Update: Terduga Virus Corona di RSUP Kariadi Semarang ternyata Meninggal Karena Penyakit Ini
Pasien tersebut meninggal saat menjalani perawatan intensif di Ruang Isolasi ICU RSUP dr Kariadi Semarang.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Seorang pasien dalam pengawasan suspect virus corona (Covid-19), meninggal dunia pada Minggu (23/2/2020).
Pasien tersebut meninggal saat menjalani perawatan intensif di Ruang Isolasi ICU RSUP dr Kariadi Semarang.
Namun pihak rumah sakit memastikan, pasien tersebut meninggal bukan karena virus corona.
Berkait hal tersebut, bertempat di Gedung Penunjang Lantai 1, Rabu (26/2/2020), pihak rumah sakit membeberkan terkait pasien tersebut meninggal dunia.
Tujuannya tidak ada spekulasi lain yang beredar, terlebih yang justru meresahkan masyarakat.
Menurut Direktur Medik dan Keperawatan RSUP dr Kariadi Semarang, dr Agoes Oerip Poerwoko, ada dua istilah yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
"Yakni Pasien dengan Pengawasan (PDP) dan Orang dalam Pemantauan (ODP)."
"Itu perlu kami sampaikan, terlebih kasus yang merebak dari Desember 2019 hingga Januari 2020 yang sudah banyak dibicarakan di Indonesia."
Baca: Ada Wabah Corona, Menhub: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Masih Sesuai Target
Baca: Pertama Kali di Hokkaido Jepang Satu Meninggal Gara-gara Virus Corona
Baca: Wabah Virus Corona Meluas, Olimpiade Tokyo 2020 Terancam Batal
"Sejak Januari sampai hari ini, kami sudah sempat merawat 10 pasien," kata dr Agus kepada Tribunjateng.com, Rabu (26/2/2020).
Alhamdulillah, lanjutnya, 10 pasien tersebut, 9 pasien sudah dinyatakan negatif oleh laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) di Jakarta.
"Jadi memang di Indonesia yang melakukan pemeriksaan virus corona dipusatkan di Litbangkes."
"Sedangkan satu pasien masih dirawat. Ini kami masih menunggu hasil pemeriksaan atas pasien tersebut," tambahnya.
Dia menuturkan, untuk pasien yang meninggal, manifestasi infeksi pada seseorang itu banyak.
Pada kasus pasien yang meninggal, dimanifestasi seperti pada kasus-kasus Pneumonia (radang paru-paru) dan gangguan pernapasan berat.
"Walaupun gangguan berat, tapi bukan karena infeksi virus corona, yang lain juga bisa termasuk infeksi bakterial."
"Proses spesifik juga bisa dan proses-proses untuk mendeteksi itu sudah kami lakukan."
"Kebetulan tidak kami temukan adanya penyebab dari virus corona. Namun masih akan kami lakukan untuk menemukan penyebab lain," ujarnya.
Dia memaparkan, PDP itu adalah pasien dengan gejala klinis demam, batuk, dan sesak napas.
Kemudian pernah punya riwayat kunjungan ke beberapa negara yang positif corona oleh World Healht Organization (WHO).
Sementara, ODP adalah orang yang punya riwayat kunjungan ke negara-negara dan dinyatakan positif, tapi tidak menunjukkan gejala klinis.
"Maka, kedua kategori tersebut berbeda perlakuan. Yang kami rawat adalah orang dalam pengawasan, jadi memang ada gejala klinis."
"Pada Minggu (23/2/2020) memang ada pasien dalam pengawasan yang meninggal dunia."
"Jadi memang secara klinis pasien masuk dalam pengawasan, karena memang pasien ada riwayat kunjungan ke luar negeri."
"Pasien itu menunjukkan gejala klinis bisa demam, batuk, sesak napas, dan gangguan napas berat," ungkapnya.
Dokter Agus menyampaikan, pasien itu diperlakukan sesuai pedoman yang dibuat oleh Kemenkes.
