Cucuran Keringat dan Air Mata Temani Langkah Suparno Jumar Jaga Sungai Ciliwung, Begini Kisahnya
Bagi Suparno Jumar, sungai memiliki makna dan memori tersendiri dalam hidupnya. Bahkan, setiap pagi ia selalu membersihkan sampah Sungai Ciliwung
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Bagi Suparno Jumar, sungai memiliki makna dan memori tersendiri dalam hidupnya. Bahkan, pemuda berusia 49 tahun ini pun rutin menyusuri Sungai Ciliwung setiap pagi untuk membersihkan sampah-sampah yang terdapat di sepanjang aliran sungai.
Suparno mengisahkan, kecintaannya pada sungai berkaitan dengan kenangan akan masa kecilnya. Ia mengaku begitu akrab dengan sungai sejak masih kanak-kanak.
Saat itu, dirinya tinggal di lingkungan yang berada di daerah aliran sungai di Jawa Tengah sehingga sering bermain dan mandi di sungai.
Namun, ketika berpindah ke ibu kota, ternyata kenangan manis masa kecilnya tidak bisa lagi terulang karena keadaan sungai yang kotor.
Bahkan, ketika pada tahun 1998, dirinya pernah menemui hal yang tidak mengenakkan. Ia secara langsung melihat petugas kebersihan yang bertugas menarik sampah dari kampung-kampung lantas membuangnya ke sungai.
“Itu jumlahnya bukan main-main. Lalu, ketika itu saya coba menegur, bukannya memberikan respon baik tetapi justru seolah marah dan menganggap ngapain saya ngatur-ngatur,” cerita Suparno ketika dihubungi Tribunnews, Kamis (26/8/2021).
Kejadian itu pun begitu membekas di benak pria kelahiran 11 Agustus 1972 ini. Ia begitu menyadari dirinya hanya seorang pendatang dan belum memiliki kemampuan mengubah kebiasaan yang sudah lama berlangsung.
Maka dari itu, ia pun mencoba mengumpulkan teman-teman yang memiliki perhatian yang sama terhadap sungai.
Singkat cerita, pada tahun 2015 ia menemukan sebuah gerakan komunitas di Bogor yaitu Komunitas Peduli Ciliwung dan memutuskan untuk bergabung sebagai relawan hingga saat ini.
Resign dari kantor dan full time sebagai river defender
Kecintaan Suparno kepada sungai terus ditunjukkannya dalam aksi-aksi nyata. Termasuk, ketika dirinya mendapatkan tugas ke luar daerah saat masih bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan industri kreatif tahun 2013-2019.
“Ketika saya ditugaskan ke luar daerah, saya harus kemudian melihat paling tidak satu sungai di daerah yang kami kunjungi. Hal ini sebagai sebuah upaya saya untuk menguatkan data bahwa apa yang saya lakukan bersama kawan-kawan memang relevan, dan ternyata saya menyimpulkan bahwa memang sungai-sungai di Indonesia pada umumnya mengalami penistaaan yang luar biasa,” ungkap Suparno.
Melihat keadaan sungai yang terus-menerus memprihatinkan, akhirnya pada akhir Juli 2019 Suparno pun memberanikan diri untuk mengambil keputusan besar, yaitu resign dari tempatnya bekerja dan memilih full time menjalani peran sebagai penjaga sungai atau river defender. Ia juga bergabung dengan tim Satgas Naturalisasi Ciliwung Kota Bogor.
Keputusan anak empat anak ini untuk undur diri sebagai pegawai kantoran sudah melalui berbagai pertimbangan.
Namun, dirinya mencoba menjelaskan kepada keluarga bahkan atasan di tempatnya bekerja bahwa ia memiliki alasan besar nan mulia di balik keputusannya: membantu menjaga kelestarian sungai.
“Saya mencoba untuk memberikan perhatian lebih, mumpung saya masih hidup, mumpung saya masih bisa mikir, mumpung saya masih punya sedikit tenaga, jadi tolong dukung saya dan ini tidak boleh berhenti sampai disini,” tuturnya.
Turut edukasi masyarakat dan manfaatkan sosial media
Sejak 2019 bergabung dengan tim Satgas Naturalisasi Ciliwung Kota Bogor dan setiap hari melakukan patroli, Suparno bersama teman-teman sejawat turut mendorong siapapun untuk mengambil peran bersama dalam memperbaiki sungai.
“Ini adalah tanggung jawab kita bersama bahwa siapapun memiliki peran untuk saling mengingatkan,” ujar Suparno.
Maka itu, bersama komunitas dan juga Tim Satgas Naturalisasi Ciliwung Kota Bogor, Suparno kerap memberikan edukasi kepada masyarakat untuk bahu-membahu menjaga dan melestarikan Sungai Ciliwung.
Kegiatan-kegiatan edukasi itu pun dibalut dalam berbagai aktivitas mulai dari diskusi hingga praktik, misalnya tentang teknik biopori untuk mengompos sampah dapur serta teknik budidaya maggot untuk juga bisa menjadi pakan ternak dan kegiatan lainnya.
“Kami juga mencoba untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang mungkin secara teknologi juga bisa membantu mencari solusi untuk sampah plastik atau anorganik yang selama ini menjadi masalah,” jelas Suparno.
Terlebih, di tengah pandemi saat ini, permasalah sampah yang juga belum kunjung usai diperparah dengan banyaknya sampah masker sekali pakai.
Suparno ingat betul, pada Maret 2021 ia pertama kali menemukan sampah masker di sekitar Sungai Ciliwung.
Untuk itu, dirinya dan tim pun berusaha untuk berkomunikasi dan menggandeng berbagai pihak agar permasalahan sampah masker ini bisa diatasi.
Selain mengedukasi masyarakat dan berkomunikasi dengan berbagai pihak, Suparno juga turut aktif memanfaatkan media sosial pribadinya sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada publik.
Melalui akun instagram @suparjojumar, dirinya kerap kali membagikan aktivitas dan kondisi terkini dari kegiatannya di Sungai Ciliwung.
Menurut Suparno, media sosial menjadi platform penyampaian pesan. Tak hanya menyediakan fakta lapangan, tetapi juga menyampaikan mimpi dan harapannya mengenai sungai.
Sungai merupakan tempat belajar
Bangga menjadi relawan sekaligus river defender, Suparno mengungkapkan dirinya memiliki kesan tersendiri. Ia merasa bisa menjaga sungai dari dekat, dan hal tersebut adalah panggilan jiwanya.
“Energi saya bisa tersalurkan dan tidak ada batasan ruang dan waktu ketika ingin berinteraksi dengan sungai. Dan sudah hampir dua tahun ini masuk pandemi, saya secara pribadi bersyukur bisa mendapatkan oksigen premium dari pinggir sungai. Selain itu, saya juga sudah 3x melakukan perjalanan di sungai dari Kota Bogor sampai Pintu Air Manggarai,” kisah Suparno.
Bagi Suparno, sungai merupakan tempat belajar. Ia pun tak jarang mengajak anak-anaknya untuk turut serta dalam kegiatannya bersama dengan komunitas di lingkungan Sungai Ciliwung.
Selain itu, dirinya begitu terbuka, bahkan mengajak teman-teman di perguruan tinggi untuk belajar dan berbagi sudut pandang dari aneka disiplin ilmu yang kelak bisa diterapkan untuk pelestarian sungai.
“Kami ingin bahwa sungai yang berkontribusi besar terhadap kelangsungan hidup manusia dan alam semesta ini diberikan ruang yang pantas bahkan kalau boleh dibilang terhormat. Karena hari ini kita masih sangat bergantung dengan air bersih khususnya dari sungai. Sungai adalah tempat dimana kita bergantung dengan air. Tidak hanya manusia, karena disitu juga ada flora dan fauna,” tutup Suparno.