Kisah Pilu Pasutri dan 2 Balita Terpaksa Mudik Jalan Kaki Dari Gombong ke Bandung, Mohon Doa Selamat
Tak hanya berdua, suami-istri ini juga membawa kedua anak mereka yang masih balita, yakni Manpa (3 tahun 8 bulan) dan Hanum (1 tahun 5 bulan).
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, CIAMIS – Banyak cara yang dilakukan pemudik agar dapat berlebaran di kampung halaman merekaa.
Namun, apa yang dilakukan Dani (38) dan istrinya, Masitoh Aninur Lubis (36), terbilang nekat.
Mereka berjalan kaki dari Gombong, Jawa Tengah, menuju kampung halaman mereka di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Tak hanya berdua, suami-istri ini juga membawa kedua anak mereka yang masih balita, yakni Manpa (3 tahun 8 bulan) dan Hanum (1 tahun 5 bulan).
Baca juga: Tangsel Tetapkan Tujuh Titik Penyekatan Selama Larangan Mudik Idul Fitri 2021
Baca juga: Gemetar Lihat Polisi, Pemuda Ini Jatuh dari Motor di Pos Penyekatan Mudik, Ternyata Gara-gara Ini
Saat ditemui Tribun Jabar, Jumat (7/5/2021), keempatnya baru saja sampai di Lingkungan Bolenglang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Mereka sudah enam hari berjalan kaki.
“Beginilah sehari-harinya. Kalau capai, langsung berhenti. Setelah istrahat sebentar, melanjutkan perjalanan lagi,” ujar Dani, yang ketika ditemui sedang berteduh di bawah pohon rindang di tepi Jalan A Yani.
Dani mengaku, ia sekeluarga berangkat dari Gombong pada Minggu (2/5/2021) sore.
Kemarin, pakaian ya mereka kenakan terlihat lusuh.
Begitu juga sandal jepit yang mereka pakai.
Dani mengatakan, mereka sekeluarga terpaksa nekat jalan kaki dari Gombong menuju Soreang karena sudah tidak punya apa-apa lagi setelah di-PHK dari perusahaan konfeksi rumahan di Gombong, tempatnya selama ini bekerja.
Di Gombong, Dani sekeluarga tinggal di rumah kontrakan.
Baca juga: Aturan Larangan Mudik, Pemerintah Berharap Lonjakan Kasus Aktif Covid-19 Tak Terjadi Pasca Lebaran
Baca juga: Sudah Sembunyi di Pikap Tertutup Terpal, Pemudik Tetap Ketahuan, Ngaku Jenguk Saudara Melahirkan
“Jadi, kami ini sebenarnya bukan mudik, tapi pulang kampung."
"Pulang, karena di Gombong sudah tidak punya apa-apa lagi."
"Mudah-mudahan di Bandung nanti ada pekerjaan,” ujar Dani.
Selain berbekal uang Rp 120 ribu, kata Dani, ia dan istrinya hanya membawa pakaian yang mereka kemas dalam tas gendong kecil.
“Tapi alhamdulillah, selama di perjalanan banyak yang bantu."
"Ada yang ngasih uang, ada yang ngasih makanan."
"Kami hanya berjalan di siang hari. Kalau malam, istirahat,” ujar Masitoh, yang selalu tersenyum saat bercerita.
Jika malam tiba, kata Masitoh, mereka memilih SPBU untuk istirahat malam sekaligus menumpang mandi.
“Setelah istirahat malam di pom bensin, pagi harinya melanjutkan perjalanan lagi,” kata Masitoh.
Selain yang membantu, ujar Masitoh, ada juga warga yang mereka temui di perjalanan yang curiga dengan mereka.
Masitoh mengaku bisa memahami hal itu.
Baca juga: Saat Pelarangan Mudik Berlaku, Puluhan WNA China Tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Begini Nasibnya
Baca juga: Sama-sama Kena Penyekatan Mudik Saat Tugas, Ibu Dewan Lolos, Angkot Bu Guru Harus Putar Balik
"Ini adalah bagian dari perjalanan hidup kami. Mohon doanya supaya kami selamat dalam perjalanan,” ujar Masitoh.
Masitoh mengatakan, mereka sebenarnya memiliki empat orang anak.
Anak yang sulung, Eva (16), kini nyantri di sebuah pesantren.
Anak yang nomor dua, Ihsan (10), tinggal bersama neneknya di Jalan Pancing Unmed, Medan, Sumatra Utara.
“Yang ikut jalan Manpa, dan yang digendong ini Hanum,” ujarnya.
Karena sedang melakukan pejalanan jauh, Dani sekeluarga terpaksa tidak berpuasa.
Keberadaan Dani bersama istri dan dua anaknya yang sedang makan di sisi jalan tersebut tentu menjadi perhatian warga dan pengguna jalan yang sedang melintas.
“Saya heran, siang-siang bulan puasa kok ada yang makan minum di sisi jalan. Setelah saya dekati ternyata mereka sedang melakukan perjalanan jauh dari Gombong menuju Soreang Bandung dengan berjalan kaki,” ujar Abdul Muhi, Kades Tigaherang, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis.
Setelah mengetahui kondisi Dani sekeluarga, Abdul Muhi pun menawari Dani sekeluarga ikut mobil, menumpang sampai Sindangrasa, Ciamis.
Kepala Desa Tigaherang, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, itu pun menitipkan sedikit bekal untuk Dani dan keluarga.
“Alhamdulillah di perjalanan suka ada yang bantu, tidak hanya makanan dan minuman tetapi juga uang."
"Kadang juga tumpangan naik mobil,” ujar Dani.
Dani mengatakan, setiap hari mereka bisa melakukan perjalanan antara 25 kilometer sampai 30 kilometer.
Tapi, kadang lebih cepat kalau ada yang ngajak menumpang naik mobil.
Dani memperkirakan mereka akan sampai di Soreang pada hari kedua Lebaran.
“Doain kami selamat,” katanya.
Strategi Angkot
Berbeda dengan Dani sekeluarga yang masih dalam perjalanan ke kampung halamannya, dua mahasiswi yang kuliah di Bandung, Jeane Lutfia (24) dan Rayhan (25), sudah sampai ke kampung halaman mereka di Kabupaten Majalengka.
Mereka lolos dari pemeriksaan petugas gabungan di sejumlah pos penyekatan.
"Caranya dengan naik-turun angkot sejak dari Bandung," ujar Jeane saat diwawancarai ketika menunggu jemputan keluarga di wilayah Kadipaten, Jumat (7/5/2021).
Jeane mengatakan, mereka menggunakan angkot sejak dari Cibiru.
Angkot dari Cibiru ini membawa mereka sampai ke Jatinangor.
Setibanya di Jatinangor, keduanya kemudian berpindah ke angkot lain dengan tujuan Sumedang Kota.
"Terus turun dan naik angkot lagi sampai ke Kadipaten ini," ujar Jeane.
Selama perjalanan Jeane dan Rayhan memang sempat diperiksa oleh petugas di wilayah perbatasan.
Namun, berbekal surat hasil pemeriksaan Covid-19, dan karena mereka tidak membawa barang bawaan seperti umumnya pemudik, keduanya berhasil lolos dari pemeriksaan petugas.
"Kalau keliatan seperti pemudik, pasti dicegat. Pasti enggak boleh mudik," ujarnya.
Biasanya Jeane selalu menggunakan kendaraan umum saat ingin mudik ke Majalengka.
"Biasanya naik elf atau dijemput. Kalau pake elf kan langsung, dari Bandung sampai di Kadipaten."
"Nah ini ada larangan, jadi saya cari cara."
Jeane mengaku strategi untuk menembus penjagaan petugas di perbatasan ini sudah mereka rencanakan sejak lama.
"Sebelumnya, saya juga tanya-tanya ke teman di Sumedang, kalau mau Kadipaten naik angkot itu angkotnya angkot apa."
"Emang udah direncanain sejak lama," katanya.
Pada hari kedua larangan mudik, kemarin, upaya menerobos penjagaan petugas dilakukan sejumlah warga dengan bersembunyi di bak mobil pikap yang ditutup dengan terpal.
Namun, upaya tersebut gagal.
Petugas gabungan di perbatasan Majalengka-Sumedang, yang curiga, berhasil memergoki mereka saat mobil tersebut berupaya melintas di Posko Penyekatan larangan mudik di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka.
Kapospam Kadipaten, Kompol Sukanto, mengatakan para penumpang pikap itu mengaku ingin menjenguk sanak saudaranya yang baru saja melahirkan.
Namun, petugas tak begitu saja percaya.
"Kami minta mereka untuk kembali ke daerah asal," ujar Sukamto.
Lebih Lengang
Hingga hari kedua larangan mudik, kemarin, sebanyak 22 ribuan kendaraan telah dipaksa kembali saat mencoba melintas di pos-pos penyekatan yang tersebar di 158 titik di Jabar.
"Proses pelarangan mudik berlangsung sangat dinamis. Per harinya itu Polda Jawa Barat memutarbalikkan sekitar 11 ribu kendaraan. Jadi selama dua hari terakhir sudah 22 ribu kendaraan yang diputarbalikan karena ketahuan curi-curi mudik," kata Gubernur Jabar Ridwan Kamil, seusai memimpin rapat Penanganan Covid-19 Jabar di Markas Kodam III Siliwangi, Jumat (7/5/2021).
Emil memngatakan, selama dua hari, terdapat 64 ribu kendaraan yang dirazia atau diperiksa oleh petugas kepolisian, Satpol PP, TNI, Dinas Perhubungan, dan instansi lainnya.
"Hikmahnya, per hari ini, laporan dari kepolisian, lalu lintas lebih lengang, karena mungkin ada pemberitaan terjadinya dinamika luar biasa kemarin, itu membuat banyak yang mau mudik mengurungkannya," katanya.
Dari sekitar 300 penyekatan se-Indonesia, kata Emil, setengahnya memang ada di Jabar.
Ada dua puluhan penyekatan di jalan tol dan jalan jalan nasional, sisanya 130 penyekatan di jalan-jalan kota kabupaten, melibatkan polsek terkait.
"Jadi, enggak usah menyiasati karena nanti capek sendiri. Semua potensi yang ke arah zona mudik itu ditutup."
"Contohnya yang paling ramai di Priangan kan, ke Tasik Garut itu, di Gentong juga juga dilakukan penyekatan luar biasa," katanya.
Emil juga kembali menegaskan, kegiatan mudik dilarang di daerah mana pun, termasuk kawasan aglomerasi di Jabar, yakni Bodebek dan Bandung Raya.
"Orang tinggal di Cimahi kerja di Bandung, tidak akan dirazia atau disekat, tapi tidak boleh dijadikan alasan untuk mudik."
"Kami dari satgas akan melakukan upaya juga, memilah-milah mana yang terlihat beberengkes, gayanya mau mudik, itu kita larang," kata Gubernur.
Gubernur menekankan tidak ada lagi istilah mudik lokal di Jabar, baik di kawasan aglomerasi maupun yang bukan kawasan aglomerasi.
Hal ini diharapkan ditindaklanjuti oleh pemerintah di tingkat kabupaten dan kota di Jawa Barat.
"Mudik intinya dilarang, tidak ada istilah mudik lokal."
"Kita koreksi semua jenis mudik, mau di aglomerasi mau interaglomerasi, interkota, interprovinsi, itu juga dilarang," katanya. (andri m dani/eki yulianto/syarif abdussalam)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul SUNGGUH Memilukan, Pemudik Jalan Kaki dari Gombong ke Bandung, Tidur di SPBU, Dua Balita Ikut Serta,