Yaitu, penanganan dan pemeriksaan penunjang yang tujuannya adalah mencari penyebab utama apakah terjadi infeksi virus corona atau tidak.
Penanganan Pasien
Terkait penanganan, dr Agus menyampaikan, kalau pasien belum jelas atau pasien dalam kategori pengawasan, perlakuannya dianggap positif terlebih dahulu.
"Kenapa kami anggap positif? Karena kami melindungi diri dan petugas-petugas kesehatan."
"Katakanlah, seperti teman-teman kami yang dipulangkan dari China itu."
"Walaupun secara fisik mereka sehat, petugas tetap ditangani atau diperlakukan sama."
"Misal di ruang isolasi, petugasnya dengan pakaian khusus. Tujuannya untuk mencegah kalau misalnya itu terbukti infeksi," tuturnya.
Bagi dia, petugas perlu selama 24 jam penuh menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) standar.
"Jadi setiap shif mereka memakai APD. Sampai pasien meninggal pun, prosesnya kami samakan dengan pasien-pasien yang dianggap positif."
"Sampai kemudian sehari setelah meninggal hasilnya keluar dan negatif. Kalau negatif, kami yang melakukan penanganan," tambahnya.
Secara prosedur, khusus ODP dilakukan pemantauan selama 14 hari seperti dikarantina.
Yakni di rumah tidak boleh bergaul dengan orang lain.
Hal itu menurut dr Agus, untuk menjaga agar yang berada di lingkungan sekitar tidak mudah tertular.
Karena masa inkubasi adalah 14 hari.
"Jadi terkait pasien yang meninggal dunia itu, awal masuk rumah sakit kami sudah memberi informasi kepada keluarga agar tidak berkunjung menengok."
"Proses memberikan pengertian kepada keluarga ini yang sulit sebenarnya bagi kami."
"Yakni, bagaimana kami menjelaskan kepada keluarga, melarang keluarga mendampingi yang lagi sakit."
"Ya, proses-proses itu sudah kami lakukan. Termasuk pemulasaraan jenazah, semuanya sudah kami proses di rumah sakit."
"Kemudian tinggal menuju ke pemakamam oleh keluarga."
"Semua proses sudah kami lakukan agar tidak menular, dan sekali lagi hasilnya negatif," tambahnya.
Agus menegaskan, penyebabab pasien yang meninggal karena pnemonia, bukan karena virus corona.
"Kami juga perlu luruskan tidak ada istilah suspect corona," tandasnya.
Terkait 10 pasien dalam pengawasan yang dimaksud adalah 3 di antaranya WNA dari Jepang, China, dan Korea.
Sedangkan sisanya warga negara Indonesia (WNI).
Negatif Corona
Sebelumnya juga telah disampaikan oleh Kabid Pelayanan Medik RSUP dr Kariadi Semarang, dr Nurdopo Baskoro.
"Menurut hasil laboratorium yang kami terima Senin (24/2/2020), pasien tersebut negatif corona (Covid-19)," kata dr Nurdopo kepada Tribunjateng.com, Selasa (25/2/2020) malam.
Saat ini pasien sudah dikembalikan ke keluarga dan keluarga sudah diberi edukasi terkait penanganan pasien yang meninggal tersebut.
"Karena sebelumnya, pasien yang meninggal belum diketahui penyebabnya."
"Maka kami perlakukan pengawasan virus Covid-19."
"Sehingga, perlakuan yang kami lakukan seperti pasien yang terkena virus corona," tambahnya.
Pasien tersebut merupakan WNI dari Jawa Tengah.
Menurutnya, setiap pasien yang diduga terjangkit virus corona, yang sudah keluar, mendapat resume ringkasan perawatan.
Termasuk juga catatan apabila yang bersangkutan mendapatkan gejala klinis seperti sebelumnya harus kembali atau segera ke klinik.
"Alhamdulillah yang sudah kami pulangkan tidak ada masalah," ujarnya. (Muhammad Sholekan)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Bukan Karena Virus Corona, Ini Penyebab Meninggalnya Pasien dalam Pengawasan RSUP Kariadi Semarang
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.