Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penegak Hukum Diminta Usut Proyek Infrastruktur Pariwisata Awalolong yang Mangkrak di Lembata

"Kita berharap penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan akan kasus Awololong ini, jika sudah mengantongi dua alat bukti," ujar Akhmad Bumi.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Penegak Hukum Diminta Usut Proyek Infrastruktur Pariwisata Awalolong yang Mangkrak di Lembata
HANDOUT
Tiang-tiang pancang proyek pariwisata Awalolong di Kabupaten Lembata yang terlantar dan mangkrak. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian didorong untuk membongkar dugaan korupsi di proyek infrastruktur pariwisata Awalolong di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur yang selama ini dinilai mangkrak selama hampir satu dekade.

Proyek tersebut adalah Proyek Pembangunan Jembatan dan Sarana Kolam Renang Destinasi Pariwisata Awololong Tahun Anggaran 2018 yang berlokasi di Lewoleba, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, NTT, dengan nilai penawaran proyek Rp 6.891.900.000.

Proyek ini yang dimenangkan dan dikerjakan oleh sebuah perusahaan berinisial PT BKN namun realisasi fisik proyek ini dinilai mandek di tengah jalan.

Akhmad Bumi, advokat senior di Nusa Tenggara Timur asal Lembata dalam keterangan pers tertulisnya menyebutkan, proyek ini sesuai kontraknya, ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Silvester Samun, SH dan kuasa direktur PT BKN mencakup Proyek Pembangunan Jembatan, dan Sarana Kolam Renang Destinasi Pariwisata Awololong Tahun Anggaran 2018 dengan fase pengerjaan mulai 12 Oktober 2018 dan berakhir 31 Desember 2018.

Namun seperti dikemukakan Akhmad Bumi, sampai batas waktu tanggal 31 Desember 2018 realisasi keuangan sebesar 80 persen atau senilai Rp. 5.513.520.000 tapi realisasi fisik masih nol persen.

Kemudian, dilakukan adendum kontrak I, dan kontraktor diberi perpanjangan waktu dalam adendum kontrak I sampai tanggal 31 Maret 2019.

Akhmad menyatakan, sampai dengan batas waktu adendum kontrak I tersebut realisasi fisik pekerjaan masih 0%. Dilakukan adendum kontrak II sampai tanggal 15 November 2019. Tapi sampai batas waktu adendum kontrak II, realisasi fisik pekerjaan masih 0% dan kemudian dilakukan pemutusan pekerjaan terhadap kontraktor tersebut. 

Berita Rekomendasi

Pihaknya mempertanyakan, telah dibayarkannya anggaran proyek sebesar 85% tapi tidak didukung progres fisik. Dia mengatakan, seharusnya realisasi keuangan 85% sama dengan realisasi kemajuan fisik pekerjaan sebesar nilai realisasi keuangan 85 persen. 

Baca: Inspektorat Lembata Temukan Perjalanan Dinas Fiktif di Dinas Ini, Nilainya Ratusan Juta

"Kita berharap penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan akan kasus Awololong ini, jika sudah mengantongi dua alat bukti atau bukti permulaan yang cukup," ujarnya.

Dia mengatakan, proyek mangkrak Awololong di kabupaten Lembata ini mendapat perhatian serius dari masyarakat Kabupaten Lembata dan Nusa Tenggara Timur.

Baca: 42 Ribu Kerang Mutiara Raib, Diduga Digasak Pencuri

Dia mengatakan, publik Lembata resah karena proyek mangkrak Awololong di Lembata bukan proyek yang pertama kali bermasalah, karena sebelumnya ada proyek Jembatan Wai Ma yang menurutnya juga ambruk.

Heri, Ketua Sparta Indonesia menyatakan, proyek Jeti dan kolam apung Awalolong adalah proyek gagal dan mangkrak kesekian kalinya yang dibangun Pemda Lembata.

Heri menyebutkan, proyek-proyek mangkrak tersebut diantaranya proyek Pengadaan Air Wai Lein di Kedang, proyek Puskesmas Penyangga, Kantor Camat Buyasuri, Jembatan WaiMa, dan lain-lain yang menurutnya menghabiskan dana puluhan miliar rupiah.

 Mengutip Pos Kupang, Kamis , 28 November 2019, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang juga menyesalkan lemahnya perhatian kepolisian dan kejaksaan terhadap dugaan korupsi di proyek Awalolong di Kabupaten Lembata.

Ketua Presidium Adrianus Oswin Goreng mendesak Kapolri dan Jaksa Agung untuk mereformasi internal APH di Kabupaten Lembata.

"PMKRI Kupang juga mendesak Kapolri dan Kejagung untuk mereformasi internal Polres dan Kejaksaan di Lembata demi terwujudnya asas kepastian hukum yang seadil-adilnya di Kabupaten Lembata, " ungkap Oswin Goreng dalam rilis.

Dijelaskan, PMKRI Kupang juga telah mengantongi sejumlah data otentik dan kajian hukum terkait kronologi indikasi korupsi proyek Awololong di Lembata sebagai landasan kuat PMKRI untuk mengawal jalannya proses hukum kasus tersebut.

Menurutnya, dari telaah data kasus Awololong, dari total anggaran proyek sebesar Rp. 6. 892.900.000 itu telah dicairkan sebesar 85%, sedangkan fisik pekerjaan masih 0%. Ironisnya, masa kontrak kerja telah berakhir 30 Desember 2018.

Sementara itu, pemerintah telah melakukan addendum pertama dan kedua, namun pun pekerjaan fisik masih 0% bahkan telah PHK pada 15 November 2019 lalu.

Karena itu, pihaknya mendesak agar Polda NTT yang kini menangani kasus tersebut harus lebih profesional.

"Bahwasanya, kasus ini sedang ditangani oleh Polda NTT sebagaimana dijelaskan oleh Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli, maka PMKRI mendesak agar penyidik Tipidkor Polda NTT harus profesional, transparan, tanpa ada intervensi dari pihak manapun demi menjaga marwa dan wibawa sebagai Aparat Penegak Hukum," tegas Oswin Goleng.

PMKRI Cabang Kupang St. Fransiskus Xaverius mendesak Polda NTT agar mengusut tuntas dugaan korupsi dalam proyek jembatan titian, restoran apung, kolam apung, pusat kuliner, serta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong Lembata itu.

Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Dugaan Korupsi Proyek Awalolong Lembata, PMKRI Kupang Sesalkan Lemahnya Perhatian APH, https://kupang.tribunnews.com/2019/11/28/dugaan-korupsi-proyek-awalolong-lembata-pmkri-kupang-sesalkan-lemahnya-perhatian-aph.
Penulis: Ryan Nong
Editor: Rosalina Woso

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas