Dalami Ajaran Agama dari Sumber-Sumber Tepercaya
Pemahaman agama ini harus berasal dari sumber yang jelas, bukan malah dari media sosial atau mesin pencarian
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Di antara berbagai isu, masalah paparan radikalisme adalah satu hal yang harus diwaspadai.
Untuk mencegah hal itu, pemahaman agama dinilai penting bagi anak didik di sekolah.
Pemahaman agama ini harus berasal dari sumber yang jelas, bukan malah dari media sosial atau mesin pencarian.
“Jangan mencari informasi agama dari media sosial, tapi dari sumber terpercaya misalnya kiai atau ustaz yang memang memiliki pemahaman agama yang mumpuni,” ujar Iptu Sudiasih, Kanit Bintibmas Sat Binmas Polres Bantul, Yogjakarta, Rabu(15/1/2020).
Karena radikalisme adalah ideologi yang ingin melakukan perubahan sistematis dalam masyarakat, maka perlu ada upaya yang sistematis pula untuk mengatasinya.
Salah satunya dengan mendalami ajaran agama dari sumber-sumber tepercaya.
Baca: Klaim Dunia Akan Berakhir Pada 15 Agustus 2020, Ternyata Sunda Empire Bukan Ormas
Baca: Di Purwakarta Power Bank Meledak Membakar Mobil
Baca: Motor Listrik Merek Veda di Permasalahkan Masyarakat Bali, Pengini Etikat Baik Produsennya
“Jangan mencari informasi agama melalui medsos, apalagi medsos jadi penyebaran informasi yang tidak benar,” katanya saat memberikan pemaparan di SMP & SMA Kesatuan Bangsa.
Selain dihadiri oleh siswa, guru hadir pula pada seminar tersebut kepala sekolah SMP Kesatuan Bangsa Ahmad Fauzi, kepala SMA Kesatuan Bangsa Ahmad Nurani.
“Selain pemahaman agama yang benar, juga dituntut adanya keterbukaan pikiran (open minded) dan kewaspadaan terhadap upaya perekrutan kelompok radikal,” ujar Ahmad Ihsanudin humas SMA Kesatuan Bangsa, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu(18/1/2020).
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius menyebut internet menjadi salah satu media penting dalam penyebarluasan radikalisme dan terorisme.
“Selain menjadi kekuatan, internet juga menjadi ancaman dalam penyebaran hoaks, radikalisme, penipuan, pornografi, bullying, prostitusi, SARA, ujaran kebencian, narkoba, dan masih banyak lagi ancaman dari internet tersebut,” ujarnya.
Dari sisi radikalisme juga tidak bisa dilihat hanya dari penampilan semata.
Data Kementerian Kominfo, selama tahun 2018, telah dilakukan pemblokiran konten yang mengandung radikalisme dan terorisme sebanyak 10.499 konten. Terdiri dari 7.160 konten di Facebook dan Instagram, 1.316 konten di Twitter, 677 konten di Youtube, 502 konten di Telegram, 502 konten di filesharing, dan 292 konten di situs website.