Marak Aksi Pengambilan Paksa Jenazah Covid-19, Buntut Stigma Negatif dan Perlakuan Khusus Jenazah
Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hudaniah SPsi MSi memberikan tanggapan terkait maraknya aksi pengambilan paksa jenazah corona.
Penulis: Inza Maliana
Editor: bunga pradipta p
Lantas solusi apa yang bisa dilakukan untuk meredakan pengambilan paksa jenazah terindikasi corona?
Hudan mengungkapkan, Kampung Tangguh merupakan salah satu contoh yang baik untuk membuat masyarakat teredukasi.
Sebab, Kampung Tangguh yang berbasis komunitas ini berada di tingkat RT, RW, maupun desa yang memahami SDM (sumber daya manusia) di masing-masing tempat.
Baca: Ambil Paksa Jenazah, Komisi III Dukung Langkah Kepolisian Atur Pemakaman dengan Protokol Kesehatan
Apalagi jika Kampung Tangguh melibatkan tenaga medis untuk mengedukasi dan tokoh masyarakat yang didengarkan.
Pasalnya, dalam praktiknya untuk mengedukasi masyarakat di lapangan, Hudan menuturkan akan tidak mudah.
Banyak yang menjadi faktor untuk itu, misalnya jangkauan kepada masyarakat yang belum merata dan keberagaman masyarakat itu sendiri.
"Melibatkan edukasi di tingkat terkecil seperti RT, RW, dan desa sudah cukup."
"Saya kira kalau dilakukan secara masif akan membantu bagaimana mengedukasi masyarakat dengan baik," ujarnya.
Maraknya aksi pengambilan paksa jenazah corona
Sebelumnya diberitakan, dalam beberapa hari terakhir, pengambilan paksa jenazah terindikasi virus corona ramai terjadi.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, sudah ada 7 kejadian pengambilan paksa jenazah Covid-19 di rumah sakit.
Beberapa rumah sakit yang menjadi tempat pengambilan paksa di antaranya RS Labuang Baji dan RS Stella Maris, Makassar.
Di RS Stella Maris misalnya, ratusan orang memaksa mengambil jenazah PDP Covid-19 dengan menggunakan tandu yang tertutup kain.
Bahkan, aparat gabungan dari TNI dan Polri yang sempat menghalau ratusan massa tersebut kewalahan.