Pemuda Jogja Tewas Dikeroyok 10 Orang, Begini Keterangan Saksi Mata hingga Firasat Sang Ayah
Waktu itu saksi berinisial Y sempat panik karena melihat korban dikejar-kejar oleh rombongan pelaku yang kebanyakan berusia remaja antara 18-20 tahun
Penulis: Eko Sutriyanto
“Saya kenal DW itu sudah zaman SMP. Tidak dekat, tapi dia baik banget sama kami semua,” tandasnya. (ard)
Tangis Suparjiman Saat Jenazah Anaknya Datang
Tak pernah terbayang di benak Suparjiman, warga Jalan Bantul, Gang Windudipura, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, harus kehilangan putra bungsunya dengan cara yang tragis.
DW, putra bungsunya harus meninggal dunia setelah menjadi korban pengeroyokan di Jalan Ki Amri Yahya, Pekuncen, Kota Yogyakarta, pada Kamis (3/6/2021) dini hari.
DW tak bisa diselamatkan setelah mendapatkan luka serius di bagian kepala setelah dikeroyok beberapa orang di kawasan dekat Pasar Serangan, di dekat kompleks Jogja National Museum (JNM).
Baca juga: Geger Temuan Mayat Pria Mengapung di Perairan Danau Toba
Suparjiman pun menangis sejadi-jadinya saat jenazah DW tiba di rumah duka pada Kamis (3/6/2021) menjelang sore.
Anak bungsu kesayangannya betul-betul telah tiada.
Di samping jenazah DW yang diturunkan dari ambulans, pria berambut putih itu berteriak tersedu.
Dia tidak mendekat untuk melihat dan memilih menyaksikan anaknya dimasukkan ke keranda berwarna hijau dari kejauhan.
Suparjiman yang tabah menyalami semua pelayat.
Dia lunglai, dibopong oleh tetangganya.
“Dia (DW) sering menawari saya makanan.
Dia takut kalau saya tidak makan,” katanya, saat berbincang dengan Tribun Jogja di rumah duka.
Meski terlihat lemah, Suparjiman tidak mau berdiam diri di rumah.
Dia pun mengantarkan sang anak bungsu ke tempat peristirahatan terakhir, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Tak Bisa Tidur Nyenyak
Suparjiman pun bercerita detik-detik dirinya mendapat kabar saat putranya dinyatakan meninggal.
Sejak pukul 02.00 WIB dini hari, dia mengaku tidak bisa tidur nyenyak.
Suparjiman mendadak gelisah ketika ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya.
Akibat ketukan tersebut, tubuhnya terjaga, tidak mampu kembali beristirahat di kamar, meski sebenarnya dia mengantuk.
“Rumah saya diketuk seseorang sekitar jam 02.00 dini hari tadi (Kamis).
Orang itu mencari kakaknya DW.
Terus saya keluar dan saya dengarkan apa saja percakapan mereka,” bukanya kepada Tribun Jogja di kediaman sebelum kedatangan jenazah DW.
Dini hari yang dingin, banyak teman DW berkumpul di depan rumah.
Baca juga: Kasus Mutilasi Wanita Muda di Banjarmasin, Izin ke Suami Beli Susu, Pulangnya Sudah Jadi Mayat
Mereka cukup berisik membicarakan tentang DW yang menjadi korban pengeroyokan.
Tak disangka, ketukan tersebut adalah pertanda bahwa DW telah tiada.
Dia meninggal dunia di Jalan Ki Amri Yahya, Kota Yogyakarta, akibat dikeroyok sejumlah orang tidak dikenal.
Hati Suparjiman miris mendengarnya. Dia bisa menahan tangis, meski tidak kuasa menitikkan air dari mata.
"Saya dengarkan saja itu pembicaraan mereka. Ternyata ada kejadian pengeroyokan," ujarnya lirih.
Kakak DW nomor dua pun bergegas ke RS Bhayangkara, memastikan kondisi sang adik yang telah mengembuskan napas terakhir.
Suparjiman dan istri, serta anak pertamanya memilih di rumah yang terletak di Jalan Bantul, Gang Windudipura, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.
Mereka menunggu kabar dari anak kedua mengenai kondisi DW.
Selama berbincang dengan Tribun Jogja, pikiran Suparjiman tampak kosong.
Matanya yang memandang jauh kemudian menatap ke tanah. Dia terlihat masih belum lega jika belum melihat jenazah si anak.
Tamu-tamu berdatangan tak henti-henti sejak pukul 10.00 WIB. Sebagian dari mereka adalah teman main DW.
Adapula warga sekitar yang turut prihatin dengan kepergian pemuda itu.
Mereka memadati gang menuju rumah DW, menunggu kedatangan jenazah sahabat mereka yang ternyata baru bisa diantar kembali ke keluarga pukul 15.45 WIB.
Para tamu itu juga menyempatkan menemui Suparjiman, mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya.
Mereka memahami, pasti orang tua DW merasa terpukul dengan kepergian mendadak sang anak.
DW, anak bungsu Suparjiman kelahiran 1999 itu memang tidak pamit ketika ia pergi menjelang tengah malam.
Padahal, Suparjiman selalu berpesan kepada DW agar tidak tidur terlalu larut lantaran masih harus bekerja di pagi hari.
"Dia baru bekerja belum ada satu tahun, jadi (teknisi) perbaikan AC.
Setelah lulus tahun lalu, dia kerja. Saya sudah pesan jangan tidur malam-malam. Saya tidak tahu kalau dia pergi saat itu,” tambahnya.
Di rumah, DW selalu tidur sekitar pukul 00.00 WIB, mengantisipasi agar tidak telat bekerja.
Namun entah mengapa, di hari di mana dirinya meregang nyawa, DW justru masih mengobrol dengan teman-temannya hingga larut.
Dia memilih untuk menunda tidur dan membantu teman-temannya yang terkena masalah.
“Tidak pernah, anak saya tidak pernah ikut geng ataupun terlibat kekerasan seperti itu. Ini saya juga bingung kenapa dia berani maju. Bukan dia yang punya masalah,” ucapnya lagi.
Polisi Masih Mengejar Pelaku
Polisi masih melakukan pengejaran pelaku pengeroyokan yang menewaskan DW (22) warga Gedungkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.
Sebagaimana diberitakan Tribun Jogja pada Kamis (3/6/2021) DW dikeroyok oleh sejumlah orang di sekitar Pasar Serangan, Pekuncen, Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta.
Ia menderita luka serius di bagian kepala hingga meninggal dunia di Tempat Kejadian Perkara (TKP) akibat pukulan tangan dan hantaman benda tumpul.
Kasubbag Humas Polresta Yogyakarta, AKP Timbul Sasana Raharja mengatakan sejauh ini Polisi belum mengamankan pelaku pengeroyokan tersebut.
Meski disampaikan sebelumnya jika nama-nama pelaku pengeroyokan itu telah dikantongi oleh anggota kepolisian.
"Masih nihil sejauh ini. Anggota masih melakukan pengejaran kepada pelaku," jelasnya, Jumat (4/6/2021).
Sementara itu, Kasatreskrim Polresta Yogyakarta AKP Rico Sanjaya menjelaskan pihak kepolisian masih terus memburu pelaku pengeroyokan yang melibatkan tujuh orang pelaku.
Polisi telah menyimpulkan sementara bahwa letak persoalan dalam kasus tersebut muncul dari pelaku berinisial GT yang disinyalir memiliki permasalahan pribadi dengan AM atau pelapor sekaligus teman dekat DW.
Baca juga: Mekanisme Pergantian Panglima TNI yang Diatur dalam Undang-Undang, Haruskah Bergilir Tiap Matra?
Puncaknya, pada Kamis dini hari kemarin GT dan AM mencoba menyelesaikan persoalan mereka, namun sayang DW yang saat itu diajak oleh AM justru meninggal dunia setelah dikeroyok oleh GT dan kawan-kawannya.
Hingga kini Polresta Yogyakarta bergerak cepat melakukan penyelidikan keberadaan para pelaku.
"Masih dalam penyelidikan keberadaan pelaku. Opsnal Polresra back up Polsek untuk menangkap pelaku, mohon doanya supaya segera terungkap," tandasnya. (Tribun Jogja/ Miftahul Huda/Ardhike Indah)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.