Kreatifitas Bank Sampah Rukun Santoso di Klaten Olah Sampah, Lingkungan Bersih, Untung Diraih
Aktivitas memilah sampah di rumah sampah milik Bank Sampah Rukun Santoso ini sudah dilakoni oleh Sri Wahyuni sejak 2013.
Penulis: Daryono
Editor: Garudea Prabawati
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Daryono
TRIBUNNEWS.COM, KLATEN – Mengenakan sarung tangan warna biru muda, tangan Sri Wahyuni terlihat cekatan memilah aneka sampah di depannya.
Satu per satu, sampah dalam kantong plastik besar itu ia pisahkan sesuai jenisnya masing-masing.
Botol bekas dijadikan satu dengan botol lainnya.
Tutup botol pun demikian, dijadikan satu dalam satu wadah dengan tutup botol lainnya.
Begitu juga dengan sampah jenis kardus, besi, kertas, semua disendirikan sesuai jenisnya masing-masing.
Baca juga: Kang Emil : 60 Ton Sampah Botol Plastik dari Bali Dikirim ke di Padalarang Dijadikan Botol Mineral
Pisau cutter yang terlihat sudah usang di tangannya sesekali ia gunakan untuk mengelupas label botol plastik.
Di bulan Puasa, Sri Wahyuni sengaja memilah sampah lebih pagi karena sore harinya harus berjualan keliling takjil buka puasa.
“Kalau bukan bulan Ramadhan, jualan kelilingnya pagi hari, baru siangnya memilah sampah,” kata Sri Wahyuni, kepada Tribunnews.com, sembari terus bekerja, Senin (19/4/2021).
Aktivitas memilah sampah di rumah sampah milik Bank Sampah Rukun Santoso ini sudah dilakoni oleh Sri Wahyuni sejak 2013.
Siang itu, Sri Wahyuni memilah sampah hanya berdua dengan rekannya, Mujiatun.
Keduanya merupakan anggota Bank Sampah Rukun Santosa yang berlokasi di Dusun Karanglo, Desa Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Baca juga: Ganjar Puji Lokasi Pengelolaan Sampah di Candi Borobudur
Dari aktivitas memilah sampah, Sri Wahyuni mendapatkan sejumlah uang setiap pekannya.
Jumlahnya tergantung sampah yang berhasil ia pilah.
Semakin banyak sampah yang berhasil ia pilah, semakin banyak upah yang ia terima.
“Ini sistemnya persenan. Kadang dapat Rp 100 ribu (per minggu), kadang lebih, kadang kurang. Tergantung banyak sedikitnya sampah yang dipilah,” ujar wanita 53 tahun ini.
Selain mendapat pemasukan dari memilah sampah, Sri Wahyuni bersama anggota Bank Sampah Rukun Santoso lainnya juga kerap diminta memberi pelatihan mengolah sampah menjadi kerajinan.
Tidak hanya di wilayah Klaten, permintaan pelatihan itu juga datang dari berbagai daerah di luar Klaten.
Sebelum ada pandemi Covid-19, Sri Wahyuni rata-rata memberi pelatihan dua kali dalam sepekan.
“Memberi pelatihan ini ada uang lelahnya. Kadang dapat Rp 25.000, kadang Rp 50.000. Saya tak mempersoalkan nilainya karena kami senang memberi pelatihan. Tapi, semenjak Corona ini, sementara (pelatihan) stop dulu. Sama pak Kades tidak boleh,” beber warga Karanglo Rt 03/01 ini.
Aneka Kerajinan Cantik dari Sampah Hasilkan Puluhan Juta Rupiah
Bank Sampah Rukun Santoso mengelola sampah yang berasal dari warga sekitar yang menjadi nasabah.
Seksi Kreasi Bank Sampah Rukun Santoso, Sri Kawuryani mengatakan sampah dikumpulkan oleh anak-anak muda di desa setempat yang keliling dari rumah ke rumah setiap hari Minggu.
Sampah rumah tangga ini sudah dipilah dari rumah masing-masing dan kemudian ditimbang.
Pembayarannya sesuai permintaan nasabah.
Baca juga: Pentingnya Peduli dan Edukasi Pilah Sampah
Ada yang langsung dibayar tunai, ada yang ditabung, ada pula yang ditukar sembako.
Selain sampah dari nasabah, ada pula sampah yang dikirim secara rutin dari sebuah perusahaan di Klaten.
Setelah dilakukan pemilahan ulang di rumah sampah, sampah dipisah menjadi empat kategori yakni sampah layak jual, layak kreasi, layak kompos dan layak buang.
Sampah layak jual contohnya kardus, besi dan botol plastik.
Sampah kategori ini dijual ke pengepul setiap pekan.
Sementara sampah layak kreasi di antaranya plastik bekas bungkus kopi, detergent, snack dan sejenisnya.
Sampah kategori kreasi ini yang kemudian diolah jadi aneka kerajinan.
Pengolahan sampah menjadi aneka kerajinan itu, lanjut Sri Kawuryani, dilakukan secara bersama-sama oleh anggota Bank Sampah.
“Sampah yang sudah dibersihkan, dicuci, dijemur, dipotong seperlunya dan dijadikan beragam kerajinan seperti doskrip, gantungan kunci, kalung gelang, bunga dan tas,” bebernya.
Baca juga: Dirikan Sekolah di Daerah Pelosok, Pasutri Ini Minta Dibayar Pakai Sampah, Begini Kisahnya
Pembuatan kerajinan itu dilakukan sesuai kemampuan anggota masing-masing.
Sebagian anggota mengerjakan kerajinan yang tingkat kerumitannya tidak terlalu tinggi seperti gantungan kunci, broes atau bunga hias.
Sementara kerajinan yang tingkat kerumitannya cukup tinggi seperti aneka tas dikerjakan oleh anggota yang memiliki keterampilan menjahit.
Diakui Sri Kawuryani, untuk produk tertentu seperti tas, tidak sepenuhnya bahan bakunya dari sampah yang didaur ulang.
Namun, komponen daur ulang dari sampah tetap ada seperti isian tas yang berasal dari cacahan sampah plastik.
Setelah diproduksi, aneka kerajinan produk daur ulang ini dipajang di distro yang menumpang di rumah seorang pengurus.
Lokasinya hanya beberapa meter dari lokasi kantor Bank Sampah Rukun Santoso.
Sri Kawuryani mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, pihaknya sampai kewalahan melayani pemesanan produk kerajinan dari sampah.
“Sebelum Corona, banyak pesanan dari berbagai daerah. Ada yang pesan 100 tas, 200 tas. Ini karena ada Corona, pesanan jadi menurun,” bebernya.
Produk daur ulang sampah itu dijual dengan harga bervariasi. Untuk tas dibanderol antara Rp 50 ribu hingga Rp 125 ribu. Sedangkan dompet dijual dengan harga Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu.
Saking banyaknya pesanan, pihak Bank Sampah sampai kewalahan dalam hal bahan baku.
Karena itu, mereka sempat membeli bahan baku berupa sampah plastik yang sudah dicacah dari daerah sekitar seperti Sukoharjo dan Yogyakarta.
Berawal dari Sampah yang Menggangu Saluran Irigasi Warga
Ketua Bank Sampah Rukun Santoso, Sriyono mengatakan Bank Sampah Rukun Santoso berdiri sejak 16 Maret 2013.
Ide untuk membentuk komunitas pengelola sampah ini awalnya muncul dari keluhan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Mulyo.
Saat itu, irigasi pertanian yang dikelola gapoktan kerap terganggu akibat adanya sampah rumah tangga.
“Kami akhirnya mendirikan komunitas pengelola sampah dengan nama Rukun Santoso pada 16 Maret 2013. Tugasnya membersihkan dan memilah sampah di aliran irigasi,” katanya.
Baca juga: YLKI Singgung Sampah Masker di DKI Jakarta Menggunung Hingga 1,5 Ton, Bagaimana Menanggulanginya?
Keberadaan komunitas pengelola sampah ini kemudian terus berkembang dan resmi berubah menjadi bank sampah pada 22 Desember 2014.
Dalam pengembangan bank sampah ini, mereka juga mendapat dukungan dari banyak pihak di antaranya anggota DPR dan perusahaan di wilayah Klaten.
“Sejak itu kami menerima pelatihan dan pesanan kerajinan dari sampah plastik dan kertas,” jelas dia.
Saat ini, jumlah anggota Bank Sampah Rukun Santoso sebanyak 20 orang dengan jumlah nasabah sebanyak 116 orang.
Dari mengelola sampah ini, sebelum ada Pandemi, Bank Sampah Rukun Santoso mendapat penghasilan kotor rata-rata Rp 6 juta dari penjualan sampah dan Rp 15 juta per bulan dari penjualan kerajinan.
“Selain memberdayakan masyarakat lewat ekonomi kreatif dan menambah kesejahteraan, adanya Bank Sampah ini juga membuat lingkungan lebih bersih dan sehat,” pungkasnya.
(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.