Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Masyarakat Sipil Berharap Polisi Tahan Tersangka Bahara Sibuea Diduga Penganiaya Anak 3 Tahun

“Thompson Ambarita, masyarakat adat Sihaporas, tahun lalu melaporkan Bahara Sibuea atas pemukulan yang dilakukannya," katanya

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Masyarakat Sipil Berharap Polisi Tahan Tersangka Bahara Sibuea Diduga Penganiaya Anak 3 Tahun
Istimewa
Mario Teguh Ambarita (3 tahun 6 bulan) dipangku Marudut Ambarita (ayahnya), saat mengadu ke Polres Simalungun di Pematang Raya, Simalungun, Sumut, Kamis (18/9/2019). Balita itu diduga korban pemukulan karyawan PT TPL Bahara Sibuea 

TRIBUNNEWS.COM, SIMALUNGUN - Penyidik Polres Simalungun, Sumateran Utara, menetapkan tersangka Humas PT Toba Pulp Lestari (Tbk) Sektor Aek Nauli, Bahara Sibuea dalam kasus penganiaan/pemukulan warga masyarakat adat Sihaporas Thompson Ambarita, dan Mario Teguh Ambarita, anak usia 3 tahun 6 bulan.

Masyarakt sipil berharap polisi menahan Bahara.

Baca: Jemaah yang Nekat Berangkat Haji Tahun Ini Bakal Kena Sanksi Pidana dan Denda

Ketua Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantata (PW AMAN) Tano Batak Roganda Simanjuntak mengapresiasi upaya Polres Simalungun dalam menindaklanjuti laporan Masyarakat Adat Sihaporas, dan telah menetapkan tersangka Humas PT Toba Pulp Lestari Tbk Bahara Sibuea.

“Thompson Ambarita, masyarakat adat Sihaporas, tahun lalu melaporkan Bahara Sibuea atas pemukulan yang dilakukannya sehingga Thompson mengalami luka serius,” kata Roganda Selasa (2/6/2020).

Walaupun sebenarnya, dia tetap bertanya-tanya kenapa begitu lama, yaknai 8 bulan berselang dari waktu kejadian, Bahara ditetapkan sebagai tersangka. Sementara alat bukti sejak awal dilaporkan sudah tersedia.

Padahal dari pihak masyarakat adat, yakni Thompson Ambarita selaku Bendahara Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) dan Sekretaris Umum Lamtoras Jonny Ambarita, telah berproses hokum.

Mereka bahkan sudah bebas dari Lapas awal April 2020.

Berita Rekomendasi

“Oleh karena itu kami mendesak Kejari Simalungun untuk serius menindaklanjuti proses hukum terhadap tersangka Bahara Sibuea,” ujar Roganda berharap.

AMAN Tano Batak dan elemen masyarkat Sipil lainnya akan terus mengkawal proses hukum ini.

“Kita ketahui bersama bahwa Bahara Sibuea merupakan Humas dari perusahaan bubur kertas PT TPL,” kata dia.

Pernyataan senada disampaikan pegiat demokrasi dan hukum di Sumatera Utara, Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu).

Sekretaris Eksekutif Bakumsu Manambus Pasaribu, mengatakan, "Kami berharap, jaksa juga serius menangani kasus ini. Demikian juga saatnya nanti diserahkan ke pengadilan, majelis hakim agar menyidangkan secara profesional."

Mengingat dua pejuang masyrakat adat Sihaporas, yakni Thompson Ambarita dan Jonny Ambarita telah menjalani proses hukum, Manambus meminta polisi pun menahan Bahara.

"Kami meminta polisi dan jaksa juga manahan Bahara. Dari sisi hukum, memang polisi berhak menahan atau tidak menahan seorang tersangka dengan dalih dikhawatirkan mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti dan atau melarikan diri," kata Manambus.

Pada bagian lain, Roganda tetap terus mendesak para pihak untuk menyelesaikan akar masalahnya.

Yaitu perampasan wilayah adat/tanah leluhur Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas oleh penjajah Belanda, kemudian beralih kepada Pemerintah Indonesia.

“Bahwa akar persoalan ini sudah berulangkali kita mendesak pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menetapkan Hutan Adat Sihaporas menjadi Indikatif Hutan Adat menunggu produk hukum daerah seperti Peraturan Daerah dan atau SK Bupati Simalungun,” kata Roganda.

Kasus ini terjadi ketika Bahara dan petugas bagian keamanan TPL bentrok kontra warga masyarakat adat Sihaporas di lahan sengketa di Buntu Pangaturan, Nagori/Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada 16 September 2019 sekitar pukul 10.00 WIB.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Simalungun AKP Jerico Lavian Chandra membenarkan penetapan tersangka Bahara Sibuea.

"Benar, saudara Bahara Sibuea telah kami tetapkan sebagai tersangka," ujar AKP Jericho, Senin (1/6/2020) sore.

AKP Jericho mengatakan penyidik menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Bahara Sibuea sebagai tersangka.

Kemudian Rabu 27 Mei 2020 surat penetapan tersangka Bahara diterbitkan.

Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) merupakan hak bagi pelapor.

Dalam kasus ini pelapor adalah Thompson Ambarita, Bendahara Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).

Berdasarkan salinan SP2HP pada kertas bertuliskan Polres Simalungun bernomor B/155/V/2020/Reskrim tertanggal 27 Mei 2020, disebutkan Bahara telah menjadi tersangka.

“Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan yang dapat kami sampaikan adalah bahwa setelah dilakukan penyidikan, ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Barara Sibue sebagai tersangka,” demikian SP2HP yang ditandatangani Kasat Reskrim AKP Jerico Lavian Chandra atas nama Kapolres.

Dalam surat tercantum, penyidik menetapkan Bahara sebagai tersangka pada 4 Maret 2020.

Dan pada tanggal 27 Mei 2020 pukul 10.27 WIB, telah dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka Bahara Sibuea.

"Selanjutnya untuk pengiriman berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Simalungun, akan kami kirimkan lagi SP2HPnya," bunyi surat Jerico.

Tanah Sihaporas Diakui Penjajah Belanda Tahun 1916

Kasus penganiayaan merupakan imbas sengketa agraria, tanah adat keturunan warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita yang telah menetap di Sihaporas sejak tahun 1800-an.

Keturunanannya sudah 8 sampa 11 generasi, jauh sebelum Indonesia merdeka, mendiami Sihaporas.

Tanah Sihaporas dipakai penjajah Belanda sektiar tahun 1913 untuk ditanami pohon pinus.

Tanah yang diusaia itu diakui Belanda, terbukti terbti dalam peta Enclave tahun 1916, yang samai saat ini arsinya dimiliki masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas, dan juga terdapat di instansi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pada 16 September terjadi bentrokan antara puluhan warga masyarakat adat Sihaporas kontra Humas dan security PT TPL.

Dari pihak warga, ada dua korban luka, yakni Mario Teguh Ambarita (usia 3 tahun 6 bulan) dan Thompson Ambarita.

Ketika itu, warga bercocok tanam jagung dan pisang di lahan darat yang mereka klaim sebagai tanah adat. Sedangkan PT TPL mengkklaim mendapat izin dari Pemerintah Indonesia.

Sore pada hari yang sama, Thompson Ambarita bersama Marudut Ambarita, dan warga, berobat ke Puskesmas Sidamanik.

Selanjutnya melapor ke Polsek Sidamanik, sore itu. Namun petugas Polsek menolak pelaporan warga, dan mengarahkan agar warga melapor ke markas Polres Simalungun di Pematang Sidamanik, yang jaraknya lebih dari 60 kilometer dari Sihaporas.

Thomson mengalami luka pada belakang tubuhnya karena diduga korban pemukulan Bahara Sibuea.

Adapun Mario Teguh Ambarita, anak dari Marudut Ambarita, mengalami luka memar pada leher bagian belakang atau tengkuk, akibat pemukulan Bahara.

Bentrok Saat Warga Menanam Jagung

Ketua Umum Lamtoras Judin Ambarita ditemui Tribun Medan pada September 2019 lalu menceritakan kejadian bermula saat Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), semampu daya merebut kembali lahan mereka yang selama ini dirampas PT TPL.

Mereka mendatangi lokasi dan bercocok tanam jagung di areal yang baru panen kayu eukalyptus itu.

Melihat hal itu, pihak Humas yakni Bahara Sibuea dan sekuriti perusahaan PT TPL mendatangi warga.

Saat kejadian bentrok, Mario bersama Marudut, ayahnya di lokasi kejadian.

Mario terpaksa ikut ayahnya karena ibunya baru saja bersalin, melahirkan.

