Muncul Isu Ada Zona Megathrust di Selat Makassar yang Picu Gempa Dahsyat, BMKG Beri Penjelasan
BMKG beri penjelasan terkait informasi viral yang menyebut adanya zona megathrust di Selat Makassar yang akan picu gempa mahadahsyat.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Beredar informasi di media sosial mengenai adanya zona megathrust di Selat Makassar yang mampu memicu gempa mahadahsyat. Lalu bagaimana tanggapan tegas BMKG?
Informasi tersebut viral hingga mendapat perhatian khusus dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, tidak membenarkan informasi viral yang beredar.
"Tentu saja informasi ini tidak benar," tegas Daryono, Sabtu (11/1/2020).
Informasi tersebut juga disampaikan Daryono melalui akun Twitter pribadinya pada Sabtu siang.
"Akhir-akhir ini ada pemberitaan viral yang menyebutkan bahwa di Selat Makassar terdapat zona megathrust yang mampu memicu gempa maha dahsyat.
"Tentu saja informasi ini tidak benar," tulisnya di Twitter.
Pada Tribunnews.com, Daryono mengaku tak ingin pemberitaan viral yang beredar sebelumnya menimbulkan ketakutan masyarakat.
"Ini sebagai penjelasan tambahan saja," tutur Daryono.
"Supaya masyarakat tidak ketakutan maka dijelaskan dalam posisi yang benar," tambahnya.
Daryono pun mengatakan, potensi gempa harus disampaikan pada masyarakat berdasar fakta yang ada.
Ia menegaskan, penyampaian informasi potensi gempa tak boleh dilebih-lebihkan hingga menimbulkan kecemasan.
"Potensi gempa harus disampaikan kepada masyarakat apa adanya sesuai fakta, tidak berlebihan, hingga menimbulkan kecemasan masyarakat," kata Daryono.
Lebih lanjut, Daryono menjelaskan, megathrust merupakan istilah untuk menyebut sumber gempa di zona penunjaman lempeng, tepatnya lajur subduksi landai dan dangkal.
"Di selat Makassar tidak ada aktivitas penunjaman lempeng (pate subduction) tetapi yang ada adalah sumber gempa Makassar Strait Thrust yang artinya Sesar Naik Selat Makassar," terangnya.
Menurut Daryono, Sulawesi memang merupakan wilayah yang rawan gempa.
Pasalnya banyak terdapat sumber gempa di wilayah tersebut.
Ia juga menerangkan bahwa Pulau Sulawesi merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks.
Sulawesi disebut kawasan seismik aktif karena wilayah ini memiliki tingkat aktivitas gempa yang tinggi.
Sementara itu, Sulawesi disebut kawasan kompleks karena memiliki banyak sebaran sumber gempa dengan berbagai mekanisme.
Daryono menyampaikan, dalam buku 'Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia' tahun 2017 yang diterbitkan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN), wilayah Pulau Sulawesi memiliki 48 struktur sesar aktif dan satu zona Megathrust Sulawesi Utara.
Di Sulawesi, zona megathrust ini berhadapan dengan wilayah pesisir pantai utara Sulawesi Utara, Gorontalo, dan sebagian Sulawesi Tengah bagian utara.
"Megathrust Sulawesi Utara merupakan sumber gempa yang berpotensi memicu gempa kuat," kata Daryono.
Catatan sejarah gempa dan tsunami menunjukkan, sejak tahun 1800, sudah terjadi lebih dari 69 kali gempa merusak dan tsunami Pulau Sulawesi dan sekitarnya.
Menurut Daryono, peristiwa gempa yang merusak terjadi lebih dari 45 kali.
Sementara tsunami terjadi lebih dari 24 kali.
"Sebagaian besar gempa dan tsunami di Sulawesi dipicu oleh aktivitas sesar aktif, bukan aktivitas zona megathrust," tegasnya.
Daryono menambahkan, dari sebanyak 24 kali tsunami di Sulawesi, yang dipicu oleh Megathrust Sulawesi Utara hanya 4 kali saja.
Tsunami yang dipicu Megathrust Sulawesi Utara di antaranya:
1. Tsunami Utara Gorontalo pada 25 Agustus 1871: tidak ada korban jiwa.
2. Tsunami Tolitoli pada 2 Februari 1904: tidak ada korban jiwa
3. Tsunami Kwandang-Manado pada 29 Januari 1920: tidak ada korban jiwa
4. Tsunami Tolitoli pada 1 Januari 1996: 9 orang meninggal.
BMKG Imbau Masyarakat Agar Tak Khawatir
Kendati demikian, Daryono menuturkan, adanya potensi gempa dan tsunami di Sulawesi tidak perlu membuat masyarakat berkecil hati dan khawatir berlebihan.
"Semua informasi terkait potensi gempa dan tsunami harus direspon dengan langkah nyata, dengan upaya memperkuat mitigasi guna meminimalkan dampak," jelas Daryono.
Daryono menyampaikan, meskipun tinggal di daerah rawan gempa, masyarakat akan tetap dapat hidup dengan aman dan nyaman.
"Karena yang paling penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder, dan masyarakat," terangnya.
"Selain itu, menyiapkan infrastrukturnya yang tahan gempa," sambung Daryono.
Daryono pun memaparkan sejumlah negara yang rawan gempa seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Selandia Baru.
Menurut Daryono, negara-negara tersebut merupakan negara rawan gempa yang memiliki sumber gempa yang aktif dan kompleks.
Tetapi, ia menyampaikan, negara-negara itu berusaha memitigasinya hingga mereka menjadi negara maju dan terus berkembang.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)