Fakta dan Kronologi Pelecehan Seksual di Rutan Perempuan Bandung
Pelecehan seksual terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIa/Lapas Perempuan Klas II A Bandung.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Pelecehan seksual terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIa/Lapas Perempuan Klas II A Bandung.
Pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh tahanan wanita yang memiliki orentasi seksual menyimpang.
Peristiwa tersebut terjadi pada awal Januari 2020.
Korban, Va (22) yang merupakan tahanan baru itu merasa dilecehkan saat tertidur.
Berikut ini 5 fakta pelecehan seksual di Rutan Klas IIa.
1. Kronologi
Korban Va sempat berkomunikasi dengan Tribun Jabar melalui surat sebelum akhirnya bertemu secara langsung.
Dalam suratnya, Va menceritakan kronologi saat tahanan lesbi melecehkannya.
Aksi tersebut terjadi saat Va tengah tertidur.
"Awalnya saya tidur di tengah. Tiba-tiba teman saya minta pindah dan saya iyakan," ucap Va dalam tulisan pembukanya.
Namun, sekitar pukul dua dini hari, Va terbangun karena merasakan sesuatu yang janggal.
"Ada yang mengusap rambut saya. Saya masih berpikir itu adalah rasa sayang sebagai teman. Tapi lama-lama saya risih karena dia mencium pipi dan bibir saya," tulis Va.
Karena tahanan itu terus menciuminya, tulis Va, ia pun berontak.
Baca: Tahanan Baru di Rutan Perempuan Bandung: Dilecehkan Lesbian, Kepala Rutan Sebut Baru Percobaan
Baca: Pelecehan Seksual Sesama Tahanan Terjadi di Rutan Perempuan Bandung
"Saya yang tadinya pura-pura tidur langsung bangun dan pergi ke kamar mandi, dan dia pura-pura tidur. Kemudian saya bangunkan teman saya untuk pindah posisi," tulis Va.
"Ya, itu surat yang saya buat," kata Va saat Tribun menunjukkan surat berisi tulisan tangan yang menjelaskan kronologi pelecehan seksual yang dialami Va di Rutan Perempuan Bandung.
Va tidak terima mendapat perlakuan seperti itu karena ia tidak menyukai sesama jenis.
"Saya melapor karena orientasi seksual saya masih normal. Saya enggak belok (lesbi). Kalau belok, ya saya enggak laporan," ujar Va.
2. Lapor ke Keluarga
Setelah peristiwa itu, keesokan harinya Va menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.
Ia juga melapor ke petugas rutan.
Laporan itu, kata Va, langsung direspons oleh petugas rutan. "Saya tidak menyukai sesama jenis," tulis Va.
Orangtua Va, Linasih (48) mengaku anaknya memang sempat mengadu soal pelecehan seksual di dalam rutan.
"Anak saya bercerita sambil menangis. Katanya, malam-malam digerayangi sama teman satu kamarnya yang perempuan. Saya khawatir dengan kondisi anak saya," ujar Linasih saat dihubungi Tribun melalui pesawat telepon, beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi.
Baca: 7 Fakta Oknum Dosen di Padang Lecehkan Mahasiswi di Toilet, Berawal Cubit Betis hingga Nasib Korban
Baca: Bule Cantik Asal Jerman Teriak Setelah Lihat Kemaluan Pria di Bukittinggi, Warga Berdatangan
Selain khawatir dengan keselamatan anaknya, kata Liasih, ia juga sangat khawatir perilaku lesbian itu menular kepada anaknya jika penyimpangan perilaku seksual itu terus menimpa anaknya.
"Saya bilang sama dia, laporkan saja perbuatan si pelakunya ke petugas. Jangan berantem atau ngelawan," kata Linasih mengulang ucapannya kepada anaknya ketika itu.
Laporan anaknya, kata Linasih, rupanya langsung direspons oleh petugas.
Pelaku langsung ditindak dan ditempatkan di sel isolasi selama sepekan, sedangkan Va dipindah ke salah satu lembaga pemasyarakatan di Jawa Barat.
3. Dipisahkan
Kepala Rutan Perempuan Kelas IIa Bandung, Dr Lilis Yuaningsih, mengatakan, pelecehan seksual dari seorang tahanan yang memiliki orientasi seksual menyimpang kepada seorang tahanan baru memang sempat terjadi pada awal Januari lalu.
