Keluarga Tersangka Tragedi Susur Sungai Kena Imbasnya, Sang Anak Di-bully di Sekolah
Pilunya Kehidupan Keluarga Tersangka Tragedi Susur Sungai, sang Anak Diberi Hujatan Kelewat Sadis!
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tiga orang tersangka dalam peristiwa Tragedi Susur Sungai di Sleman dihadirkan di Mapolres Sleman.
Mereka diperlihatkan kepada publik dalam kondisi kepala plontos.
Sontak hal ini pun jadi perdebatan di media sosial.
Ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Tak sedikit di antaranya yang mengecam tindakan penggundulan terhadap para tersangka yang menyebabkan 10 pelajar SMPN 1 Turi meninggal dunia dalam kegiatan susur sungai yang berlangsung pada Jumat lalu.
Apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana awal mula penggundulan terhadap mereka?
Pengakuan Tersangka Susur Sungai
IYA, salah satu tersangka akhirnya buka suara setelah mereka mengetahui bahwa peristiwa penggundulan itu ternyata menjadi perdebatan publik.
Menurut IYA, mereka dan dua rekannya yang juga ditahan saat ini dalam keadaan baik dan tidak mendapatkan tekanan dari siapa atau apa pun.
Pun demikian halnya, Ia menceritakan bahwa selama pemeriksaan dan penahanan diperlakukan dengan baik.
Mematahkan perdebatan di luar, IYA mengatakan bahwa penggundulan ini karena permintaan mereka sendiri.
"Jadi kalau gundul itu memang permintaan kami, jadi pada dasarnya demi keamanan, karena kalau saya tidak gundul banyak yang melihat saya. Kalau gundul kan sama-sama di dalam gundul semua. Jadi ini permintaan kami," ujarnya.
Mereka tidak ingin terlihat mencolok sehingga, selain gundul mereka juga ingin mengenakan seragam tahanan yang sama dikenakan oleh tahanan lainnya.
"Kalau di dalam sama-sama gundul, bajunya juga sama, jadi orang melihatnya nggak terlalu spesifik ke saya," imbuhnya.
Selama pemeriksaan pun ia mengaku bahwa tidak ditekan atau bahkan dipukuli. Justru ia mengaku diperlakukan dengan baik oleh petugas.
"Bahkan petugas, setiap datang ke tempat kami, kami bertiga pasti disupport diberi dukungan moral sehingga hati kami semakin kuat," ucapnya.
Ia berharap kesimpangsiuran informasi di media sosial dapat segera reda. Sehingga merekapun juga tenang dalam menjalani proses hukum ini, dan menyatakan akan menerima segala keputusan hukum yang berlaku.
Sementara itu Kapolres Sleman AKBP Rizki Ferdiansyah menyampaikan bahwa pada prinsipnya penyidik satreskrim polres Sleman melakukan penyidikan sangat dengan hati-hati dan secara prosedural dan tidak mungkin meakukan penyidikan dengan semena-mena.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya mempunyai aturan internal dan saat ini propam polda sudah turun untuk memeriksa anggota Polres Sleman.
Apakah ditemukan pelanggaran atau tidak dalam penggundulan ini.
"Namun yang terpenting, yang ingin saya sampaikan, saya bisa seperti ini karena guru. Kasat Reskrim bisa seperti ini karena guru. Tidak mungkin kita memperlukan seorang guru tidak manusiawi," tegasnya.
Ia menekankan bahwa proses penyidikan tetap pada koridor aturan yang ada.
"Terkait propam, pemeriksaan sudah berjalan nanti kita lihat hasilnya apa," imbuhnya.
Terkait dengan perundungan yang dialami oleh keluarga tersangka, Kapolres mengatakan agar masyarakat dapat menahan diri dan menghentikan segala bentuk perundungan terlebih pengancaman.
Pasalnya, tersangka selama pemeriksaan juga dinilai sangat kooperatif.
"Seorang guru, yang bertanggung jawab mengajarkan bagaimana orang tidak berbohong dan berbuat baik, dan itu dilakukan oleh mereka."
"Tolong hargai itu dan jangan melakukan pengancaman ke keluarga mereka. Mereka juga ikhlas dan siap menjalani dari apa yang harus dipertanggungjawabkan," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan bahwa selama ini polisi bekerja tidak berdasarkan tekanan, namun berdasarkan fakta hukum dan petunjuk yang ada.
Termasuk dalam penetapan tersangka.
"Kita tentukan sesuai perannya masing-masing, jangan sampai kita menyalahkan orang yang tidak salah. Sementara tersangka masih tiga," tutupnya.
PGRI Kunjungi Polres Sleman
Perdebatan penggundulan yang dilakukan oleh polisi terhadap tiga orang tersangka yang merupakan Pembina Pramuka SMPN 1 Turi akhirnya selesai. Pemerintah Kabupaten Sleman bersama PGRI DIY mengunjungi Polres Sleman untuk meninjau langsung bagaimana kondisi ketiga orang tersangka.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Arif Haryono di Mapolres Sleman, Rabu (26/2) mengatakan bahwa kedatangannya saat itu untuk mengetahui bagaimana para pembina tersebut diperlukan saat berada dalam penyidikan dan penahanan.
"Ini poin paling penting yang perlu kami sampaikan. Karena kita tahu bahwa mereka sedang menjalani proses hukum," jelasnya.
Namun diakuinya bahwa ia sudah mendengar sendiri jika para tersangka telah menjalani proses hukum tanpa tekanan. Bahkan permintaan untuk mencukur gundul itu datang dari para tersangka.
"Penggundulan bahkan sesuai permintaan mereka supaya mereka di sini sama seperti tahanan lain," imbuhnya.