Mario dikabarkan menjerit setelah terkena pukulan, bahkan sempat pingsan karena kena kayu yang dipukulkan Bahara,

sehingga memicu amarah warga kepada Bahara.

Polres Simalungun menetapkan Bahara setelah kejadian delapan bulan berlalu.

Adapun Thompson Ambarita yang menjabat Bendahara Umum Lamtoras, bersama Sekretaris Umum Lamtoras Jonny Ambarita ditangkap polisi pada 24 September, selepas menjalani pemeriksaan kedua.

Thompson dan Jonny menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Simalungun di Jalan Asahan Pematang Siantar.

Aktivis masyarakat adat Batak Toba yang menghuni lahan, di Kawasan Danau Toba itu dovinis penjara 9 bulan, telah bebas dan sudah berkumpul bersama keluarga.

Sebelum dan selama proses hukum kasus bentrok, masyarakat Adat Sihaporas telah menjalin kemitraan yang strategis dan erat dengan Lembaga non-pemerintah yang independen.

Misalnya, Aliansi Masyaralat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Bakumsu (Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Hutan Rakyat Institute (HaRI), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Parapat.

Dukungan juga terus diberikan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat (AMMA) Siantar Simalungun. Pegerakan ini disokong antara lain aktivis mahasiswa dari PMKRI Cabang Pematang Siantar, GMKI Cabang Siantar Simalungun, GMNI Cabang Siantar, Sapma PP Siantar Simalungun, Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, Saling (Sahabat Lingkungan), dan WALHI Sumut.

Atas kasus ini, pengurus Lamtoras, pada Oktober – November 2019, mendatangi dan mwngadu kepada sejumlah Lembaga negara di Jakarta. Misalnya, Istana Presiden, Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), partai politik serta mahasiwa dalam hal ini Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Adapun Bahara adalah pejabat Humas PT Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Aek Nauli, Kabupaten Simalungun. PT TPL (dahulu PT Inti Indorayon Utama), mengoperasi pabrik di Porsea, Kabupaten Toba Samosir.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT Toba Pulp Lestari Tbk atau PT TPL diberikan oleh Kementerian Kehutanan melalui SK Menhut No. 493 / KPTS II/1992 jo SK. 179/Menlhk/Sedjen/HPL.0/4/2017 yang tersebar di beberapa kabupaten kota di Sumatera Utara.

Operasional pabrik dan perkebunan PT TPL tersebar di delapan kabupaten yang mencakup Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Pak-pak Bharat, Toba Samsoir, Samosir, Simalungun dan Tapanuli Selatan.

Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh konfirmasi dari Bahara Sibuea dan pihak PT TPL.

Namun sebelumnya, pihak PT Toba Pulp Lestari Tbk (PT TPL) menyayangkan terjadinya tindakan anarkis yang dilakukan sekelompok oknum masyarakat Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (16/09/19) lalu.

Tindakan tersebut menyebabkan 1 orang karyawan PT TPL mengalami luka berat dan 8 orang mengalami luka ringan.

Manager Corporate Communications PT TPL, Norma Patty Handini Hutajulu menjelaskan, terjadi pemukulan terhadap personel Humas dan keamanan PT TPL oleh sekelompok oknum masyarakat Desa Sihaporasdi Compartement (Compt) atau Blok B.553, Senin (16/9/2019) pagi pukul 10.30 WIB.

Baca: Ketua KAHGAMA Otto Hasibuan Minta Usut Tuntas Teror Terhadap Mahasiswa UGM dan Dosen UII

Versi PT TPL, kejadian tersebut bermula sekitar pukul 10.00 WIB personel keamanan yang berjaga di Compt. B.068 dan B.081 melaporkan bahwa ada kurang lebih 100 orang warga Sihaporas melakukan penanaman jagung di Compt B.553. Areal yang dimaksud adalah lahan konsesi yang telah selesai dipanen.

"Setelah itu, tim keamanan dan Humas TPL, bergerak menuju areal tersebut dan melihat penanaman jagung yang dilakukan oleh sekelompok oknum masyarakat di dalam konsesi PT TPL. Humas TPL melakukan upaya dialog damai dan menyampaikan kepada warga agar kegiatan penanaman jagung diberhentikan dahulu dan diadakan musyawarah dan dibicarakan secara baik-baik," kata Norma, Selasa (17/9/2019).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas