Geger Keraton Agung Sejagat, Klaim Miliki Pentagon, Ini Jawaban sang Raja saat Ditanya Bagian NKRI
Kemunculan Kerajaan Agung Sejagad di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, memang membuat geger.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Kemunculan Kerajaan Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, memang membuat geger hingga mengundang banyak perbincangan.
Lantaran Kerajaan Agung Sejagat ini muncul dengan adanya seorang pemimpin bak raja dan ratu dan memiliki pengikut mencapai ratusan.
Belakangan video deklarasinya pun viral di sosial media, seorang yang dipanggil Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat tampak memberikan penjelasan.
Dan di sampingnya duduk seorang wanita berpakaian bagai ratu, yang notabene sang istri, dipanggi Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.
Sinuhun Totok Santoso menyebut Keraton Agung Sejagat merupakan induk dari seluruh kerajaan hingga republik di dunia.
Kehadiran Keraton Agung Sejagat disebut bertujuan untuk membawa masyarat dunia menuju kemajuan.
Totok juga mengklaim akan melakukan perbaikan-perbaikan di berbagai bidang.
"Dengan memperbaiki sistem kedaulatan, sistem ekonomi, dan moneter secara global," katanya, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (13/1/2020).
Saat ditanya apakah kerajaan tersebut bagian dari NKRI, Totok menyebut, Keraton Agung Segajat bagian dari keseluruhan.
"Kita bagian dari semuanya," tambahnya.
Mengutip dari Tribun Jateng, Keraton Agung Sejagat muncul untuk menyambut kehadiran Sri Maharatu (Maharaja) Jawa kembali ke Tanah Jawa.
Keraton Agung Sejagat juga mengklaim memiliki alat-alat kelengkapan yang dibentuk di Eropa.
United Nations (UN) dan Pentagon bahkan diklaim menjadi milik Dewan Keamanan Kerajaan Agung Sejagat.
Kirab Raja dan Ratu
Keraton Agung Sejagat juga melakukan pawai atau kirab, dan disaksikan langsung oleh masyarakat.
Menilik dari unggahan video di akun Facebook Info Purworejo, para punggawa beserta raja dan ratu mengadakan pawai.
Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat bersama istri menaiki kuda dengan iring-iringan para pengikutnya.
Mereka mengenakan pakaian bak kerajaan, lengkap dengan jubah dan mahkotanya.
Acara tersebut bahkan juga dilengkapi dengan tabuhan drum dari para punggawa.
Di barisan paling depan tiga orang membawa bendera kerajaan.
Di belakang penabuh drum, beberapa orang membawa tombak diikuti oleh para perempuan yang membawa busur panah.
Para pria dan wanita dengan pakaian khas Jawa juga membawa makanan.
Ada pula gunungan berupa apem.
Kesaksian Warga
Seorang warga bernama Sumarni (53) yang rumahnya dekat dengan Keraton Agung Sejagat mengatakan awalnya kerajaan tersebut merupakan komunitas yang kerap mencairkan dana pemerintah.
Perkumpulan tersebut bernama Development Economic Commite (DEC).
Aktivitas orang-orang di kerajaan tersebut biasanya dimulai pada pukul 17.00 WIB hingga 22.00 WIB.
Mereka kerap melakukan upacara ala manten Jawa seperti adanya tari gambyong, cucuk lampah, hingga prosesi pecah telor.
"Kita sebagai warga jelas heran itu ada apa kok malem-malem seperti itu," tambahnya.
Selain itu dengan adanya pengikut yang sebanyak ratusan tersebut menurut Sumarni bukan merupakan orang sekitar lokasi.
Mereka dikabarkan datang dari beberapa daerah di Yogyakarta seperti Bantul dan Imogiri.
Orang-orang tersebut mulai datang ke lokasi sekitar pertengahan Agustus 2019.
Dikatakan Sumarni, mengutip dari sumber yang sama, mereka datang menggunakan kain tradisional seperti kerajaan.
Saat ini pengikut Keraton Agung Sejagat disebut mencapai 425 orang.
Batu besar Tanda Kerajaan Berdiri
Berdirinya Kerajaan Agung Sejagat diklain ditandai dengan adanya batu besar.
Batu besar datang di lokasi kerajaan pada malam dini hari, hal tersebut terjadi pada minggu kedua Oktober 2019.
Kata Sumarni, sebuah batu besar tiba-tiba datang sekitar pukul 03.00 WIB.
Ia juga mengaku mendengar suara batu besar tersebut.
"Itu batunya datang jam setengah tiga malam, otomatis kita sebagai tetangga dekat jelas dengar suaranya,"
Tak sampai di situ, kursi-kursi pun tertata rapi.
Mengutip dari Tribun Jateng, batu besar tersebut dianggap sebagai bangunan prasasti.
Menjadi tanda sahnya sebuah kerajaan berdiri.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Miftah, Tribun Jateng, Kompas TV)