Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Temuan DMFI di Solo: Anjing Tak Cuma Marak Dikonsumsi, Kulitnya Jadi Bahan Pembuatan Shuttlecock

Hasil investigasi DMFI menyebut belasan ribu anjing disembelih setiap bulannya dan dijajakan setidaknya di 85 warung di Kota Solo.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Temuan DMFI di Solo: Anjing Tak Cuma Marak Dikonsumsi, Kulitnya Jadi Bahan Pembuatan Shuttlecock
Foto Dokumentasi DMFI
Invesigasi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) di Solo menyebut, anjing tidak hanya marak dikonsumsi, bahkan kulitnya dijadikan bahan untuk membuat shuttlecock. 

"Bukan soal kekejaman saja, tapi (konsumsi daging anjing) juga menjadi ancaman kesehatan dan keamanan untuk masyarakat luas," ungkapnya.

Karin menyebut, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah lama mengatakan salah satu faktor penyebaran penyakit rabies perpindahan antardaerah atau melalui transportasi.

"Seperti kebanyakan orang sudah tahu juga, kebanyakan anjing dengan tujuan dikonsumsi berasal dari Jawa Barat, sedangkan Jawa Barat (berstatus) belum bebas rabies, ini sangat riskan," ungkap Karin.

Hasil investigas DMFI juga menyebut 98 persen sumber daging anjing di Solo berasal dari Jawa Barat.

Baca juga: Desak Gibran Larang Perdagangan Kuliner Daging Anjing di Solo, DMFI: Bukan Hanya soal Kekejaman

Dipukul sebelum Dibunuh

Sementara itu Tim koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) Kota Solo, investigasi pada 2019 menyebut, setidaknya satu truk bisa datang tiga kali dalam seminggu ke kawasan Solo Raya.

"Satu truk itu mininal membawa 100 ekor anjing. Bila seminggu 3 kali, maka kurang lebih ada 300 ekor anjing."

BERITA TERKAIT

"Jadi kalau sebulan bisa kurang lebih 1.200 ekor," ungkap Mustika, Senin (19/4/2021), dikutip dari TribunSolo.com.

Anjing-anjing tersebut kemudian didistribuskan ke pengepul sebelum akhirnya dibunuh untuk jadi santapan.

Investigasi yang didapat DMFI, penyembelihan anjing dilakukan dengan beberapa metode.

Ada yang digelonggong hingga diketok kepalanya menggunakan besi atau kayu. 

"Kalau di kawasan Klaten, dulu itu kebanyakan ditenggelamkan. Kalau di Solo kebanyakan diketok kepalanya," jelas Mustika. 

"Sementara di Wonogiri, mungkin diketok kepalanya dulu kemudian dibakar. Jadi sekarang itu ada daging anjing guling," tambahnya. 

Baca juga: Ibu Mayat Bayi Digigit Anjing Ditangkap, Tersangka Masih 21 Tahun, Pacarnya Berstatus Mahasiswa

Metode diketok kepalanya, dipercaya para penikmat bisa menambah kenikmatan olahan.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas