Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Memberdayakan Ibu-ibu dan Remaja, Kaligrafi dari Pelepah Pisang Buatan Khafidhi Tembus Pakistan

Bermodalkan suka menulis huruf arab dan memiliki jiwa sosial, kaligrafi dari limbah pelepah pisang milik Khafidhi mampu memberdayakan remaja

Editor: Sugiyarto
zoom-in Memberdayakan Ibu-ibu dan Remaja, Kaligrafi dari Pelepah Pisang Buatan Khafidhi Tembus Pakistan
TRIBUN JATENG/MOCH SAIFUDIN
Khafidhi (40) warga Desa Sayung RT 1 RW 6 yang tengah membuat kaligrafi dari limbah pelepah pisang di teras rumahnya, Rabu (11/12/2019) 

TRIBUNNEWS.COM, DEMAK - Bermodalkan suka menulis huruf arab dan memiliki jiwa sosial, kaligrafi dari limbah pelepah pisang milik Khafidhi mampu memberdayakan remaja dan ibu-ibu di kampung halamannya.

Tak hanya itu, kaligrafi warga Desa Sayung RT 1 RW 6, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak tersebut sudah terdengar sampai telinga orang Pakistan.

"Saya dasarnya dulu anak pesantren dan suka seni menulis huruf arab. Sekira sepuluh tahun yang lalu, saya hanya membuatkan kaligrafi untuk lahiran anak dan mas kawin nikahan," jelas Khafidhi di rumahnya, Rabu (11/12/2019).

Ia menjelaskan per minggunya mampu membuat kaligrafi sebanyak 27 biji yang berukuran 60 x 120 centimeter.

"Sudah pernah mengirim pesanan sampai ke Sulawesi dan Kalimantan, sementara ada juga orang Pakistan yang sudah saya sediakan beberapa opsi kaligrafi tinggal dipilih," jelasnya.

Ia menjelaskan, tahapan membuat kaligrafi yang ia jual, di antaranya, menulis, membuat background, menempeli dan memasang figura.

Ia menambahkan, semua lukisannya terbuat dari pelepah pisang yang sudah kering dan jatuh di sekitaran sawah.

Berita Rekomendasi

"Membuat background berbahan triplek dan pelepah pisang yang disetrika, saya minta tolong remaja, sedangkan untuk memotongi pelepah pisang yang sudah ditempeli huruf arab, saya lemparkan ibu-ibu," jelasnya.

Lanjutnya, sementara untuk menulis huruf arab dan menempelnya ke background ia lakukan sendiri, lantaran mempengaruhi jarak antar huruf dan tinggi rendah huruf, sehingga menghilangkan unsur seninya.

Ibu-ibu yang memotongi huruf, ia beri upah Rp 45 - 50 ribu untuk satu tulisan ayat kursi.

"Saya belum berani menambah orang untuk meningkatkan produksi lantaran masih keterbatasan modal," jelasnya yang saat itu ditemui tetangganya ingin ikut bekerja.

Sementara jenis pelepah pisang yang ia gunakan, tak asal pelepah pisang, ia menjelaskan pisang Klutuk tak bisa digunakan lantaran pelepahnya mudah putus.

Ia menambahkan, pelepah pisang yang ia gunakan memang pelepah pisang yang telah jatuh dan terbengkalai dari pohonnya.

"Jika pelepah pisang dikeringkan, pasti tidak akan ada motifnya, namun kalau pelepah pisang yang berjatuhan dan mengering dengan sendirinya, muncul motif coklat gelapnya," terangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas