Perajin Tahu-Tempe Mogok Produksi, Rakyat Kecil Makan Apa
Mulai hari ini, perajin tahu - tempe di Kota Bandung mogok produksi. Pemicunya, keledai naik. Pemerintah diharapkan cari solusi.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Perajin tahu di Bandung kembali mengancam menggelar aksi mogok produksi dan berjualan. Rencananya, mogok produksi dan berjualan akan mereka lakukan selama tiga hari, 28-30 Mei. Aksi digelar sebagai buntut dari terus melambungnya harga kedelai, yang merupakan bahan baku utama selama beberapa minggu terakhir.
Salah seorang perajin tahu Cibuntu, Deden (46), mengatakan, saat ini harga kedelai telah mencapai Rp 10.700, bahkan ada juga yang sampai Rp 12 ribu per kilogram. Padahal, harga normalnya Rp 6.800-Rp 7 ribu per kilogram.
"Naiknya sudah sejak sebelum bulan Puasa. Waktu itu masih antara Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribuan per kilogram. Tapi dari bulan uasa sampai Lebaran, malahan sampai hari ini harganya terus naik. Kalau begini terus, kami yang bingung. Mau jual berapa ke konsumen?" ujarnya saat ditemui di Jalan Cibuntu Selatan, Kelurahan Warung Muncang, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, Rabu (26/5).
Deden mengaku, telah melakukan berbagai upaya agar tidak sampai menaikkan harga jual tahu produksinya. Mulai dari mengecilkan ukuran tahu hingga menjual tahu secara terbatas.
"Karena harga tahu yang saya jual sudah Rp 1.000 per butir, maka tidak mungkin saya naikkan lagi. Bisa kabur nanti pembeli. Jadi solusinya saya perkecil saja ukurannya, bahkan baru dua hari ini saya jualnya terbatas, biasanya sehari saya produksi 100 papan (1 papan = 100 butir tahu), tapi kemarin saya hanya bikin 60-70 papan saja. Saya khawatir kalau produksi seperti biasa, bahan baku habis, terus harus beli kedelai lagi yang lagi mahal, habis dong modal saya," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Deden mengaku akan ikut aksi mogok berproduksi dan berjualan ini seperti teman-temannya. Deden berharap, dengan aksi mogok ini pemerintah segera mencari solusi agar kondisi mahalnya kedelai dapat secepatnya diatasi.
"Insya Allah, saya ikut kaksi mogok nanti," ujarnya.
Perajin tahu Cibuntu lainnya, Supardi (57), mengaku belum memutuskan apakah akan ikut mogok produksi dan berjualan tahu atau tidak, Jumat hingga Minggu nanti. Ia masih ragu karena khawatir dengan dampaknya pada kondisi ekonomi para pegawainya, yang buruh harian. Terlebih, di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, mendapatkan pekerjaan menjadi jauh lebih sulit.
"Saya masih mempertimbangkan untuk ikutan karena saya harus diskusi dulu sama para pegawai. Apakah mereka siap kalau harus kehilangan pendapatan hariannya selama mogok produksi dan jualan? Apalagi saya punya tujuh pegawai yang merupakan tulang punggung keluarga. Kalau mereka enggak dapat uang, keluarganya bagaimana? Itu yang masih saya pikirkan," ujarnya.
Baca juga: Harga Kedelai Melambung Lagi, Perajin Tempe di Jawa Barat Besok Mogok Selama Tiga Hari
Imbasnya Lama
Rencana aksi mogok para perajin tahu dan tempe, kemarin juga menuai reaksi dari masyarakat, terutama para ibu.
"Kalau bisa mah jangan mogok lah, bagaimana lah caranya asal jangan mogok. Soalnya, tahu dan tempe itu sudah seperti makanan wajib keluarga saya. Harus selalu ada di meja makan," ujar Anita Tresnaningsih (56), warga Riung Bandung, saat ditemui di rumahnya, Rabu (26/5).
Hal senada disampaikan oleh Nina (53), warga GBI, Kota Bandung. "Saya sudah dengar bakal ada rencana mogok jualan ini dari si emang tahu keliling langganan. Malahan, gara-gara rencana itu saya harus nyetok tahu di kulkas, kalau-kalau seperti dulu lagi, tahu jadi langka, gara-gara yang enggak ada yang jualan," ujarnya saat dihubungi melalui telepon.
Ia juga berharap para perajin tahu dan tempe mengurungkan niat mereka untuk mogok produksi dan berjualan.
"Sebab, meskipun mogoknya cuma tiga hari, kadang imbasnya lebih dari tiga hari. Tahu jadi langka lah atau justru kalau pun ada, harganya naik tinggi. Harapannya, pemerintah cari solusi, biar pada penjual tahu ini tetap jualan, kasian juga kan, kalau engga ada tahu dan tempe, rakyat kecil makan apa," ucapnya.
Juariah (48), warga Cempaka Arum, Gedebage, Kota Bandung, berharap rencana mogok para perajin tahu ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mulai mencari importir baru penyuplai kedelai selain Amerika.
"Situasi ini, kan, terus berulang ya. Terakhir itu bulan Desember lalu, pas mau tahun baru, kalau enggak salah. Jadi ini semacam warning lah buat pemerintah bahwa sudah saatnya mencari importir baru kedelai, karena selama ini kan kita terus-terusan impor kedelai dari Amerika. Meskipun kualitasnya bagus, kalau ada yang alternatif produsen dengan kualitas yang sepadan, kenapa enggak? Apalagi kalau bisa lebih murah, tapi kualitasnya tetap bagus, itu lebih baik lagi," ujarnya.
Jika jadi nanti, mogok para produsen tahu kali ini adalah yang kedua pada tahun ini. Sebelumnya, para perajin tahu dan tempe ini juga menggelar aksi serupa selama tiga hari, 1-3 Januari. Saat itu, aksi juga dipicu kenaikan
Hal tersebut sebagai respons perajin terhadapnya melonjaknya harga kedelai sebagai menjadi Rp 9.200 per kilogram. Pascamogok, harga kedelai kembali turun sebelum membali merangkak naik awak Ramadan. (cipta permana)
Baca juga: Selain Enak, Makan Tempe Punya Manfaat Kesehatan, Baik untuk Jantung
Protes Harga Kedelai
· Mogok produksi dan berjualan tahu dan tempe digelar tiga hari, 28-30 Mei 2021.
· Mogok rencananya diikuti semua perajin tahun dan tempe se-Bandung Raya.
· Alasan mogok, kenaikan harga kedelai.
· Kemarin, kedelai sudah Rp 10.700 - 12.000 per kilogram
· Harga normal kedelai Rp 7.000 per kilogram.
· Kenaikan sudah mulai terjadi sejak sebelum Ramadan.
· Ini kali kedua produsen tahu dan tempe mogok produksi tahun ini. Januari lalu, mereka juga melakukan aksi serupa