Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

NIkah Siri Marak di Semarang, Termasuk Seorang Kepala Dinas Nekat Nikah Siri dengan Anak Buahnya

Nikah siri marak di Kota Lumpia, Semarang. Seorang kepala dinas nekat menikahi secara siri anak buahnya.Bagaimana lika liku nikah siri?

Editor: cecep burdansyah

Laporan Tim Reporter Tribun Jateng

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Nikah siri bukan hal baru di Indonesia. Berdasar hukum Agama Islam, nikah siri dianggap sah bila memenuhi syarat dan rukun nikah.

Antara lain ada mempelai pria dan wanita, wali nasab, dua orang saksi laki-laki dewasa (mukalaf), ada mahar (mas kawin), dan ijab kabul.

Tapi nikah siri dianggap tidak punya kekuatan hukum positif karena tidak didaftarkan kepada negara melalui Kantor Urusan Agama (KUA) di kecamatan.

Maka bila terjadi sesuatu, yang paling dirugikan adalah pihak perempuan atau istri dan anak-anaknya.

Nah, selama pandemi ini terjadi banyak pernikahan siri di Kota Semarang dan Jawa Tengah pada umumnya, dengan berbagai alasan.

Namanya juga nikah siri maka sulit untuk menghitung jumlahnya karena tersembunyi, alias sirr/silent.

Berita Rekomendasi

Meski hal itu lama-lama akan diketahui juga oleh orang lain, tetangga atau kerabat bahkan keluarga kedua pihak.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan tiap-tiap perkawinan harus dicatat negara.

Bagi yang beragama Islam, hal ini berarti pernikahan harus dicatat di KUA.

Sedangkan bagi nonmuslim, dicatat di Kantor Catatan Sipil atau Disdukcapil tingkat Kabupaten Kota.

Berdasar penelusuran tim Lipsus Tribunjateng.com, ada beberapa alasan seseorang melakukan pernikahan secara siri.


Nikah siri bisa saja dilakukan oleh bujang dan gadis, janda dan duda, atau bahkan dalam status masih mempunyai istri. Asal syarat dan rukun terpenuhi.

Alasan lain, karena nikah siri murah biaya, tanpa ada kewajiban walimatul ursy atau pesta perkawinan/resepsi.

Tak ingin diketahui oleh istri sahnya, dan alasan lainnya, misal karena berjauhan, LDR.

Seorang modin di Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Muhammad Latif menyebut, rata-rata pernikahan siri hanya dikenakan biaya antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.

"Setahu saya kalau ada yang menikah siri sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta saja," terangnya.

Latif sendiri mengaku tidak pernah menjadi modin bagi pernikahan siri.

Sebab, apabila dilakukan, dia akan mendapatkan sanksi karena tidak sesuai dengan aturan UU yang berlaku.

"Saya tidak berani. Karena terikat oleh aturan UU. Kalau saya nekat, bisa kena sanksi. Justru yang berani menjadi modin di pernikahan siri, biasanya kiai atau ustaz di pesantren," terangnya.

Berdasarkan pengalamannya selama menjadi modin, Latif kerap menjumpai adanya pernikahan siri dengan alasan karena terlanjur berzina dan menghasilkan anak.

Pihak laki-laki lebih memilih pernikahan siri, karena tidak ingin mempoligami istri sahnya.

"Rata-rata karena hamil duluan. Sedangkan laki-lakinya sudah beristri tapi tidak mau mempoligami. Si perempuan terpaksa mau melakukan nikah siri karena malu dengan keluarga besar maupun tetangga. Alhasil terjadilah nikah siri, tapi justru yang jadi korban si perempuan dan anaknya nanti," jelas Latif.

Ia melanjutkan, karena pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum. Sehingga, ketika suami menceraikannya, pihak istri dan anak tidak berhak atas harta gono gini maupun waris dari pihak suami.

"Cerainya pun juga mudah. Melalui ucapan dari pihak suami via telepon dan bahkan menghilang begitu saja juga ada. Kalau nikah resmi kan harus melalui KUA, cerai dari pernikahan resmi juga harus melalui sidang di Pengadilan Agama (PA). Jadi bagaimanapun nikah siri tidak akan pernah menguntungkan pihak perempuan dan anak," ucapnya. Peraturan dibuat sedemikian rupa demi keadilan, untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak.

Karena syarat nikah siri juga harus ada wali nasab, maka pihak perempuan harus menghadirkan walinya.

Tapi terkadang, karena ingin merahasiakan pernikahan, maka mereka lebih memilih menggunakan wali hakim.

"Seharusnya wali hakim tidak boleh dihadirkan apabila masih ada wali nasab. Wali nasab itu bisa ayahnya si mempelai perempuan, saudara laki-laki, paman, kakek, dan seterusnya ada urut-urutannya. Wali hakim itu jalan terakhir, apabila wali nasabnya sudah tidak ada semua," paparnya.

Pihaknya juga menjelaskan, pernikahan siri bisa berubah menjadi pernikahan sah apabila didaftarkan di KUA.

Namun kedua belah pihak pasangan pengantin harus mengajukan isbat nikah di Pengadilan Agama.

"Isbat nikah juga bisa diajukan oleh salah satunya saja, atau anak, wali nikah, dan pihak lain yang berkepentingan dalam pernikahan. Syaratnya, surat keterangan dari KUA setempat yang menyatakan bahwa pernikahan belum dicatatkan. Surat keterangan dari lurah atau kepala desa yang menerangkan bahwa pemohon sudah menikah. KTP, biaya perkara, dan berkas lain yang ditentukan oleh hakim dalam persidangan," bebernya.

Latif juga menyatakan, pernikahan siri tidak hanya terjadi karena hamil di luar nikah saja.

Ada juga oknum PNS melakukan nikah siri karena alasan tertentu.

Sengaja keluarga menikahkan secara siri karena mempelai masih studi, baru kemudian lulus kuliah pernikahannya dicatatkan ke KUA sekaligus menggelar resepsi pernikahan atau walimahan.

Upaya itu untuk menghindari perzinahan, tapi si mempelai belum siap hidup secara mandiri.

Dalam kondisi begini, jika tidak hati-hati dan waspada, tetap saja pihak perempuan yang dirugikan.

Latif menyarankan apapun kondisinya lebih baik nikah resmi dicatatkan di KUA supaya dua pihak mantap dan yakin melangkah menempuh hidup baru.

Istri Menuntut

Seorang kepala dinas di Jawa Tengah mengaku telah melaksanakan nikah siri karena suatu hal.

Dia menyadari sebagai PNS dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Dia juga paham konsekuensi dari pernikahan siri. Kadis ini terpaksa menikah siri karena sudah tidak tahan dengan sikap istri sahnya.

"Istri saya banyak nuntut ini itu. Sampai saya harus cari 'sampingan' sana sini. Apa-apa mintanya yang mewah. Saya sudah tidak betah, tidak nyaman," ucap pria yang menjabat sebagai Kepala Dinas di Pemda ini.

Menariknya, perempuan yang diajak menikah siri oleh pria tersebut adalah bawahannya yang sama-sama seorang PNS.

Walaupun saat menikah dengan kepala dinas itu sudah berstatus janda satu anak, tetapi menurut aturan, PNS perempuan dilarang menjadi istri kedua.

"Saya memutuskan untuk menikahinya secara siri karena ada kecocokan. Terlebih, dia sebelumnya juga sering menemani saya dinas luar kota. Sebenarnya saat ini istri sah saya sudah tahu bahwa saya punya istri siri. Tapi sengaja memang tidak saya ceraikan," tegas dia.

Sejatinya, pria tersebut ingin mengubah status pernikahan sirinya menjadi pernikahan sah bersama seorang janda PNS itu.

Namun, dia terbentur oleh aturan yang melarang PNS perempuan dilarang menjadi istri kedua.

"Kalau mau dijadikan istri sah sebenarnya bisa. Toh istri pertama saya sudah mengizinkan. Tapi berhubung dia masih aktif menjadi PNS, jadi saya tidak bisa melakukannya. Cara satu-satunya dia harus keluar dari pekerjaannya sebagai PNS," terangnya.

Semenjak menikah siri dengan janda PNS tersebut, kepala dinas ini mengaku lebih sering bertemu dengannya dibandingkan istri sah.

Meskipun usianya lebih tua, namun dia merasa hidupnya lebih nyaman dibandingkan bersama istri sah.

"Anak saya dari istri siri sudah ada tiga. Alhamdulillah kalau keluarga besar tidak mempersoalkan, asal adil lahir batin. Dia pun (istri sah) juga tidak mau diceraikan. Ya sudah saya jalani dua-duanya," tambahnya.

Soal waris dan harta gono gini, pihaknya mengaku sudah mengatasnamakan beberapa rumah, kendaraan, dan tanahnya kepada istri siri.

"Soal harta sudah ada beberapa yang saya atasnamakan istri siri. Jadi biar dia ayem, tidak perlu khawatir jika suatu saat nanti saya sudah tidak ada," pungkasnya.

Baca juga: Ustaz Abdul Somad Menikah, Arie Untung Turut Beri Ucapan Selamat: Ikut Berbahagia

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas