Cerita Pengungsi Rohingya Berbulan-bulan di Lautan, Makan Beras dan Menunggu Hujan Untuk Minum
Kapal mereka ditemukan nelayan dengan jarak lebih kurang empat mil dari pesisir pantai dalam kondisi rusak.
Editor: Sanusi
Laporan wartawan serambinews.com, Saiful Bahri
TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - 99 imigran asal Rohingya terdampar di perairan Seunuddon, Kecamatan Seunudon, Aceh Utara, Rabu (24/6/2020) diketahui mengarungi lautan dari Bangladesh.
Mereka awalnya hendak menuju ke Malaysia, hingga akhirnya terdampar di perairan Aceh.
Kapal mereka ditemukan nelayan dengan jarak lebih kurang empat mil dari pesisir pantai dalam kondisi rusak.
Selanjutnya para imigran dievakuasi ke kapal nelayan Aceh Utara tersebut.
Baca: Derita Pengungsi Rohingya Saat Arungi Lautan, Hanya Bisa Minum Saat Turun Hujan
Tidak lama kemudian, boat yang sudah dipenuhi imigran Rohingya dibawa ke tepi laut Pantai Lancok, Aceh Utara.
Lalu pada Kamis (25/6/2020) sore pukul 16.00 WIB, warga pun sepakat menurunkan Imigran Rohingya tersebut dari kapal ke darat.
Mereka sempat berada di pondok-pondok tepi pantai sekitar dua jam, sebelum dievakuasi ke lokasi penampungan sementara, yakni di bekas kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe, kawasan Punteut, Kecamatan Blang Mangat.
Baca: 99 Pengungsi Rohingya Ditampung di Lhokseumawe Aceh Utara, Hanya 42 Orang yang Pegang Kartu UNHCR
Jadi, sampai dengan Minggu (5/7/2020), para pengungsi masih ditampung di bekas kantor imigrasi tersebut.
Dari 99 warga Rohingya yang ditampung di bekas Kantor Imigrasi, Lhokseumawe, Ziaburrahman bin Syarirullah (34) merupakan salah satu yang bisa berbahasa Melayu.
Sehingga saat Serambinews.com mewawancarainya, awalnya dia menceritakan kalau mereka sudah keluar dari negaranya, Myanmar, sejak tahun 2018.
Mereka sempat tinggal di penampungan di Negara Bangladesh, beberapa tahun.
Baca: Kemlu dan Tim Gabungan dari Pemerintah Pusat akan Kunjungi Pengungsi Rohingya di Aceh Besok
Lalu sekitar 4,5 bulan lalu, mereka kembali keluar dari negara Bangladesh melalui jalur laut.
Rencananya hendak ke Malaysia. Harapan mereka bisa mendapatkan kehidupan lebih layak kalau bisa masuk ke negeri Jiran tersebut.
Dua bulan pertama selama berada di laut, mereka memiliki logistik yang cukup untuk dimakan.
Namun setelah itu, tersisa hanya beras.
"Jadi kami hanya makan beras saja sejak kehabisan bahan makanan lain," katanya.
Begitu juga untuk minum, kala itu mereka hanya bisa berharap bila ada hujan.
Saat hujan mereka pasti akan menampung air untuk distok.
"Kami hanya mengharapkan hujan untuk bisa minum," kata sambil sedikit menunduk.
Hingga akhirnya mereka pun diselamatkan nelayan Aceh.
Mereka pun kini ditampung di bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe, sambil menunggu penanganan lanjutan dari lembaga dunia yang menangani bagian pengungsian.
42 Orang Pegang Kartu UNHCR
Tim gabungan dari Kementerian Luar Negeri Indonesia bersama dengan gugus tugas nasional untuk para pengungsi mengunjungi pengungsi Rohingya di Lhokseumawe, Aceh Utara, Kamis (2/7/2020).
Salah satunya untuk mengkoordinasikan upaya-upaya yang dilakukan di lapangan.
"Hari ini, tim mengunjungi pengungsi di tempat penampungan mereka di Lhokseumawe," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi dalam konferensi pers di Istana Presiden, Kamis (2/7/2020).
Tim gabungan telah bertemu dengan perwakilan UNHCR yang merupakan lembaga PBB yang mengurusi pengungsi internasional.
Menteri Retno mengatakan fakta di lapangan timnya menerima informasi bahwa dari 99 pengungsi Rohingya hanya 42 yang membawa kartu UNHCR.
"Jadi saya ulangi bahwa dari informasi dari UNHCR di antara 99, hanya 42 memegang kartu UNHCR," kata Retno.
Untuk itu pada tanggal 5 Juli 2020, pihak UNHCR akan memulai proses pendaftaran untuk 99 pengungsi Rohingya tersebut untuk membantu memastikan perlindungan mereka di bawah UNHCR.
Berdasarkan kunjungan tim, Menlu mengabarkan rencana untuk memindahkan para pengungsi dari kantor imigrasi ke balai latihan kerja Lhokseumawe akan ditunda.
Hal tersebut dikarenakan belum memungkinkan sejumlah persiapan yang lebih baik di tempat penampungan baru.
Retno juga mengatakan, 2 orang Rohingya saat ini tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Lhokseumawe. Mereka dalam kondisi yang stabil dan telah diuji non reaktif untuk covid-19.
"Namun, pemeriksaan kesehatan lebih lanjut akan dilakukan juga untuk mereka berdua sekarang di rumah sakit," ujar Menlu Retno.
Menteri Retno juga mengangkat masalah pengungsi Rohingya ini dalam Pertemuan Khusus Para Menlu se-ASEAN - Australia secara virtual, Selasa (30/6/2020).
Baca: Pengungsi Rohingya akan Direlokasi ke BLK di Lhokseumawe
Dalam forum tersebut Menlu Retno mengungkapkan Indonesia memutuskan untuk sementara menerima para pengungsi yang datang atas dasar kemanusiaan.
Selain faktor kemanusiaan, Indonesia juga akan mendalami lebih jauh kemungkinan para pengungsi adalah korban penyelundupan dan perdagangan manusia.
Menlu menyampaikan agar negara di kawasan terus meningkatkan kerja sama melawan kejahatan lintas negara, termasuk perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
Tanpa kerja sama dengan negara lain, menurutnya akan sulit untuk memerangi kejahatan lintas negara ini.
"Dalam konteks ini kerja sama antara ASEAN dan Australia sangat penting dalam penanggulangan kejahatan lintas negara yang terorganisir," ujar Retno.
Menlu juga kembali menekankan dalam statement di pertemuan tersebut, Indonesia akan terus melakukan upaya untuk mengembalikan para pengungsi ke tempat asalnya yaitu di Rakhine State, Myanmar.
Indonesia juga mendorong agar Myanmar segera menciptakan situasi yang kondusif di Rakhine State.
"Saya menekankan bahwa situasi kondusif di Rakhine state harus segera diciptakan. Apabila tidak maka penderitaan orang-orang Rohingya akan terus berlanjut," ujarnya.
Penulis: Saiful Bahri
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Kisah Rohingya Mengarungi Lautan, Bisa Minum Hanya Saat Hujan Turun