Mengenal Subak Bali, Warisan Dunia UNESCO Sejak 2012 yang Kini Dikenalkan Goodle Doodle
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) telah menetapkan Subak menjadi salah satu warisan budaya dunia sejak tahun 2012.
Penulis: Bunga Pradipta Pertiwi
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM- Ada pemandangan berbeda dari Google Search hari ini, Senin (29/6/2020).
Untuk memperingati Subak Bali, Google Doodle dihiasi dengan ilustrasi seorang petani di tengah sawah.
Ilustrasi tersebut dibuat oleh seorang ilustrator asal indonesia bernama Hana Augustine.
Subak merupakan salah satu tradisi masyarakat Bali yang masih dilestarikan hingga saat ini.
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) telah menetapkan Subak menjadi salah satu warisan budaya dunia sejak tahun 2012.
Baca: Fakta Baru Anjing Dianiaya Sampai Mati di Bali, Pelaku Terancam 9 Bulan Penjara
Baca: Game Google Doodle Populer, Cukup Buka Web Browser Mainkan Pac-Man Kurcaci Kebun hingga Coding
Menurut KBBI, subak memiliki arti sistem pengairan teratur yang diselenggarakan oleh rakyat di Bali.
Dikutip dari Wikipedia, bagi orang Bali irigasi tak hanya menyediakan air untuk tanaman tetapi juga membagun ekosistem.
Jaringan kanal, terowongan, dan bendungan telah memungkinkan orang-orang di pulau Bali untuk mempertahankan sawah yang subur dan hidup dalam simbiosis dengan alam selama lebih dari seribu tahun.
Subak dianggap sebagai cerminan dari filosofi Bali kuno Tri Hita Karana.
Ideologi ini diturunkan dari generasi ke generasi, sistem subak tradisional telah ditegakkan sejak awal abad ke-9.
Para petani Indonesia telah mencapai aturan ketertiban egaliter dan berhasil mempertahankan keseimbangan alam dengan komunitas petani yang menuai manfaatnya.
Dikutip dari kemdikbud.go.id, bagi orang Bali irigasi tak hanya menyediakan air untuk tanaman tetapi juga membagun ekosistem.
Jaringan kanal, terowongan, dan bendungan telah memungkinkan orang-orang di pulau Bali untuk mempertahankan sawah yang subur dan hidup dalam simbiosis dengan alam selama lebih dari seribu tahun.
Sistem Subak yang dinilai sebagai prinsip pengelolaan irigasi unggul dan maju ini bahkan telah diakui oleh pakar pertanian internasional.
Irigasi Subak (palemahan) memiliki fasilitas pokok yang berupa bendungan air (pengalapan), parit (jelinjing), serta sarana untuk memasukan air ke dalam bidang sawah garapan (cakangan).
Subak dianggap sebagai cerminan dari filosofi Bali kuno Tri Hita Karana.
Dengan ‘Tri’ yang berarti tiga, ‘Hita’ yang berarti kebahagiaan dan/atau kesejahteraan, serta ‘Karana’ yang berarti penyebab.
Maka arti dari Tri Hita Karana dapat disimpulkan sebagai ‘tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan’.
Adapun ketiga hal ini diaplikasikan di dalam sistem Subak sebagai:
- Parahyangan: hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan
- Pawongan: hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama
- Palemahan: hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungan
Baca: 8 Kuliner Khas Bali Paling Populer untuk Menu Sarapan
Baca: 24 Situs Warisan Dunia UNESCO ini Terancam Hancur Gara-gara Konflik antara Iran dan AS
Ketentuan dasar Tri Hita Karana tertuang dalam sebuah hukum atau peraturan tradisional yang dikenal dengan nama Awig-awig.
Awig-awig berisi tata cara pengelolaan Subak serta proteksi dan konservasi tradisional terhadap properti budaya dan alam di area Subak.
Selain itu, Awig-awig juga mengatur tentang hak dan kewajiban dari krama (anggota) Subak.
Sesuai dengan aspek Pawongan, Subak dikelola dengan sistem swadaya masyarakat (gotong royong) berupa organisasi terstruktur.
Organisasi ini dilengkapi dengan tingkat dan pembagian peran yang spesifik bagi setiap anggotanya.
Dikutip dari baliglory.com via kemdikbud.go.id subak dikelola dengan sistem swadaya masyarakat (gotong royong) berupa organisasi terstruktur.
Anggota subak diklasifikasi menjadi tiga, yaitu Krama Aktif, Krama Pasif, dan Krama Luput.
Krama Aktif terdiri dari Kepala Subak (Pekaseh/Kelian), Wakil Kepala/Kepala Deputi Subak (Pangliman/Petajuh), Sekretaris (Penyarikan), Bendahara (Petengen), Juru Arah (Kasinoman), dan Penanggung Jawab Ritual Keagamaan (Pemangku).
Krama Pasif merupakan anggota subak yang tidak mengikuti aktivitas keseharian Subak, namun rutin membayar retribusi.
Terakhir, Krama Luput merupakan anggota Subak yang tidak dapat mengikuti aktivitas keseharian subak karena memiliki tanggung jawab lain, misalnya bertugas sebagai Kepala Desa.
Dari aspek Parahyangan, setiap subak memiliki satu atau beberapa tempat suci (pura) yang dibangun dan dijaga dengan baik oleh masyarakat sekitarnya.
Pura ini kemudian digunakan untuk mengadakan ritual upacara keagamaan terkait aktivitas pertanian, baik yang berlaku secara perseorangan maupun berkelompok.
Lalu dalam aspek Palemahan, sistem subak mendorong terjadinya penggunaan lahan yang efisien untuk pertanian, dengan mengutamakan aspek kelestarian lingkungan.
Masyarakat secara berkala melakukan pemeliharan bangunan dan saluran irigasi dengan bergotong-royong.
Selain itu, juga diadakan aktivitas bersama yang berhubungan dengan konservasi lingkungan.
(Tribunnews.com/Bunga)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.