Duduk Perkara Kasus Siswi SMAN 1 Gemolong 'Diteror' Rohis Agar Berkerudung, Ini Kata Wakepsek
Duduk perkara soal kasus siswi di SMAN 1 Gemolong yang diteror Rohis agar berkerudung. Begini tanggapan sekolah dan wali murid.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 1 Gemolong Parmono memberikan keterangan usai kabar sekolahnya mencuat ke publik.
Seperti diketahui, seorang wali murid keberatan mengenai anaknya yang mendapat serangan pesan dari ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis).
Pesan tersebut berbunyi ajakan supaya anaknya berhijab.
Parmono mengatakan seruan teror sendiri sebenarnya hanya pendapat dari wali muridnya.
"Neror itu sebetulnya hanya pendapat wali murid saja, sebetulnya tidak sampai meneror," tutur Parmono kepada Tribunnews.com, Kamis (9/1/2020).
Lebih lanjut, Parmono memberikan keterangan mengenai kronologi kasus yang sedang ramai di sekolahnya itu.
"Jadi begini, ada siswi dengan inisial Z di kelas 10 Ipa 3. Dia satu-satunya muslim di sekolah yang tidak berhijab."
"Kemudian ada anggota rohis yang mengingatkan supaya berhijab."
"Tetapi karena pihak yang disuruh berhijab belum siap untuk berhijab dan pihak Rohisnya terlalu semangat untuk mengingatkan," ujarnya kepada Tribunnews.com melalui sambungan telepon.
Menurut Parmono, ajakan tersebut sampai di titik sebuah pesan yang berbunyi melibatkan orangtuanya jika tidak berhijab.
Saat ada kata-kata yang dirasa kurang pas, akhirnya tersinggunglah sang wali murid tersebut.
"Karena orang tuanya termasuk orang yang punya pendapat jilbab itu nanti kalau sudah sadar, tidak perlu dipaksakan."
"Akhirnya karena diingatkan terus menerus maka mungkin keluar kalimat teror, karena pihak rohis sendiri juga berkali-kali mengingatkan," tegas Parmono.
Parmono mengatakan bunyi pesannya itu ada yang menggunakan dalil dan sampai spam chat.
"Jadi pesannya itu sampai spam chat begitu. Karena itu orangtuanya tersinggung," ujarnya.
Kronologi kejadian intimidasi versi wali murid
Kasus ini bermula saat orang tua siswi yang menjadi korban intimidasi, AP mengatakan, sang anak yang bersekolah di SMAN 1 Gemolong tidak menggunakan kerudung.
Awalnya Z diajak oleh guru agama di sekolah untuk mengenakan kerudung.
"Kalau guru itu mengimbau berhijab, kita senang karena diingatkan."
"Namanya ibadah memang harus saling mengingatkan," papar AP kepada TribunSolo.com, Kamis (9/1/2020).
Tak lama kemudian, oknum anggota ekstrakurikuler mengirim pesan WhatsApp (WA) pada sang anak.
Adapun inti pesan WA berisi azab dan konsekuensi bagi yang tidak berkerudung.
"Awalnya saya anggap wajar karena tumbuh kembang anak," ujar AP.
Sayangnya, intimidasi tak berhenti bahkan setiap hari nomor organisasi ekstrakurikuler tersebut terus mengirimkan pesan serupa.
Sang anak kemudian bercerita pada dirinya tentang teror tersebut dan disarankan untuk memblokir nomor organisasi tersebut.
Setelah diblokir, ternyata masih banyak nomor lain yang masuk mengirimkan pesan untuk Z agar berkerudung.
"Terakhir, saya mengajak ketemuan nomor yang mengintimidasi anak saya untuk berbicara agar mencari sumber masalah dan solusinya biar semua enak."
"Tapi jawabannya luar biasa bagi saya. Katanya ketemu tapi tidak tahu dalil untuk apa."
"Justru saya malah disuruh ketemu guru agama," kata AP menegaskan.
Oknum anggota ekstrakurikuler juga meminta agar tidak membawa masalah ini ke sekolah.
"Sejak kapan tidak boleh membawa masalah ke sekolah, ini harus diselesaikan di sekolah," tutur AP.
(Tribunnews.com/Maliana, Tribunsolo.com/Ryantono Puji)