Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jogo Plesiran, Hapus Rasa Waswas saat Liburan di Tengah Pandemi dan Cegah Klaster Wisata

Jogo Plesiran yang diterapkan di lingkungan pariwisata diharapkan mampu memulihkan kembali sektor turisme di Jateng yang sempat terpuruk akibat pandem

Penulis: Sri Juliati
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
zoom-in Jogo Plesiran, Hapus Rasa Waswas saat Liburan di Tengah Pandemi dan Cegah Klaster Wisata
TRIBUNNEWS.COM/SRI JULIATI
Wisatawan berfoto di kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Candi Arjuna kembali dibuka setelah tutup selama masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati

TRIBUNNEWS.COM - Kabut perlahan turun saat Kasih baru saja tiba di halaman depan kompleks wisata Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020).

Suhu udara dingin, di bawah 20 derajat celcius seakan tak dihiraukannya.

Dengan langkah mantap, warga Cilacap, Jawa Tengah itu segera menuju tempat cuci tangan yang tak jauh dari lokasi parkir kendaraan.

Ia melihat ketiga tempat cuci tangan di kompleks wisata Candi Arjuna masih digunakan pengunjung lain.

Kasih pun mengantre, mengambil jarak di belakang pengunjung.

Saat tiba giliran mencuci tangan, air dari keran langsung membasahi seluruh tangannya.

Berita Rekomendasi

"Dingin," ujarnya sembari tersenyum ke arah Tribunnews.com.

Butuh sekira 20 detik bagi Kasih untuk mencuci tangan memakai sabun.

Setelah yakin cukup bersih, ia mengibas-ngibaskan tangannya agar lekas kering.

Saat hendak masuk, perempuan yang berprofesi sebagai travel blogger ini kembali mengantre di depan pintu masuk komplek Candi Arjuna.

Masih tetap menjaga jarak dengan pengunjung di depannya, kini Kasih menunggu giliran untuk dicek suhu tubuh.

"Suhunya 37 derajat, Mbak, silakan masuk," ujar seorang petugas sembari menunjukkan layar thermo gun.

Petugas mempersilakan pengunjung masuk ke kompleks Candi Arjuna di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Sebelum masuk ke area candi, setiap pengunjung wajib menjalani pengecekan suhu tubuh.
Petugas mempersilakan pengunjung masuk ke kompleks Candi Arjuna di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Sebelum masuk ke area candi, setiap pengunjung wajib menjalani pengecekan suhu tubuh. (TRIBUNNEWS.COM/SRI JULIATI)

Saat sudah berada di dalam kompleks wisata Candi Arjuna, Kasih tetap berusaha menerapkan protokol kesehatan yang selama ini telah menjadi rutinitasnya.

Tak pernah sekali pun ia melepas masker walau sejenak.

Ia juga tetap berusaha menjaga jarak dengan pengunjung lain.

Ini adalah kali pertama Kasih berlibur di tengah pandemi Covid-19 setelah tujuh bulan di rumah dan beraktivitas sepenuhnya di Cilacap.

Wajar jika rasa was-was muncul di dalam benaknya.

"Agak was-was, tapi juga sudah bosan di rumah. Terus dapat cerita dari orang-orang, kalau sudah bisa bepergian, jadi paling ya persiapan diri sendiri," ujarnya.

Terlebih saat ia melihat sendiri bagaimana penerapan protokol kesehatan di Candi Arjuna.

Hal ini mengurangi kecemasannya saat berwisata di era normal baru.

"Jadi ya hilang sendiri ketakutan ini, tapi juga harus tetap waspada," kata dia.

Ya, beginilah contoh kecil penerapan protokol kesehatan dalam upaya Jogo Plesiran (jaga wisata) di kawasan wisata Candi Arjuna.

Jogo Plesiran merupakan program replikasi Jogo Tonggo yang diinisiasi Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, untuk penanganan Covid-19.

Jogo Plesiran yang diterapkan di lingkungan pariwisata diharapkan mampu memulihkan kembali sektor turisme di Jateng yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Data dari Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Jateng menunjukkan, jumlah kunjungan wisatawan di Dieng turun hingga lebih dari 60 persen.

Penutupan semua destinasi wisata di wilayah Dieng sejak 17 Maret 2020 akibat pandemi Covid-19 menjadi alasan utama.

Geliat wisata di Dieng baru kembali bangkit setelah sejumlah tempat wisata kembali dibuka pada awal Agustus 2020.

Sementara itu, ada beberapa tempat wisata lain di Dieng yang masih ditutup lantaran menunggu instruksi serta rekomendasi dari Gugus Tugas Covid-19.

Berimbas pada Perekonomian Warga


Sejumlah wisatawan menikmati keindahan Candi Arjuna, di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Candi Arjuna kembali dibuka setelah tutup selama masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sejumlah wisatawan menikmati keindahan Candi Arjuna, di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Candi Arjuna kembali dibuka setelah tutup selama masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan. (ISTIMEWA)

Pariwisata memang menjadi satu di antara sektor andalan di kawasan Dataran Tinggi Dieng selain pertanian.

