Senada dengan Anies, Gubernur Ridwan Kamil juga Tak Ingin Mencari Kambing Hitam soal Banjir
Senada dengan Anies, Gubernur Ridwan Kamil juga Tak Ingin Mencari Kambing Hitam soal Banjir
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Bencana banjir nyatanya tidak hanya melanda kawasan Jabodetabek saja, tapi beberapa wilayah di Jawa Barat juga mengalami hal serupa.
Sejumlah kawasan yang terdampak banjir di Jabar meliputi Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Depok, Karawang, hingga sejumlah kawasan Bandung Raya,
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta kepada masyarakat untuk tidak mencari kambing hitam soal penyebab banjir yang menerjang.
"Jangan saling menyalahakan karena itu energi negatif," kata Ridwan dikutip dari channel YouTube KompasTV, Jumat (3/1/2020).
Menurutnya saat ini pihaknya lebih berfokus untuk menangani para korban.
Sedangkan solusi akan dicari setelah proses evakuasi telah selesai dilaksanakan.
Dalam kesempatan tersebut, Mantan Wali Kota Bandung ini juga mengomentari perihal air kiriman dari Bogor yang menyebabkan banjir di wilayah Jakarta.
Ia menegaskan sudah sejak lama aliran air dari wilayah tersebut mengalir ke laut dengan melintasi Jakarta.
"On the way melewati Jakarta. Memang dari dulu, memang begitu," kata Ridwan.
Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga meminta seluruh jajarannya di pemerintah provinsi untuk tidak mencari-cari kesalahan orang lain atas terjadinya banjir di wilayahnya.
"Saya sampaikan kepada seluruh jajaran tidak ada saling menyalahkan pada fase ini," kata Anies dikutip dari channel YouTube KOMPASTV, Rabu (1/1/2020).
Anies menegaskan, ia bersama jajaran Pemprov DKI masih berfokus kepada upaya evakuasi warga terdampak banjir.
"Tidak usah menyalahkan hujan, menyalahkan orang dalam fase ini. Pastikan seluruh warga Jakarta terselamatkan," tegasnya.
Baca: Soal Banjir Jakarta Hari Ini, Gubernur Anies: Tidak Usah Menyalahkan Hujan, Menyalahkan Orang
Penyebab Banjir Jakarta
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) banjir tersebut diakibatkan oleh diguyur hujan di wilayah Jabodetabek.
Bahkan BMKG memprediksi hingga sepekan ke depan wilayah tersebut akan diguyur hujan dengan intensitas hujan dari menengah hingga lebat.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan kondisi tersebut didasari pada kondisi Monsoon Asia yang bertiup dari arah utara timur laut dari Samudra Pasifik yang masuk menuju kepulauan Indonesia.
Monsoon Asia kemudian membelok di sekitar Pulau Kalimantan, Jawa, dan Sumatera bagian selatan.
Selain kondisi Monsoon Asia, juga terdapat tiupan angin dari Samudra Hindia.
Kedua angin di atas bertemu di atas wilayah Jabodetabek.
"Pertemuan dua arah angin yang mengakibatkan penumpukan udara yang mengandung uap air yang membentuk awan-awan hujan," ungkap Dwikorita dikutip dari tayangan Breaking News KompasTV, Rabu (1/1/2020).
Guyuran hujan di wilayah Jabodetabek juga diperparah dengan naiknya suhu muka laut di perairan Indonesia yang meningkatkan proses penguapan.
Dwikorita memperdiksi intensitas hujan secara umum di wilayah Jakarta akan mereda.
"Hanya di Jakarta Utara masih ada hujan dengan intensitas rendah, bukan hujan yang lebat dan mengganggu," tegas Dwikorita.
Menurutnya, hujan intensitas tinggi tidak akan terjadi selam 24 jam non stop, namun ada tengang waktunya.
"Ada penuruan intensitas setelah hujan lebat, untuk memberikan waktu bagi atmosfer mengumpulkan uap air lagi di udara," kata Dwikorita.
Dwikorita menambahkan, bulan Januari sebetulnya bukan puncak musim penghujan.
Puncaknya akan terjadi di bulan Februari hingga akhir Maret 2020.
"Ini merata di wilayah Sumatera bagian selatan, kemudian Jabodetabek , Jawa tengah, Jawa Timur, DIY."
"Menerus ke arah timur Bali, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat. Serta Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi," tambahnya.
Baca: Cerita Dibalik Video Heroik Pria yang Rela Terjang Banjir Demi Antar Makanan kepada Teman-temannya
Senada dengan pendapat dari BMKG, Pakar Bioteknologi Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali curah hujan tinggi penyebab banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurut Firdaus curah hujan tersebut merupakan curah hujan tertinggi di dalam catatannya.
Di tahun 2017 curah hujan di kawasan Jabodetabek menyentuh angka 340 mm.
Sementara itu, di tahun 2013 curah hujan hanya berkisar 300 mm.
"Jadi ini curah hujan yang sangat ekstrim," kata Fordaus dikutip dari tayangan Breaking News KompasTV, Rabu (1/1/2020).
Firdaus menambahkan, bencana banjir yang berulang kali melanda wilayah khususnya DKI Jakarta sudah bisa diprediksi jauh sebelum terjadi.
"Kita bisa memperkirakan berapa besaran curah hujan yang akan menimbulkan debit air bertambah," lanjut Firdaus.
Pria berkacamata ini, menyarankan untuk semua pihak terkait untuk mengubah cara padang ketika melihat bajir.
Menurut Firdaus, memikirkan langkah antisipasi banjir seharusnya sudah dilakukan ketika berada di musim kemarau, bukan di musim penghujan.
Dengan harapan antisipasi banjir dapat dilakukan sedini mungkin.
"Kita selalu lupa, ketika musim hujan kita baru kemudian banjir genangan, kita panik lalu sibuk mengevakuasi.
Ini yang perlu kita rubah," beber Firdaus.
(*)
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)