Unggah Soal Larangan Perayaan Natal, Sudarto Ditangkap, Koalisi Pembela HAM Sumbar Kecam Polda
Koalisi Pembela HAM Sumbar mengecam Polda Sumbar atas penangkapan Sudarto yang latar belakangi unggahan soal larangan perayaan Natal.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Seorang aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) di Sumatera Barat, Sudarto, dikabarkan ditangkap kepolisian pada Selasa (7/1/2020).
Kabar tersebut terungkap bersamaan dengan beredarnya Surat Perintah Penangkapan Sudarto yang diunggah oleh Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto.
Melalui Twitternya, Damar pun mengaku terkejut dengan Surat Perintah Penangkapan terhadap Sudarto, yang mengangkat persoalan diskriminasi agama di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Ia menyampaikan, Surat Perintah Penangkapan tersebut telah beredar di kalangan aktivis HAM.
"Ini mengejutkan!
Pak Sudarto, peneliti Pusaka yang mengangkat persoalan diskriminasi agama di Kab. Dharmasraya ditangkap kepolisian daerah Sumatera Barat.
Surat penangkapan Polda Sumbar atas Pak Toto bertanggal 7 Januari 2020 sudah beredar di kalangan aktivis HAM," tulisnya di Twitter.
Dalam surat penangkapan bernomor SP.Kap/01/I/RES.2.5/2020/Ditreskrimum, Sudarto diduga melakukan tindak pidana kejahatan dunia maya dengan menyebar informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
Hal itu berkaitan dengan unggahannya di akun Facebook 'Sudarto Toto', yang diunggahnya pada tanggal 14 Desember 2019.
Dalam unggahan tersebut, Sudarto mengungkap bahwa dirinya mendapat laporan pelarangan kegiatan ibadah natal bagi umat Katolik di Jorong Kampung Baru Nagari Sikabau, Kab. Dharmasraya Sumatera Barat.
"Pagi ini pas saya anter bini ke tempat kerja, ada laporan pelarangan kegiatan ibadah natal bagi umat Katolik di Jorong Kampung Baru Nagari Sikabau, Kab. Dharmasraya Sumatera Barat, Kanwilnya Kemenagnya saya kirimin, tak berkutik.
Saya sudah tembuskan ke Kantor Staff Kepresidenan (KSP) semoga direspon dengan baik," tulisnya di Facebook.
Dalam siaran persnya, Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Sumbar mengecam tindakan Polda Sumatera Barat.
Mereka menduga Polda Sumatera Barat melakukan kriminalisasi terhadap Sudarto.
Pasalnya, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Wendra Rona Putra menilai ada kejanggalan dalam penangkapan Sudarto.
Kejanggalan ini didasari oleh tidak adanya panggilan dari kepolisian terhadap Sudarto sebelum penangkapan.
"Dalam penangkapan ini terdapat kejanggalan karena sebelumnya Sudarto tidak pernah dipanggil oleh Polsek, Polres Dharmasraya, dan Polda Sumatera Barat," tutur Wendra dalam siaran pers, Rabu (8/1/2020).
Menurut penasihat hukum Sudarto tersebut, penangkapan terhadap Sudarto terjadi tiba-tiba tanpa prosedur pemanggilan terlebih dahulu.
Wendra menyebut hal itu telah melanggar ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mengamanatkan adanya upaya pemanggilan sebelum dilakukan penangkapan.
Oleh karena itu, Koalisi Pembela HAM Sumbar pun mendesak Polda Sumbar untuk membebaskan Sudarto.
"Sejatinya penjara diperuntukkan bagi orang-orang yang melanggar hak asasi orang lain di antaranya yang menghambat aktivitas peribadatan bagi umat beragama," kata Koalisi Pembela HAM Sumbar.
Polda Sumbar Klaim Sudah Sesuai Prosedur
Sementara itu, dilansir dari TribunPadang.com, Dirreskrimus Polda Sumbar, Kombes Pol Juda Nusa juga mengatakan bahwa Sudarto sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Lebih lanjut, Juda menyampaikan penangkapan Sudarto sudah sesuai dengan prosedut.
"Terhadap pelaku yang menyiarkan sudah kami tangkap, dan statusnya sudah ditetapkan tersangka," ujar dia.
"Kami sudah melaksanakan sesuai prosedur atau SOP (standar operasional prosedur)," sambungnya.
Disebutkannya, Sudarto ditetapkan tersangka setelah gelar perkara dan setelah pemeriksaan langsung dilakukan penahan badan.
Menurut Juda, postingan Sudarto diduga mengandung unsur kebencian yang dilakukan tersangka di media sosial mengenai pelarangan pelaksanaan kegiatan ibadah Natal di wilayah Kenagarian Sikabau, Kabupaten Dharmasraya.
Namun, dijelaskannya bahwa setelah dicek, semuanya aman, damai, dan nyaman.
Di lain pihak, saat dikonfirmasi Tribunnews.com, penasihat hukum yang mendampingi Sudarto, Wendra Rona Putra menyebut bahwa pernyataan Sudarto dalam status Facebooknya di tanggal 14 Desember 2019 lalu sudah diklarifikasi oleh Sudarto saat pemeriksaan.
Wendra mengatakan Sudarto benar-benar mendapat pengaduan langsung dari jemaah.
Jemaah pun mampu menunjukkan surat korespondensinya dengan Pemerintahan Nagari.
"Dia (Sudarto) mendapat pengaduan langsung dari jemaah dan jemaah mampu menunjukkan surat korespondensinya dengan Pemerintahan Nagari," terang Wendra saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (8/1/2020).
"Pada intinya Pemerintahan Nagari menolak memberikan izin untuk pelaksanaan ibadah, itu merujuk pada hasil musyawarah sebelumnya di Pemerintahan Nagari yang sampai sekarang menurut Pemerintahan Nagari masih berlaku," sambung Wendra.
Lebih lanjut, Wendra menyampaikan, saat ini Sudarto dijerat pasal ITE.
Hal itu membuat cakupan penyidikan lebih luas.
"Sekarang permasalahannya karena Pak Sudarto ini dijerat dengan pasal ITE jadi cakupannya bukan hanya pada status tanggal 14 tapi penyidik juga mengulik status sampai 29 Desember 2019," terang Wendra.
"Jadi sekarang persoalannya lebih meluas," tambahnya.
Wendra menegaskan sampai saat ini pihaknya terus berupaya supaya tidak dilakukan penahanan terhadap Sudarto.
"Itu sedang kita upayakan supaya tidak ada penahanan," ungkap Wendra.
"Prosesnya masih menunggu sampai pukul 13.30," tambah dia.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.