Oleh karenanya, dia mengimbau agar pihak yang berkomentar untuk terlebih dahulu paham akan duduk perkaranya.
"Para pembina pramuka di polres sleman ini ternyata tidak ada masalah kaitannya kesehatan, termasuk pemotongan rambut," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Advokasi Perlindungan Hukum dan Penegakan Kode Etik PGRI DIY, Andar Rujito mengajak agar guru di Indonesia bangga kepada tersangka, terlepas dari kasus yang menjerat mereka. Sebab menurutnya, para guru yang menjadi pembina pramuka ini telah menunjukkan tanggung jawabnya.
"Jadi saya mengajak guru di Indonesia untuk bangga bagaimana dia bertanggung jawab atas perbuatannya, oleh karena itu dia harus merasakan sama di depan hukum. Kalau tahanan lain digundul dan lain-lain maka dia ingin dipersamakan, guru tidak harus diistimewakan, itu yang ingin dia sampaikan," ujarnya.
Keluarga Tersangka Susur Sungai Alami Perundungan
Agus Sukamta (58) kakak sepupu dari IYA, tersangka susur sungai menceritakan bahwa istri dan anak-anak tersangka mengalami tekanan psikologis. Mereka jadi korban perundungan di media sosial, bahkan anak-anak tersangka juga dihakimi oleh teman sebayanya.
"Eh ayah mu pembunuh ya?" ucapnya menirukan perkataan yang didapat oleh anak-anak IYA.
Anak-anak dari IYA juga sempat melihat pemberitaan tentang ayahnya di YouTube melalui ponsel dan langsung melemparkan ponsel tersebut karena ketakutan. Akibat hal-hal ini kedua anak IYA yang masih duduk di bangku kelas 5 dan 6 SD menjadi ketakutan dan sempat tak mau sekolah.
"Anak-anak beberapa hari tidak masuk sekolah, tapi karena sudah agak tenang, mereka sudah mau ke sekolah diantar eyangnya," terangnya.
Saat di sekolah mereka pun hanya bisa sembunyi sebelum dijemput. Beruntung pihak sekolah mau membantu dengan menemani anak-anak tersebut.
Karena aksi perundungan gencar di media sosial, pihak keluarga saat ini tak memperbolehkan anak-anak dan istri IYA untuk memegang ponsel.
"Kami bisa memahami IT yang berkembang, dan viral medsos memang memberikan tekanan psikologis ke anak-anaknya. Bahkan istri IYA ketemu orang juga takut," paparnya.
Istri IYA kini lebih banyak diam dan melamun. Bahkan saat tidur pun istri IYA kerap mengigau mengkhawatirkan anak-anaknya. Ia menerangkan bahwa aktivitas keluarga inti dari IYA jadi terganggu gara-gara tekanan ini.
"Mau tidak mau kita ungsikan, kondisi di sekitar tidak kondusif untuk beberapa saat. Tapi pihak kampung juga ikut membantu ronda, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Namun dibalik itu semua, ia menyatakan bahwa keluarga jelas berempati dan turut merasakan kesedihan bagaimana kehilangan anak. Meluarga sangat mendukung IYA dan mendorong agar bersikap gentleman dan bertanggung jawab. Mereka menyerahkan sepenuhnya ke proses hukum yang berlaku.
"Saya mewakili tersangka, memohon maaf kepada seluruh keluarga korban. Kami dari keluarga merasakan betapa sedihnya keluarga yang ditinggalkan. Kami memohon maaf sebesar-besarnya, dan belasungkawa sedalam-dalamnya," ujarnya.
Terkait perundungan yang dialami, ia meminta agar seluruh masyarakat bijak dalam melihat kasus ini dan biarkan proses hukum berjalan. Pihaknya pun tak ada niat untuk melaporkan akun-akun yang melakukan perundungan.
Salah satu hal yang sering dikatakan netizen adalah perihal IYA yang melarikan diri dan terkesan lempar tanggung jawab saat kejadian.
Terkait hal tersebut kuasa hukum IYA, yakni Oktryan Makta meluruskan dan mengungkapkan apa yang terjadi di lokasi kejadian.
"Itu tidak benar. Karena sejurus terjadinya kejadian laka air susur sungai sempor telah hadir di tempat kejadian perkara dan berupa menyelamatkan beberapa siswa-siswi yang menjadi korban," terangnya.
Namun diakuinya bahwa sebelum peristiwa itu terjadi, IYA sempat ada kepentingan di luar kegiatan susur sungai dan harus meninggalkan lokasi.
Begitu IYA mendapat informasi adanya laka sungai, ia pun bergegas ke lokasi dan turut membantu menyelamatkan anak-anak.
Bahkan seusai kejadian itu, IYA tetap mengikuti prosedur termasuk memberikan keterangan ke kepolisian.
"IYA tidak melarikan diri, tak ada maksud melepas tanggungjawab," tegasnya.
Pihak kuasa hukum pun, tanpa bermaksud memojokan pemangku di sekolah, menyampaikan bahwa kegiatan ini sudah bagian dari kegiatan yang diprogramkan sekolah.
Jadi menurutnya ini bukan tanggungjawab individual.
"Sepanjang murid melakukan kegiatan kesiswaan, itu berarti merupakan kegiatan sekolah. Itu bukan kegiatan serta merta atau mendadak. Tapi adanya musibah itu diluar perencanaan yang ada," tuturnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Alasan Sebenarnya Kenapa Para Tersangka Susur Sungai SMPN 1 Turi Minta Digundul, https://jogja.tribunnews.com/2020/02/27/alasan-sebenarnya-kenapa-para-tersangka-susur-sungai-smpn-1-turi-minta-digundul?page=all