Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Terdengar Suara Gamelan Peninggalan Sunan Gunung Jati di Keraton Kasepuhan Lebaran Tahun Ini

Ada yang berbeda dalan perayaan Idulfitri tahun ini di Keraton Kasepuhan Cirebon. Tak ada suara tetabuhan gamelan yang biasa dibunyikan usai salat Id.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Tak Terdengar Suara Gamelan Peninggalan Sunan Gunung Jati di Keraton Kasepuhan Lebaran Tahun Ini
ISTIMEWA
Tradisi penabuhan Gamelan Sekaten di Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, pada Lebaran 2019. 

TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Ada yang berbeda dalan perayaan Idulfitri tahun ini di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Tak ada suara tetabuhan gamelan yang biasanya terdengar seusai salat Idulfitri.

Ya, tradisi penabuhan Gamelan Sekaten di Keraton Kasepuhan Cirebon pada Lebaran tahun ini tidak dilaksanakan akibat pandemi Covid-19.

Biasanya, tradisi penabuhan gamelan yang telah berusia kira-kira 600 tahun itu dilaksanakan setiap Idulfitri dan Iduladha.

Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, mengatakan, ritual jemasan atau pencucian Gamelan Sekaten tersebut tetap dilaksanakan meski tidak ditabuh.

Ritual jemasan telah dilaksanakan pada Jumat (23/5/2020) dan hanya melibatkan beberapa abdi dalem Keraton Kasepuhan.

"Sengaja tidak melibatkan banyak orang dalam pelaksanaan ritual jemasan Gamelan Sekaten ini," kata Arief Natadiningrat saat ditemui di Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Minggu (25/5/2020).

Berita Rekomendasi

Arief menjelaskan, ritual jemasan itu biasa dilaksanakan sebelum tradisi penabuhan Gamelan Sekaten digelar pada hari raya Idulfitri dan Iduladha.

Baca: Intip Potret Idul Fitri Syahrini dan Keluarga Reino Barack

Baca: Kerumunan Bergeser dari Kota Tua ke Kali Besar, Warga Nekat Berkerumun, Santai Berswafoto

Dalam ritual itu, Gamelan Sekaten dicuci menggunakan air yang dicampur bunga-bungaan.

Selain itu, gamelan peninggalan Sunan Gunung Jati tersebut juga digosok kain putih.

Selanjutnya gamelan itu dikeringkan pada tempat khusus sebelum dimainkan di Siti Inggil Keraton Kasepuhan di momen Lebaran.

"Tahun ini setelah dicuci gamelannya disimpan lagi karena tradisi penabuhannya ditiadakan," ujar Arief Natadiningrat.

Ritual jemasan sendiri kerap dilaksanakan di lingkungan Kasultanan Cirebon untuk membersihkan benda pusaka.

Terutama sebelum benda-benda pusaka peninggalan ratusan tahun lalu tersebut digunakan dalam tradisi tertentu.

Baca: Hasil Swab Test Adiknya Positif Covid-19, Via Vallen dan Keluarga Isolasi Mandiri di Rumah

 

Gamelan Sekaten
Gamelan Sekaten ()

Sejarah Gamela Sekaten
Gamelan Sekaten merupakan salah satu benda pusaka di Keraton Kasepuhan Cirebon peninggalan Sunan Gunung Jati.

Hingga kini, gamelan yang telah berusia 600 tahun itupun masih tersimpan rapi di Museum Benda Pusaka Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, mengatakan, Gamelan Sekaten merupakan salah satu media dakwah syiar Islam yang digunakan Sunan Gunung Jati.

Menurut dia, Sunan Gunung Jati menabuh gamelan tersebut di kompleks Alun-Alun Keraton Kasepuhan Cirebon.

"Saat itu, banyak warga yang datang untuk menikmati alunan musik Gamelan Sekaten," ujar Arief Natadiningrat saat ditemui di Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Minggu (25/5/2020).

Sunan Gunung Jati pun meminta upah dari warga yang berbondong-bondong menyaksikan penabuhan gamelan itu.

Namun, kata Arief, upah yang harus dibayarkan warga untuk menyaksikan pertunjukan Gamelan Sekaten bukanlah uang.

Tetapi dua kalimat syahadat yang harus diucapkan warga saat menonton Gamelan Sekaten.

"Setelah pertunjukan selesai, masyarakat yang datang dibimbing mengucapkan dua kalimat syahadat," kata Arief Natadiningrat.

Karenanya, kata sekaten berasal dari syahadatain yang berarti dua kalimat syahadat.

Ia mengatakan, Sunan Gunung Jati kerap menggunakan pendekatan seni budaya dalam menyiarkan Islam di Kota Udang.

Melalui cara dakwah tersebut jumlah pemeluk Islam di Cirebon pun meningkat setiap harinya, khususnya saat pertunjukan Gamelan Sekaten digelar.

Arief menyampaikan, hingga kini tradisi penabuhan gamelan itupun terus dilestarikan.

Gamelan tersebut biasanya dimainkan setahun dua kali, yakni saat Idulfitri dan Iduladha.

Penabuhan Gamelan Sekaten dimulai setelah Sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Mesjid Agung Sang Cipta Rasa usai menunaikan salat Id.

"Gamelan Sekaten ini sangat sakral sehingga hanya dikeluarkan saat Idulfitri dan Iduladha," ujar Arief Natadiningrat.

Ia mengatakan, pada Lebaran kali ini tradisi penabuhan gamelan yang biasanya digelar di Siti Inggil Keraton Kasepuhan itu ditiadakan akibat pandemi Covid-19.

Menurut Arief, warga sekitar dan pengunjung keraton biasanya memadati areal tersebut saat tradisi penabuhan Gamelan Sekaten berlangsung.

Namun, di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang kerumunan massa semacam itu justru harus dihindari.

Pasalnya, dikhawatirkan terjadinya penyebaran virus corona dan nantinya semakin banyak orang yang terpapar.

"Kami mengikuti imbauan pemerintah untuk tidak membuat kerumunan massa demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19," kata Arief Natadiningrat.

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Sejarah Penabuhan Gamelan Sekaten Saat 2 Hari Raya, 600 Tahun Lalu Jadi Media Penyebaran Islam, https://jabar.tribunnews.com/2020/05/25/sejarah-penabuhan-gamelan-sekaten-saat-2-hari-raya-600-tahun-lalu-jadi-media-penyebaran-islam?page=all.
dan Lebaran di Keraton Kasepuhan Tahun Ini Berbeda, Tak Ada Suara Gamelan Peninggalan Sunan Gunung Jati, https://jabar.tribunnews.com/2020/05/25/lebaran-di-keraton-kasepuhan-tahun-ini-berbeda-tak-ada-suara-gamelan-peninggalan-sunan-gunung-jati.
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas