Begini Perjuangan Puluhan Siswa di Gunungkidul Berburu Signal agar Bisa Kerjakan Tugas Sekolah
Wilayah Desa Petir Rongkop yang banyak perbukitan karst diduga membuat ada beberapa blank spot sinyal
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, GUNUNGKIDUL - Puluhan siswa di Dusun Petir B, Desa Petir, Kecamatan Rongkop, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta harus naik turun gunung untuk memperoleh signal.
Mereka harus melakukan itu agar bisa mengerjakan dan mengirimkan tugas sekolah secara daring.
Setiap ada tugas, mereka menyusuri jalan setapak ke atas bukit untuk mendapatkan sinyal yang bagus agar bisa tetap belajar.
"Siswa harus naik bukit yang tinggi agar memperoleh sinyal,” kata Kepala Desa Petir, Sarju, saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon Selasa (5/5/2020) dikutip Tribunjogja.com dari kompas.com.
Sarju mengatakan, hingga kini belum semua penyedia jasa seluler punya sinyal di desanya.
Selain itu, wilayah Desa Petir yang banyak perbukitan karst diduga membuat ada beberapa blank spot sinyal.
Salah satu wilayah dalam Desa Petir yang minim sinyal adalah Dusun Petir B.
Baca: Kementan Beri Bantuan UPPO untuk Petani Gunung Kidul
Bahkan, akibat buruknya sinyal selular, sejumlah wartawan kesulitan saat hendak menghubungi Kepala Dusun Petir B, Warisna, lewat telepon atau pesan singkat.
Akibatnya ada 21 siswa SD hingga SMA yang mendaki Gunung Temulawak setiap kali harus mengirimkan tugas ke gurunya.
"Anak-anak menaiki Gunung Temulawak yang cukup tinggi. Terletak di sebelah selatan Dusun," kata Warisna, saat dihubungi.
Warisna mengatakan, salah satu siswa yang naik turun gunung untuk mengirimkan tugas adalah anaknya yang masih duduk di bangku SMP, Alodia Daffa Sinanta.
Alodia harus menempuh berjalan kaki sekitar 250 meter untuk sampai di kaki bukit.
Kemudian, setelah beberapa temannya kumpul, mereka bersama menaiki bukit.
Kondisi ini sudah dilakukannya selama lebih dari satu bulan.
Baca: Telkomsel: 4,2 Juta Orang Sudah Gunakan Kuota Gratis 30 GB Selama Pandemi
"Ya capek, karena harus membawa buku banyak terus naik gunung. Apalagi saat puasa seperti saat ini," ucap Alodia.
Meski demikian, Alodia bisa maklum dengan kondisi ini. Dia tidak mempermasalahkan kebijakan pemerintah yang meminta para siswa belajar di rumah hingga wabah virus corona berakhir.
Belajar di Rumah TVRI
Jauh hari yang lalu untuk mengatasi keterbatasan akses jaringan internet dan juga bahan pembelajaran daring selama wabah Covid-19, Mendikbud Nadiem Makarim menggandeng TVRI menginisiasi program " Belajar dari Rumah".
"Program Belajar dari Rumah merupakan bentuk upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat di masa darurat Covid-19," ujar Nadiem Makarim pada telekonferensi Peluncuran Program Belajar dari Rumah di Jakarta, pada Kamis (9/4/2020).
Mendikbud Nadiem menambahkan, "(Program ini) khususnya membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan pada akses internet, baik karena tantangan ekonomi maupun letak geografis.”
Tidak semua bisa akses internet
Penyebaran pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) mengakibatkan banyak peserta didik harus melaksanakan kegiatan belajar di rumah, baik melalui sarana dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring).
Namun, tidak semua peserta didik maupun pendidik memiliki kemampuan untuk mengakses platform pembelajaran daring secara optimal.
Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan Program "Belajar dari Rumah" di TVRI.
Program Belajar dari Rumah di TVRI, merupakan respons Kemendikbud terhadap masukan Komisi X DPR RI pada Rapat Kerja tanggal 27 Maret 2020 yang lalu. (Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siswa di Gunungkidul Harus Naik Turun Gunung agar Bisa Belajar Online"