Manusia Silver Lebih Memilih Menadahkan Tangan Daripada Repot-repot Bekerja
Pakar sosiologi menilai, manusia silver merasa gampang cari uang daripada repot-repot bekerja. Kesimpulan itu berdasarkan hasil penelitiannya.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto menilai, keberadaan manusia silver sudah marak di berbagai wilayah Indonesia. Terutama di daerah-daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi seperti Jabodetabek, Yogyakarta, Jawa Barat dan sebagainya.
Menurutnya, pagebluk Covid-19 memang berkontribusi pada maraknya pengangguran di Indonesia. Namun untuk memastikan mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) beralih menjadi manusia silver, harus dilakukan penelitian mendalam.
"Andai kata tidak ada pandemi pun, sangat mungkin mereka akan muncul juga. Jadi, saya sempat ngobrol dengan mereka, sebelum pandemi pun mereka juga tidak mempunyai pekerjaan tetap," ujar Soeprapto, Kamis (28/10).
Baca juga: Manusia Silver Secara Tak Sadar Bunuh Diri Pelan-Pelan
Soeprapto mengatakan, mereka memilih menjadi manusia silver karena berbagai alasan. Pertama, untuk menarik perhatian masyarakat, sehingga diberikan duit sebagai bentuk rasa iba.
Kedua, untuk menutupi identitas dari orang yang dikenalnya seperti kerabat, keluarga dan tetangga di rumah. Kata dia, seseorang yang seluruh tubuhnya diwarnai perak, sangat sulit dikenali, apalagi kalau mereka memakai masker.
"Di satu sisi dia menonjol, tapi di sisi lain supaya tidak mudah tidak dikenal orang lain. Jadi, orang-orang diharapkan tidak mengetahui apa yang mereka lakukan di luar," kata Soeprapto.
Dalam kesempatan itu, Soeprapto juga mengapresiasi langkah Satpol PP DKI Jakarta yang melakukan razia manusia silver dan para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya di wilayah Gambir, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Dikatakan, pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya, namun masyarakat harus menyadari bahwa rasio orang miskin dengan jumlah petugas yang ada tidak sebanding.
"Saran saya kepada pemerintah agar tingkatkan kuantitas dan kualitas patroli, misalnya razia itu. Kemudian tidak hanya sekadar melakukan pembinaan, tetapi memfasilitasinya sesuai dengan UU kita bahwa fakir miskin dan orang terlantar menjadi tanggung jawab pemerintah," jelasnya.
Dia menduga, ada pihak yang menjadi koordinator para manusia silver yang mengemis di pinggir jalan. Polanya seperti penyebaran pengemis yang diturunkan di jalan yang nanti bakal dijemput saat sore atau malam hari.
"Saya yakin itu ada koordinatornya, begitu juga para pengamen yang beberapa waktu lalu didrop (diturunkan) nanti sore dijemput," ucapnya.
"Bahkan saya pernah menemukan di perempatan di daerah Yogyakarta, ada perempuan menangis jam 10 malam mungkin karena lupa atau terlewat untuk dijemput (oleh bosnya)," lanjutnya.
Instan
Dia menambahkan, fenomena ini terjadi karena besarnya angka pengangguran di berbagai daerah. Mereka menganggur dipicu oleh berbagai faktor, namun yang paling utama karena terlalu selektif memilih pekerjaan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.