"Kemarin itu ada. Itu percobaan karena tidak ada respons dari pihak yang satunya. Baru percobaan untuk penyimpangan seksual. Setelah si yang tidak terima melapor, hari itu juga langsung diambil tindakan," ujar Lilis saat ditemui di sela pelaksanaan ujian CPNS Kemenkum HAM, di Jalan Pangaritan, Bandung, Senin (3/2/2020).
"Itu tindakan penyelamatan supaya pelapor nyaman. Setelah itu, pihak terduga langsung diproses, dimintai keterangan, menjalani sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan), baru masuk sel isolasi seminggu. Putusan masuk sel itu rekomendasi dari sidang TPP," ujarnya.
Ia mengatakan, tindakan penyelamatan harus dilakukan untuk mencegah hal-hal tidak diinginkan.
"Setelah putusan sidang TPP merekomendasikan si terduga terbukti kemudian masuk sel isolasi, otomatis dia register F. Anak yang merasa dirugikan dipindahkan, selain itu ia sudah vonis. Itu untuk menghindari hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Lilis mengatakan, aksi lesbian di rutan yang dipimpinnya ini yang pertama.
"Kami langsung respons laporan tersebut karena prinsipnya kami punya kewajiban untuk pembinaan, memberikan edukasi supaya hal itu tidak terjadi," ucap Lilis.
4. Rahasia Umum
Perilaku seksual menyimpang yang terjadi di kamar penjara sudah menjadi rahasia umum.
Beberapa waktu lalu, hal ini bahkan sempat pula diakui Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jabar, Liberti Sitinjak.
Saat itu, ia mengatakan, kondisi lapas dan rutan yang kelebihan kapasitas menjadi penyebabnya.
"Ibarat kata, kondisi itu membuat kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala, badan ketemu badan. Dampaknya, muncul homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti dalam acara penguatan pelaksanaan tugas pelayanan, penegakan hukum dan HAM bagi pegawai Kanwil Kemenkumham Jabar di Sport Arcamanik, pertengahan tahun lalu.
Meski demikian, Liberti menolak mengungkap persentase napi dan tahanan yang menderita penyimpangan seksual, serta di lapas dan rutan mana saja hal itu terjadi.
"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimanapun, seseorang yang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada, tapi tidak etis saya buka," ujar Sitinjak.
Ditemui pada acara yang sama, seorang petugas salah satu lapas di Kota Bandung, mengaku pernah memergoki aktivitas menyimpang itu.
"Pernah melihat perilaku homoseks seperti itu. Saya kebetulan lihat laki-laki sama laki-laki," ujar seorang petugas lapas itu.
Biasanya, kata dia, perilaku itu terjadi di kamar tahanan saat siang hari.
Kalau malam hari, umumnya napi sudah berada di dalam kamar.
"Siang hari, saat saya kontrol, saya lihat dua napi berduaan di kamar, di pojokan dekat toilet. Perbuatannya, intinya, tidak normal. Saya enggak sengaja melihat dan saya langsung tegur," ujarnya.
5. Baru Beroperasi
Rutan Perempuan Kelas IIa Bandung dibangun persis di sebelah timur Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.
Menempati lahan seluas 11.830 meter persegi, pembangunan rutan menelan dana Rp 25 miliar. Rutan ini dioperasikan pada Oktober 2019.
Rutan perempuan ini memiliki 16 kamar tahanan dengan kapasitas maksimal 224 tahanan. Ini berarti satu kamar dihuni maksimal 14 tahanan.
Selain sel tahanan, rutan juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk rumah dinas dan rumah ibadah.
Para tahanan diawasi oleh 48 petugas. Per 3 Februari 2020, jumlah warga binaan di rutan ini baru 124 orang, masih jauh dari kapasitas maksimalnya.
Sebanyak 124 warga binaan terdiri atas 54 tahanan dan 70 narapidana.
(Tribun Jabar/Mega Nugraha)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Pelecehan Seksual di Rutan Perempuan Bandung, Ini Faktanya, dari Kronologi Hingga Ciri-ciri Lesbian,