MAKI Minta Kecurigaan Masyarakat Ditindaklanjuti, Siapa Tahu Ada Pembakar Bayaran
Semua hal yang bisa jadi kecurigaan di masyarakat bisa ditindaklanjuti dan dianalisis (oleh polisi) dan juga disampaikan kepada masyarakat analisanya
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta kepolisian untuk terus menindaklanjuti kecurigaan masyarakat atas kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung).
Boyamin mengaku masyarakat curiga dengan hasil penyelidikan di mana puntung rokok disebut sebagai penyebab kebakaran.
"Semua hal yang bisa jadi kecurigaan di masyarakat bisa ditindaklanjuti dan dianalisis (oleh polisi) dan juga disampaikan kepada masyarakat analisanya.
Baca juga: Penyidik Bareskrim Diminta Buka Opsi Pengenaan Pasal Ini kepada Tersangka Kebakaran Gedung Kejagung
Karena masyarakat itu selalu curiga masa sebuah puntung rokok aja bisa membakar seluruh gedung?" tanya Boyamin, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (24/10/2020).
Dia kemudian mengibaratkan jika dalam film kerap ada pembunuh bayaran.
Maka masyarakat juga bisa beranda-andai bahwa ada pembakar bayaran atau orang yang dibayar untuk membakar Gedung Kejagung.
"Atau bisa imajinasi kita, misal kalau dalam film itu kan ada pembunuh bayaran, nah bisa juga kan ada pembakar bayaran (dalam kasus kebakaran Gedung Kejagung, - red)," jelasnya.
Baca juga: Tak Hanya Gedung Kejaksaan Agung, Ini 6 Kasus Kebakaran Hebat yang Dipicu Puntung Rokok
Apalagi, Boyamin menilai ada banyak orang atau banyak pihak yang diduga diuntungkan dengan kejadian kebakaran Gedung Kejagung tersebut.
Menurutnya kebakaran tersebut berimbas kepada kasus Djoko Tjandra yang tengah menjadi sorotan. Belum lagi dengan hilang atau terbakarnya CCTV di Gedung Kejagung.
"Kalau rangkaian ini adalah permohonan fatwa terhadap rencana membebaskan Djoko Tjandra yang diduga dilakukan oleh oknum jaksa PSM yang sekarang sedang disidangkan, itu kan setidaknya kegiatan orang-orang tersebut jadi tidak terpantau, tidak ada barang bukti yang lebih konkrit," kata dia.
"Karena prosesnya menjadi hilang semua, seperti oknum jaksa itu pernah ditemui siapa atau menemui siapa. Kan ini yang pada posisi menghambat proses penyidikan, karena peristiwa ini menjadi seperti terputus dan terpotong dan tidak bisa dirangkai dalam benang merah yang bisa membuat proses hukum digambarkan ulang dan bisa diproses ke persidangan," katanya.