Terjadi Salah Persepsi, SKM Tidak Untuk Diminum
Persepsi yang salah berlangsung berpuluh-puluh tahun sehingga masyarakat masih terus mengkonsumsi SKM sebagai minuman pengganti susu pada balita
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNEWS.COM, BALI - Wakil Ketua IV Pimpinan Pusat Muslimat NU, Hj. Aniroh Slamet Yusuf, mengatakan bahwa selama ini terjadi salah perspesi di masyarakat terkait penggunaan susu kental manis (SKM).
Susu kental manis tidak untuk dikonsumsi sebagai minuman, apalagi untuk anak, karena sejatinya susu kental manis adalah toping atau pirasa makanan.
“Konsumsi SKM yang salah telah menimbulkan korban gizi buruk di Batam dan Kendari”, lanjut Aniroh Slamet Yusuf pada acara Edukasi Gizi untuk Menyikapi Iklan Pangan Menyesatkan dalam Upaya Melindungi & Mewujudkan Generasi Sehat, Indonesia Unggul yang diselenggarakan PP Muslimat bekerjasama dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) di Bali belum lama ini.
Senada dengan Aniroh, Ketua harian YAICI, Arif Hidayat, SE. MM, mengatakan bahwa pembangunan persepsi yang salah ini telah berlangsung berpuluh-puluh tahun sehingga masyarakat masih terus mengkonsumsi SKM sebagai minuman pengganti susu pada balita mereka.
Arif menghimbau pemerintah, terutama Badan Pengolahan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menengakan aturan terkait produk SKM dan cara produsen beriklan di media.
Baca: Kemenperin Tegaskan Produk Susu Kental Manis Tidak Boleh Dilarang
“Kami menghimbau pemerintah untuk melarang pemberian SKM bagi anak dibawah 3 tahun, bukan bayi dibawah 12 bulan seperti sekarang ini, karena anak dibawah 3 tahun rentan terhadap konsumsi gula berlebih sebagaimana yang selama ini direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Indonesia”, ujar Arif.
“Kami juga mendesak pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap penerapan peraturan Kepala BPOM nomor 31 tahun 2018, agar produsen tidak mengiklankan SKM sebagai minuman berenergi yang dapat dikonsumsi secara tunggal. SKM tidak boleh dikonsumsi sebagai minuman yang diseduh dengan air seperti yang selama ini terus berlangsung”.
Penyataan PP Muslimat dan Yaici ini juga dibenarkan oleh Dian Nardiani SKM MPH, Kepala Bidang Kesehatan masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang menyatakan Susu Kental Manis bukanlah susu tetapi toping.
Terkait persepsi masyarakat terhadap susu kental manis, YAICI pada tahun 2018 dan 2019 telah melakukan penelitian 12 kabupaten dan pemerintah kota di 6 provinsi, yaitu Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah.
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah tingginya persentasi responden yang menganggap bahwa SKM adalah susu yag bisa dikonsumsi oleh balita mereka.
Baca: Ternyata Susu Kental Manis Disebut BPOM Mengandung Susu
Selain itu, penelitian 2018 menemukan 4 kasus gizi buruk pada anak rentang usia 0 – 23 bulan yang disebabkan oleh konsumsi susu kental manis sejak bayi di Batam, Kendari dan Sulawesi Selatan.
Satu orang diantaranya meninggal pada usia 10 bulan. Diketahui, orang tua memberikan susu kental manis untuk anak karena beranggapan produk tersebut adalah susu yang dapat memenuhi gizi anak, harga yang ekonomis dan kemasan iklan yang menampilkan susu kental manis sebagai minuman susu.
Iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap anak.
“Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu, bukan topping, dan 73% responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi. Betapa televisi menjadi konsumsi harian masyarakat berpengaruh terhadap pembentukan persepsi,” kata Arif Hidayat.