Walau berstatus sebagai 'sampingan,' tapi hasil yang dituai jauh lebih besar.

Banyak warga Dieng yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata.

Penutupan destinasi wisata selama masa pandemi Covid-19 mau tak mau memengaruhi roda perekonomian warga.

Mereka yang hidup dari sektor turisme kehilangan mata pencaharian sekaligus sumber penghasilan.

Akibatnya, tak sedikit warga yang banting setir atau kembali ke pekerjaan utama: bertani.

Pun dengan nasib sejumlah industri rumahan yang tersebar luas di Dieng.

Satu di antaranya UMKM Tri Sakti memproduksi aneka oleh-oleh khas Dieng seperti manisan buah carica, manisan terong belanda, minuman purwaceng, dan kentang goreng.

Usaha rumahan milik Saroji yang telah berdiri sejak 2006 juga tak kuat menghadapi imbas pandemi.

Alhasil, seluruh karyawan di UMKM Tri Sakti diliburkan hingga beberapa bulan.

"Imbas saat pandemi tentu sangat besar. Apalagi mulai 17 Maret 2020, semua obyek wisata di Dieng tutup."

"Pendapatan merosot tajam sehingga kami terpaksa meliburkan karyawan," kata Hasta Priandono, menantu Saroji.


Manisan carica produksi UMKM Tri Sakti, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Senin (19/10/2020).
Manisan carica produksi UMKM Tri Sakti, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Senin (19/10/2020). (ISTIMEWA)

Kondisi dilematis ini, lanjut Hasta, berangsur membaik saat memasuki awal Agustus 2020, tepatnya kala sejumlah obyek wisata di Dieng mulai dibuka.

Sejumlah wisatawan, terutama dari luar provinsi seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur mulai berdatangan.

Hasta pun berani memanggil karyawan untuk kembali bekerja.

Walau jumlah produksi belum sepenuhnya sama seperti sebelum pandemi, tapi kondisi ini sangat disyukuri Hasta.

Sebab, beberapa waktu lalu, sempat terjadi penurunan jumlah wisatawan saat pariwisata dan usaha terkait di Dieng mulai bergeliat.

"Jadi waktu kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan lagi di DKI Jakarta, kami juga terkena imbas. Kunjungan wisatawan sempat turun," ujar dia.

Muncul Terobosan Baru

Imbas pandemi yang sangat terasa bagi sektor pariwisata di Dieng juga disampaikan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa, Alif Fauzi.

Semula saat pandemi mulai merebak, Alif menganggap penutupan tempat wisata bisa menjadi evaluasi kegiatan pariwisata di Dieng.

"Namun semakin ke sini, kok, lama banget. Saat sudah dua bulan, tiga bulan pandemi, barulah kami merasakan efeknya."

"Banyak masyarakat yang mulai mengeluh. Sebagian beralih ke pekerjaan lain atau kembali menjadi petani," ungkapnya.

Meski demikian, lanjut Alif, kondisi pandemi tidak serta melumpuhkan geliat perekonomian di Dieng, justru muncul terobosan baru dari sejumlah warga.

Mereka memanfaatkan layanan pengiriman dan logistik untuk mengirim sejumlah oleh-oleh khas Dieng kepada para pelanggan.

"Bila biasanya pelanggan datang langsung ke Dieng, beli oleh-oleh, kini giliran warga menggunakan layanan ekspedisi untuk mengirimkan oleh-oleh."

"Begitu juga para petani yang mulai mengemas tanamannya kecil-kecil, kemudian dikirim ke luar kota," kata dia.

Menurut Alif, terobosan ini bisa terus dilakukan masyarakat saat kegiatan pariwisata di Dieng sudah kembali normal atau seperti sediakala sebelum pandemi.


Tangkap layar ritual pencukuran rambut anak gimbal dalam acara Dieng Culture Festival (DCF) 2020. Pada tahun ini, DCF 2020 digelar secara virtual pada 16-17 September 2020.
Tangkap layar ritual pencukuran rambut anak gimbal dalam acara Dieng Culture Festival (DCF) 2020. Pada tahun ini, DCF 2020 digelar secara virtual pada 16-17 September 2020. (Tangkap layar YouTube/Dieng Pandawa)

Sempat mandegnya kegiatan wisata di Dieng juga menjadi evaluasi bagi Alif serta para pelaku wisata.

Mereka menjadikan momen ini sebagai cambuk untuk membuat kegiatan pariwisata yang lebih berkualitas dan inovatif.

Satu terobosan yang dilakukan adalah menggelar Dieng Culture Festival (DCF) 2020 secara virtual pada 16-17 September 2020.

Lantaran dilakukan di tengah pandemi, konsep dan teknis pelaksanaan DCF mengalami penyesuaian.

Sejumlah acara yang berpotensi menimbulkan kerumunan dihapus.

Pelaksanaan kegiatan budaya juga dilakukan sesuai standar operasional prosedur penanganan Covid-19.

Meski demikian, Alif tak menampik, ada sejumlah catatan terkait pelaksanaan DCF 2020 yang digelar perdana secara virtual pada tahun ini.

"Karena ini menjadi konsep baru, setidaknya kami sudah mencoba walau ada banyak evaluasi," katanya.

Jaga Agar Tak Muncul Klaster Baru


Seorang wisatawan mencuci tangan sebelum memasuki area Candi Arjuna, di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Candi Arjuna kembali dibuka setelah tutup selama masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan.
Seorang wisatawan mencuci tangan sebelum memasuki area Candi Arjuna, di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Candi Arjuna kembali dibuka setelah tutup selama masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan. (ISTIMEWA)

Terkait pelaksanaan Jogo Plesiran, Alif melihat, semua tempat wisata di Desa Wisata Dieng Kulon yang dibuka sudah menerapkan SOP protokol kesehatan, termasuk di Rumah Budaya Dieng yang menjadi lokasi kegiatan DCF 2020.

Rumah Budaya Dieng yang pada hari biasa dapat dipakai 200 orang untuk berkegiatan, kini dibatasi hanya 50 orang.

"Selain dibatasi, setiap pengunjung yang datang wajib mencuci tangan, dicek suhu tubuh, dan selalu memakai masker," ujar dia.

Alif menambahkan, pihaknya bekerjasama dengan Gugus Tugas Covid-19 setempat terus berusaha menyosialisasikan SOP penerapan Jogo Plesiran di wilayah Dieng.

Gugus Tugas Covid-19 setempat, lanjut Alif, juga kerap melakukan razia masker yang menyasar warga lokal dan wisatawan di Dieng.

"Ada hukumannya seperti push up dan menyapu," ucapnya.

Saat ditanya siapkah semua tempat wisata di Dieng melakukan SOP protokol kesehatan, Alif mengaku hal ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pihaknya serta pelaku wisata lain.

Apalagi, wilayah Dieng berada di perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara.

"Kalau di wilayah Dieng Kulon dan Banjarnegara, kasusnya tidak begitu tinggi dari awal pandemi sampai sekarang."

"Namun karena Dieng berbatasan dengan beberapa wilayah, salah satunya Wonosobo, maka ini menjadi PR kami semua."

"Intinya kami tetap waspada dan melayani wisatawan sebaik mungkin dengan menerapkan protokol kesehatan," katanya.


Garis jaga jarak di depan loket tiket Kawah Sikidang, di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Kawah Sikidang kembali dibuka setelah tutup selama masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan.
Garis jaga jarak di depan loket tiket Kawah Sikidang, di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Selasa (20/10/2020). Kawah Sikidang kembali dibuka setelah tutup selama masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan. (ISTIMEWA)

Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Pengembangan Pasar Disporapar Provinsi Jateng, Tanti Apriani.

Kepada Tribunnews.com, Tanti mengungkapkan penerapan Jogo Plesiran di Dieng sesuai dengan protokol kesehatan berbasis CHSE yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

CHSE merupakan kepanjangan dari Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan).

"Pengunjung datang, cuci tangan, cek suhu tubuh, lalu jaga jarak. Itu yang disebut Jogo Plesiran. Artinya setiap pengunjung datang harus menerapkan dan memiliki budaya bersih dulu," kata dia.

Menurutnya, Jogo Plesiran dan CHSE memiliki benang merah seruan yang sama, yaitu sama-sama mengajak wisatawan untuk berlibur dengan tetap melakukan protokol kesehatan.

"Kalau Jogo Plesiran, agar tetap sehat saat plesiran atau liburan, begitu masuk di destinasi, segera cuci tangan, cek suhu tubuh, lalu jaga jarak."

"Jadi setelah plesiran, tidak ada lagi penyakit di situ atau tidak membuat cluster baru terkait cluster liburan muncul," katanya.

Sementara itu, Kepala Disporapar Provinsi Jateng, Sinoeng Nugroho Rachmadi, mengatakan Jogo Plesiran akan berhasil jika semua pihak, mulai pelaku wisata, pengunjung, dan stakeholder terkait ikut berpartisipasi.

"Konkretnya, Jogo Plesiran adalah pelibatan partisipasi publik untuk mengangkat mana destinasi wisata yang patuh dan mana yang tidak."

"Bagi destinasi wisata yang patuh, menerapkan SOP Jogo Plesiran bisa jadi ajang endorse atau promo. Sementara yang tidak, akan kami lakukan evaluasi dan perbaiki apa saja kendalanya," kata dia. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas