Nelayan Aceh Prihatin Kondisi Warga Rohingnya: Jika Pemerintah Tak Mampu, Kami Masyarakat Akan Bantu
Nelayan Aceh berhasil mengevakuasi hampir 100 pengungsi Rohingnya, termasuk diantaranya 79 wanita dan anak-anak.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Nelayan Aceh berhasil mengevakuasi hampir 100 pengungsi Rohingnya, termasuk diantaranya 79 wanita dan anak-anak.
Sebelumnya, para petugas gabungan TNI/Polri, BPBD, dan SAR Aceh sempat berencana mengembalikan mereka ke laut.
Namun hal ini ditentang oleh warga Desa Lancok, Aceh Utara.
Meski negara-negara Asia Tenggara enggan menerima para pengungsi ini, salah seorang warga setempat mengatakan mau menerima atas dasar kemanusiaan.
"Itu tidak lebih dari rasa kemanusiaan dan bagian dari tradisi kami di komunitas nelayan Aceh utara," kata nelayan setempat, Hamdani Yacob dikutip dari Reuters.
"Kami berharap bahwa para pengungsi akan dirawat di desa kami," tambahnya.
Baca: RI Selamatkan 99 Pengungsi Rohingya yang Memasuki Perairan Aceh Utara
Baca: PMI Respons Migran Myanmar yang Terdampar di Aceh Utara
Kamis (25/6/2020) lalu, pemerintah setempat telah memberikan penampungan sementara bagi para pengungsi.
Menurut tayangan Kompascom Reporter on Location, kapal yang dipenuhi pengungsi ditarik ke daratan oleh kapal nelayan setempat.
Penduduk desa setempat dengan antusias membantu para pengungsi yang lemas karena beberapa hari di tengah lautan.
"Jika pemerintah tidak mampu, kami masyarakat akan membantu mereka, karena kami adalah manusia dan mereka (para pengungsi Rohingya) adalah manusia juga dan kami memiliki hati," kata nelayan setempat lainnya, Syaiful Amri.
Melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar dan kamp-kamp pengungsi di Bangladesh, pengungsi Rohingnya telah bertahun-tahun berlayar dengan kapal untuk mencari suaka.
Baca: Jeritan Minta Tolong Warga Rohingnya dari Atas Kapal yang Terombang-ambing di Laut Aceh Utara
Baca: Pengakuan Holdi, TKI yang Mudik Jalan Kaki Lintasi Hutan Malaysia-Kalimantan, 3 Temannya Hilang
Tujuan mereka biasanya negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia.
Namun krisis pandemi membuat para pengungsi kesulitan meminta bantuan karena negara-negara menutup perbatasannya.
Banyak dari mereka yang meninggal karena persediaan habis dan terombang-ambing di tengah laut.