Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perayaan Lebaran di Masa Pandemi Corona, Sosiolog: Maknanya Tak Jauh, Masih Bisa Silaturahmi Virtual

Perayaan lebaran di masa pandemi corona sedikit berbeda dari biasanya, namun sosiolog dari UNS Drajat Tri Kartono mengatakan maknanya tidak jauh beda.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Perayaan Lebaran di Masa Pandemi Corona, Sosiolog: Maknanya Tak Jauh, Masih Bisa Silaturahmi Virtual
HERUDIN/HERUDIN
Warga memilih baju bekas layak pakai hasil sumbangan di RT 02 RW 04 Kelurahan Jati Padang, Jakarta, Jumat (22/5/2020). Pakaian bekas layak pakai gratis tersebut diperuntukan bagi warga yang membutuhkan karena terdampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk pencegahan Covid-19 di DKI Jakarta yang berimbas pada berkurangnya pendapatan mereka. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM - Tepat di hari ini, Sabtu (23/5/2020) menjadi hari terakhir masyarakat Indonesia merasakan bulan ramadan 2020.

Bulan ramadan tahun ini dilakukan dalam suasana yang berbeda karena Pandemi Corona atau Covid-19 yang sedang melanda dunia.

Tak berbeda dengan bulan ramadan, perayaan lebaran 2020 pun dibarengi suasana pandemi Covid-19.

Kendati demikian, menjelang perayaan lebaran, aktifitas masyarakat mulai tampak lebih produktif dari hari-hari sebelumnya.

Viralnya foto-foto warga berkerumun di dalam pusat perbelanjaan dan pasar menjadi bukti, agaknya perayaan lebaran dilaksanakan seperti biasanya.

Antrean pengunjung CSB Mall di Kota Cirebon
Antrean pengunjung CSB Mall di Kota Cirebon (Tribun Jabar/Ahmad Imam Bahari)

Baca: Jangan Senang Dulu, Lebaran Kasus Covid-19 Pasti Menurun, Tapi Dikhawatirkan Melonjak Setelahnya

Padahal, kasus corona di Indonesia masih terus bertambah.

Lantas, apa yang membuat masyarakat bersikeras untuk merayakan lebaran meski di tengah pandemi corona?

Berita Rekomendasi

Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Dr Drajat Tri Kartono, MSi menanggapi hal ini.

Menurutnya, makna lebaran berkaitkan dengan makna cultural (budaya, red) yang terikat dengan nilai-nilai luhur.

Drajat menerangkan, ada dua hal yang mengaitkan makna lebaran dengan nilai-nilai luhur.

Pertama, lebaran diartikan sebagai makna perayaan karena telah mencapai kemenangan dalam berjuang di bulan ramadan.

Lalu kedua, lebaran dimaknai sebagai penghormatan kepada orang yang lebih tua dan kepada saudara-saudara.

"Makanya nilai budaya ini bertahun-tahun sudah dihargai dan dihormati."

"Banyak orang memaknai lebaran sebagai kebiasaan yang sudah mendarah daging," jelas Drajat kepada Tribunnews, Sabtu (23/5/2020).

Warga memilih baju bekas layak pakai hasil sumbangan di RT 02 RW 04 Kelurahan Jati Padang, Jakarta, Jumat (22/5/2020). Pakaian bekas layak pakai gratis tersebut diperuntukan bagi warga yang membutuhkan karena terdampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk pencegahan Covid-19 di DKI Jakarta yang berimbas pada berkurangnya pendapatan mereka. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Warga memilih baju bekas layak pakai hasil sumbangan di RT 02 RW 04 Kelurahan Jati Padang, Jakarta, Jumat (22/5/2020). Pakaian bekas layak pakai gratis tersebut diperuntukan bagi warga yang membutuhkan karena terdampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk pencegahan Covid-19 di DKI Jakarta yang berimbas pada berkurangnya pendapatan mereka. TRIBUNNEWS/HERUDIN (HERUDIN/HERUDIN)

Baca: Masih Perlukah Salam Tempel Saat Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19? Ini Trik Ala Ahli Financial

Oleh karena itu, Drajat mengatakan beberapa orang rela berjubel membeli baju lebaran karena merasa perayaan lebaran sudah mendarah daging.

Drajat menjelaskan, dalam ilmu sosiologi, tindakan ini disebut tindakan rasional instrumental.

Yaitu tindakan sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang terkandung di masyarakat.

"Hal itu seperti tragedi yang sudah biasa, ada rasionalis instrumental yang terkait dengan tujuan dan cara."

"Padahal ketika ada Covid-19, kita tidak bisa melakukan dengan sesuka kita."

"Ini ada larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan," terangnya.

Di tengah pandemi corona ini, lanjut Drajat, perayaan lebaran tidal bisa dilakukan seperti biasa.

Pasalnya, berkumpul dan bersalam-salaman merupakan aktifitas yang bisa menyebarkan mata rantai Covid-19. 

Warga dengan menerapkan physical distancing antre untuk belanja kebutuhan pokok di supermarket Tiptop, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (22/5/2020). Penerapan physical distancing dilakukan pengelola supermarket bagi warga yang berbelanja kebutuhan pokok jelang Lebaran untuk menghindari penyebaran dan penularan COVID-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga dengan menerapkan physical distancing antre untuk belanja kebutuhan pokok di supermarket Tiptop, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (22/5/2020). Penerapan physical distancing dilakukan pengelola supermarket bagi warga yang berbelanja kebutuhan pokok jelang Lebaran untuk menghindari penyebaran dan penularan COVID-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: Warga Lokal Inggris Soroti Pesan Tetap di Rumah Selama Lebaran

"Ada titik temu, yang satu tindakan yang dikontrol budaya dan menimbulkan resiko budaya misalnya dianggap kualat atau sombong dengan resiko terkena Covid-19 yang dikontrol oleh pemerintah dan aturan kesehatan," ujar Drajat.

Kendati demikian, Drajat menuturkan, makna lebaran di tengah pandemi tidak jauh berbeda dengan makna lebaran seperti biasanya.

Meski ada perubahan nilai, namun masyarakat tetap bisa bersilaturahmi virtual melalui sosial media atau aplikasi video call lainnya.

"Tentu ada perubahan nilai, tetapi maknanya tidak jauh, misalnya orang masih bisa bersilaturahmi melalui WhatsApp atau Zoom," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Maliana)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas