Kedelai Naik Imbas Permintaan Cina
Harga kedelai membumbung tinggi imbas permintaan Cina terhadap bahan baku tempe ini, ditambah di AS sebagai negara penghasil kedelai belum masa panen
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung mengaku tak bisa melarang aksi mogok produksi yang rencananya akan dilakukan para pengrajin tahu dan tempe selama tiga hari, mulai Jumat (28/5).
Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliyah, mengatakan perajin tahu dan tempe saat ini memang hanya mengandalkan kedelai dari impor untuk produksinya, sementara kebijakan impor kedelai ini adanya di pemerintah pusat, bukan di daerah.
Elly mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan harga kedelai impor ini. Satu di antaranya adalah terus merangkak naiknya harga kedelai global. April 2021, kedelai masih dijual dengan harga Rp.9.200 per kilogram. Bbulan Mei sudah kembali naik menjadi Rp. 10.500 per kilogram.
Baca juga: Bahan Baku Tahu-Tempe Tergantung ke Amerika Serikat
Elly mengatakan, sebagian besar kedelai di Indonesia diimpor dari Amerika Serikat.
"Saat ini, kedelai di Amerika Serikat belum memasuki masa panen," ujar Elly melalui telepon, Rabu (26/5).
Elly mengatakan pemicu kenaikan kedelai ini adalah adanya permintaan dari Cina sebesar 7,5 juta ton pada April 2021. Permintaan ini menyebabkan harga kedelai dunia ikut naik.
Namun, kata Elly, Kementerian Perdagangan sudah memastikan bahwa stok kedelai untuk kebutuhan industri tahu dan tempe masih mencukupi.
"Salah satu upaya untuk menekan harga kedelai, diimbau kepada distributor untuk dapat menyalurkan langsung kepada industri pengrajin tahu dan tempe. Ini akan memotong mata rantai distribusi" ujar Elly seraya menyebutkan bahwa kebutuhan kedelai di Kota Badung saja sekitar 8.000 ton perbulan.)(tiah sm)
Baca juga: Perajin Tahu-Tempe Mogok Produksi, Rakyat Kecil Makan Apa