Politisi PKS Soroti Manuver Politik Gibran Putra Jokowi: Harus Buktikan Tak Pakai Demokrasi Kulit
Politisi PKS Sugeng Riyanto menyoroti soal Gibran yang belum mengungkap visi misinya untuk membangun Solo jika maju sebagai Cawalkot Solo 2020.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) dan Pilkada DPD PKS Solo, Sugeng Riyanto menanggapi soal manuver politik yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, sang putra Presiden Jokowi tersebut yang terjun dalam Pilkada Solo 2020, belum mengungkap visi misinya saat calonkan diri sebagai Calon Wali Kota Solo 2020.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber di acara Kamisan Tribunnews.com dengan tema Pilkada Solo 2020, Kamis (12/12/2019).
Acara Kamisan kali ini mengangkat judul "Mencari Penantang Gibran" yang diselenggarakan di Gedung Tribunnews.com Solo, Jl. Adi Sumarmo No.335 A, Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Sugeng lantas menyoroti soal narasi atau visi misi yang akan dibawa Gibran untuk Kota Solo.
"Substansi demokrasi ada di situ sebenarnya, terkait narasi Kota Solo ini mau dibawa kemana, jadi tidak sekedar penyampaian visi misi semata," kata Sugeng.
Sugeng menekankan jika warga Solo butuh komunikasi visual yang nyata dari seorang Gibran.
Menurutnya konsep yang jelas untuk Solo harus ditunjukan dari seorang Gibran.
"Seorang calon wali kota harus punya visualisasi yang jelas soal arah serta rencana ke depannya saat memimpin, pasang baliho yang gede misal ini yang akan saya bangun untuk Solo," kata Sugeng mencontohkan.
Narasi yang jelas dan membawa arah perubahan Kota Solo ke depan, yang harusnya dimunculkan oleh Gibran.
"Jika Gibran tidak bisa memunculkan narasi seperti itu, maka Gibran hanya bisa memainkan demokrasi kulit saja," kata Sugeng.
Demokrasi kulit adalah, budaya politik dimana menonjolkan kekuatan lambang, simbol atau atribut suatu lembaga politik.
Hal itu lebih ditonjolkan ketimbang substansi arah kepemimpinan yang dibawanya.
Sugeng pun mengatakan Gibran harus membuktikan dia tidak memakai demokrasi kulit.
Sugeng pun menjabarkan contoh demokrasi kulit yang ia maksud kepada Gibran.
"Apa demokrasi kulit itu? Sekedar bilang 'Ya', misalnya hari ini Gibran mau daftar ke PDI-P, karena di Solo sudah ditutup, lalu ada prosesi pelepasan di Graha Saba, ibunya ikut mengantarkan, disambut tari gambyong dan segala macam, ini menunjukan jika Gibran masih memainkan demokrasi kulit," ujar Sugeng dengan tegas.
Belum lagi lawan Gibran ke depannya, yakni terkait adanya wacana politik dinasti.
"Kira-kira bisa tidak Gibran menjawab bahwa dia daftar menjadi wali kota Solo, bukan karena politik dinasti," ujar Sugeng.
Menurutnya itu penting bagi Gibran supaya tidak terus terjebak dalam isu politik dinasti.
"Dia harus jawab soal isu politik dinasti, kalau dia tidak bisa menjawab dengan aksi, dengan gesture yang benar maka akan semakin kuat jika ia maju sebagai politik dinasti," kata Sugeng.
Sugeng mengatakan akan sangat bahaya bagi seorang Gibran jika ternyata masuk ke dalam politik dinasti.
Hal substansial itulah yang harus benar-benar dilawan oleh Gibran dengan aksi nyata.
(Tribunnews.com/Maliana)