kekerasan kepada anak. Sebisa mungkin jangan melakukan kekerasan terhadap anak," tandasnya.

Psikolog Adib menuturkan, kekerasan pada anak dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak itu.

"Dampaknya ketika anak mengalami trauma ini kan anak bisa saja jadi benci orang tua, anak jadi pendiam, anak bisa tertekan, bahkan mengalami trauma yang mendalam," jelas Adib.

Tak hanya itu, Adib menyampaikan, seorang anak korban kekerasan juga dapat melakukan hal yang sama pada anaknya kelak.

"Akhirnya kalau anak itu tumbuh dewasa, menikah, dan memiliki anak, akhirnya dia melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan orang tuanya," kata Adib.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas