Masih Trauma, Bocah Aceh Korban Rudapaksa Ayah dan Paman Enggan Hadir di Persidangan
Semua pihak di ruang sidang tekun menyimak tayangan video yang terdiri atas dua fragmen tersebut
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yarmen Dinamika
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Sidang perkara dugaan pemerkosaan oleh paman dan ayah terhadap anak kandungnya, sebut saja namanya Bunga (11), digelar di Mahkamah Syari'yah (MS) Jantho, Aceh Besar, Selasa (26/1/2021) sore.
Agendanya mendengarkan keterangan saksi ahli psikologi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU).
Saksi ahli tersebut adalah Usfur Ridha MPsi, magister psikologi yang juga Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.
Ia juga psikolog pendamping di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh Besar, wilayah hukum tempat terjadinya dugaan tindak pidana (jarimah) perkosaan tersebut.
Seperti biasanya, sidang ini dipimpin oleh M Redha Valevi SH MH, didampingi hakim anggota, Fadlia Ssy MA dan Murtadha Lc.
Jaksa penuntut umum terdiri atas Muhadir SH dan Shidqi SH.
Sedangkan kedua terdakwa didampingi penasihat hukumnya, Tarmizi SH.
Baca juga: Kasus Pramugari Tewas di Bak Mandi: Terdakwa Bantah Tuduhan Pemerkosaan, Mengaku Suka Sesama Jenis
Ketua majelis hakim mengawali sidang dengan menyatakan bahwa saksi korban tidak bersedia hadir ke sidang, antara lain karena masih trauma terhadap kedua terdakwa, yakni MA (ayah korban) dan DP (paman korban).
Karena saksi korban tidak dapat dihadirkan, sebagai gantinya majelis hakim memutar video berisi testimoni korban yang sebelumnya direkam oleh petugas kejaksaan.
Intinya, di dalam video itu korban membuat pengakuan bahwa ia diperkosa empat kali oleh ayahnya pada malam hari, dua kali oleh pamannya ketika sang ayah tak berada di rumah.
Perbuatan cabul itu terjadi Agustus 2020 dalam waktu berbeda di rumah yang sama pada sebuah desa dalam Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar.
Itu karena, sang paman selaku abang kandung dari ayah korban menumpang di rumah tersebut sepulang dari Malaysia sebagai ekses dari pandemi Covid-19 di sana.
Korban juga mengaku berdarah saat dirudapaksa dan ia merasa sangat kesakitan.
Semua pihak di ruang sidang tekun menyimak tayangan video yang terdiri atas dua fragmen tersebut.
Baca juga: ASN di Aceh Diduga Terlibat Terorisme, Legislator PAN: Rugikan Nama Baik ASN
Sesekali kedua tersangka menggelengkan kepalanya, seolah ingin menyangkal bagian tertentu dari pengakuan korban.
Setelah itu, hakim ketua bertanya kepada saksi ahli bagaimana pendapatnya terhadap tayangan video tersebut, apakah ada kesan bahwa korban berdusta saat membuat testimoni itu?
Saksi ahli menjawab bahwa pengakuan seperti yang ditayangkan di video itu pernah juga dia dengar langsung dari korban saat ia mendampingi korban pada November 2020 lalu atas permintaan P2TP2A Aceh Besar.
"Pertama kali kami dipertemukan di Masjid Lamgugob ia banyak diam.
Korban masih sangat rentan, sehingga tak mau bicara apa-apa.
Tapi satu setengah jam kemudian dia peluk saya dan menangis tersedu sedan," kata Usfur Ridha, psikolog dari Psikodinamika, Lampriek, Banda Aceh.
Pada pertemuan kedua antara korban dengan psikolog itu, korban sudah lebih terbuka.
"Ia sudah mau bicara, merasa lebih nyaman.
Pada saat itulah dia cerita apa yang dilakukan ayah dan paman terhadap dirinya," ujar saksi ahli.
Menanggapi pertanyaan hakim ketua apakah korban berbohong, saksi ahli mengatakan, "Tidak, tidak mungkin berbohong. Korban juga cukup cerdas."
"Jika seorang anak ditanya pada waktu berbeda, tapi dia tetap konsisten dengan keterangannya secara berulang-ulang, itu bisa dipercaya," tambah saksi ahli.
Saksi ahli yang memberi keterangan di bawah sumpah tersebut juga menambahkan pengakuan korban kepada dirinya bahwa korban diperkosa ayahnya selalu setelah ketiga adiknya tidur.
Anak-anak tersebut tak lagi punya ibu karena meninggal dunia pada April 2020 lantaran sakit menahun.
Aksi-aksi pemerkosaan itu justru terjadi setelah ia menjadi anak yatim.
Dalam usia yang masih sangat muda, korban juga memasak untuk adik-adik dan ayah serta pamannya.
Kedua lelaki ini pula yang kemudian diduga menidurinya berulang-ulang.
Ayah tak tahu bahwa anaknya dinodai sang paman ketika ia tak di rumah.
Paman yang numpang tinggal di rumah itu pun tak tahu bahwa ayah korban juga meniduri putrinya.
Masing-masing tersangka pelaku justru mewanti-wanti korban agar tak membocorkan perbuatan asusilanya itu kepada orang lain.
Wanti-wanti sang paman bahkan disertai ancaman bahwa korban akan dibacok dengan parang jika membocorkan rahasia perbuatannya.
Baca juga: Aksi Bejat Kakek 75 Tahun Rudapaksa Gadis SMP Hingga Hamil di Tangerang, Pelaku Diamankan Warga
Jaksa bertanya kepada saksi ahli apakah benar korban mengaku kepadanya tentang adanya tindak perkosaan tersebut. Pertanyaan ini diiyakan oleh saksi ahli.
Kuasa hukum kedua terdakwa, Tarmizi SH juga bertanya kepada saksi ahli.
Secara psikologis, apakah tepat bila antara ayah dan anak dipisahkan?
Jawaban ini dijawab dengan tangkas oleh saksi ahli.
"Dalam keadaan normal, pemisahan itu tidak seharusnya terjadi. Tetapi karena dalam kasus ini sumber takut korban adalah ayah dan pamannya, jadi si anak tidak boleh disatukan dengan sumber takutnya."
Kuasa hukum lalu mengutip kesaksian Nurul pada sidang terdahulu. Saksi ini melihat bagaimana korban menangis meronta-ronta ketika polisi menangkap dan membawa pergi ayahnya.
"Nah, anak yang meminta ayahnya tidak ditangkap dan dibawa pergi, apakah itu menunjukkan bahwa dia takut dan trauma pada ayahnya?" tanya kuasa hukum.
Meskipun saksi ahli menanggapi pertanyaan tersebut, tapi ketua majelis hakim menilai pertanyaan itu tidak relevan diajukan kepada saksi ahli, karena ia tak melihat langsung saat ayah korban yang juga pelaku dibawa polisi dari rumahnya.
Majelis hakim lalu meminta jaksa untuk menghadirkan pada sidang berikutnya dokter yang melakukan visum et repertum terhadap korban.
Pertimbangan hakim mengapa perempuan dokter tersebut dihadirkan, karena dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersebutkan bahwa seusai divisum korban ada bercerita kepada sang dokter tentang perkosaan berulang yang ia alami sehingga selaput daranya rusak.
"Kesaksian dokter tersebut kita perlukan dalam sidang perkara ini," kata Hakim Redha Valevi yang ditanyai Serambinews.com di kantin Mahkamah Syari'yah Jantho seusai persidangan yang tertutup untuk umum itu.
Jadi, sidang pada Selasa berikutnya berisi agenda pemeriksaan dokter yang membuat visum terhadap korban.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum pada sidang perdana kasus ini, disebutkan bahwa
kedua terdakwa melakukan perbuatannya terhadap anak di bawah umur itu berulang kali.
"Terdakwa ayah kandung korban melakukan pemerkosaan sebanyak dua kali, sedangkan terdakwa paman korban melakukan perbuatan pemerkosaan sebanyak lima kali," kata JPU dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, Muhadir SH, Senin (21/12/2020).
Kasus ini terjadi pada Agustus 2020. Sang ayah berinisial MA dan paman korban berinisial DP mulai diadili dengan sidang perdana digelar Senin (21/12/2030) di Mahkamah Syar’iyah Jantho beragendakan pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan yang dibaca JPU, disebutkan bahwa kedua terdakwa diduga melakukan pemerkosaan terhadap korban di dalam rumah terdakwa dalam waktu yang berbeda. Paman korban adalah abang dari ayah korban.
"Korban juga sempat diancam dibacok oleh paman korban apabila menolak ajakannya dan juga mengancam agar tidak mengatakan kepada ayah kandungnya terhadap perbuatan yang dilakukan terdakwa," ujar Muhadir mengutip isi dakwaan.
Muhadir menyebutkan, perbuatan kedua terdakwa diancam pidana dalam Pasal 49 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dengan ancaman 16 tahun enam bulan penjara.
Sementara itu, Humas Mahkamah Syar’iyah Jantho, Teungku Murtadha Lc, mengatakan, kasus tersebut terpisah dalam dua perkara, yaitu nomor register perkara 21/JN/2020/MS–Jth dan 22/JN/2020/MS–Jth.
"Pemeriksaan perkara ini di-split (dipisah) antara ayah dan paman kandung, meski pemeriksaan terdakwa dilakukan bersamaan," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Anak 11 Tahun yang Dirudapaksa Ayah dan Pamannya Menangis Saat Jumpa Psikolog
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.