Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Batik Karya Difabel Tawangsari Bisa Mendunia

Produk kain batik tulis hingga pakaian seharga setengah juta rupiah produk difabel Tawangsari dijual di berbagai daerah belahan Nusantara.

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Sri Juliati
zoom-in Batik Karya Difabel Tawangsari Bisa Mendunia
TribunSolo.com/ Chrysnha Pradipha
Wawan, difablepreneur Tawangsari membatik di tengah keterbatasannya sebagai disabilitas 

TRIBUNNEWS.COM – Tremor tak menghentikan lentik jemari Wawan memainkan kuas membuat pola bunga dalam sebuah kain putih di pangkuannya.

Motif yang ia kembangkan itu selanjutnya akan menjadi sebuah karya bernilai dan berfilosofi tinggi bernama kain batik.

Berbeda dengan teman-temanya, Wawan tak menggunakan canting namun memodifikasi keahlian dengan kuas di tengah keterbatasannya sebagai difabel.

Alhasil, produk kain batik tulis hingga pakaian seharga setengah juta rupiah bisa diproduksi setiap bulan dan dijual di berbagai daerah belahan Nusantara.

Pemuda bernama lengkap Darmawan Fadli Abdul Syukur adalah satu dari empat penyandang disabilitas pengrajin batik alias difablepreneur dari Desa Tawangsari, Kabupaten Boyolali yang tergabung dalam Sanggar Inspirasi Karya Inovasi Difabel (Sriekandi) Patra.

Atau kelompok binaan dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina Regional Jawa Bagian Tengah (JBT).

Baca juga: Ramaikan GIIAS 2021, Pertamina Dukung Industri Otomotif Indonesia Bangkit

Bermula dari hasil social mapping Pertamina untuk CSR-nya, Wawan tergugah bergabung Sriekandi Patra untuk berkarya dan mengasah kemampuan.

Berita Rekomendasi

“Saya lulus sekolah lalu tidak punya kegiatan, tidur nonton TV kerjaannya. Mendapat tawaran gabung Sriekandi Patra ya saya semangat, didukung keluarga juga,” jelasnya ditemui pada Sabtu (30/10/2021).

Awalnya, ia bercerita, merasa kesulitan karena tak memiliki keahlian menggambar apalagi membatik.

Ditambah lagi tremor yang ia derita akan mengganggu kegiatannya untuk sekedar menggambar.

“Namun berkat semangat dan Latihan rutin, akhirnya tremor teratasi. Saya juga menyesuaikan diri menggunakan kuas, beda dengan teman lainnya pakai canting. Tapi itu untuk memudahkan saya membatik,” ucap pemuda 17 tahun ini.

Wawan, adalah satu-satunya laki-laki di sanggar Sriekandi Patra. Namun ia merasa teman-teman disabilitas lainnya di sanggar tersebut seperti keluarga.

Meski hanya 3-4 jam bersama memproduksi batik, dirinya mengaku senang bisa berkumpul menghasilkan produk untuk kemudian dijual.

“Yang terpenting adalah saya bisa mengasah kemampuan di sini, saya bisa berkarya. Sangat berterimakasih kepada Pertamina yang mendukung kami menghasilkan karya,” jelasnya.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas