Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menjamur Bisnis Kafe bagi Kaum Milenial di Bandar Lampung, Tenang dan Instagramable

Kreativitas dan inovasi memang jadi kunci dalam bisnis kafe yang sangat kompetitif. Pebisnis kafe di Bandar Lampung menerobos ke gang-gang yang tenang

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Menjamur Bisnis Kafe bagi Kaum Milenial di Bandar Lampung, Tenang dan Instagramable
tribun lampung
Desain interior kafe yang menarik kaum kawula muda 

TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG – Bisnis kafe di Kota Bandar Lampung terus menggeliat. Menariknya, lokasi kafe-kafe kini tak hanya terkonsentrasi di jalan utama dan pusat kota. Konsumen juga bisa menemukannya di gang atau jalan kecil dan bukan di pusat kota.

Wartawan Tribun Lampung menyusuri dan menemukan sejumlah kafe di gang atau jalan kecil. Tampilan kafe-kafe tersebut tak beda dengan kafe-kafe di jalan utama dan pusat kota. Desain eksterior dan interior tetap ala kawula muda, dengan beberapa spot yang instagramable.

Satu kafe yang berlokasi di jalan kecil adalah DR Koffie HQ. Tepatnya di Gang Cinde, Kelurahan Segalamider, Kecamatan Tanjungkarang Barat.

Untuk menemukan Gang Cinde, konsumen bisa melintasi Jalan Pagar Alam alias Gang PU. Namun, sebelum tiba di Gang Cinde, terlebih dahulu harus melewati Gang Patria atau Gang Masjid di sebelah kiri Jalan Pagar Alam dari arah flyover Mal Boemi Kedaton.

DR Koffie HQ menampilkan konsep suasana pantai. Ada bean bag warna-warni untuk tempat duduk. Yang utama, benar-benar ada pasir layaknya di pantai. Pengelolanya mendatangkan langsung pasir tersebut dari Krui, Kabupaten Pesisir Barat. Di tembok, terdapat mural ombak biru.

Ali, pemilik DR Koffie HQ, mengungkap alasan memilih gang atau jalan kecil sebagai lokasi kafenya. Satu di antaranya tak lain agar biaya operasional lebih hemat. Khususnya biaya sewa tempat, beber dia, bisa terpangkas sampai 80 persen ketimbang memilih lokasi di jalan protokol dan pusat kota.

"Sebelumnya kami sudah survei. Biaya sewa tempat di Jalan ZA Pagar Alam saja bisa mencapai Rp 100 juta per bulan. Dengan kami memilih tempat yang sekarang, untuk total biaya operasional, kami hanya perlu mengeluarkan sekitar Rp 20 juta per bulan," katanya, Jumat (19/11).

Berita Rekomendasi

Meskipun bukan di pusat kota dan di jalan utama, DR Koffie terbilang tetap ramai pengunjung. Satu triknya, pilihan desain eksterior dan interior yang tetap ramah anak muda, seperti halnya kafe-kafe di pusat kota dan jalan utama.

"Kami ubah tempatnya menjadi tempat yang nyaman untuk bersantai dengan style unik dan jarang ada di kafe lain. Anak-anak muda suka tempat yang asyik buat ngobrol dengan sisipan desain yang instagramble," jelas Ali.

Pekarangan

Kafe lainnya di gang atau jalan kecil ialah Fruit Coconut Rajabasa. Tepatnya di Jalan Cengkeh, Kelurahan Gedong Meneng, Kecamatan Rajabasa.

Jalan Cengkeh sendiri berada di kiri Jalan ZA Pagaralam sebelum Underpass Universitas Lampung, dari arah Tanjungkarang.

Kafe Fruit Coconut mengambil tempat di pekarangan yang berada di belakang rumah kos bernama Bunda Kos. Kafe ini tampil dengan nuansa warna kalem untuk memanjakan mata. Kelapa muda menjadi menu andalan bagi pengunjung.

Santi, pengelola Friut Coconut Rajabasa, mengungkapkan pilihan tempat di pekarangan merupakan upaya menghemat biaya operasional, terutama sewa tempat.

"Ini di belakang kos kosan yang sebelumnya tidak terpakai. Jadi, biaya sewanya jauh lebih kecil daripada menyewa tempat di pinggir jalan protokol," katanya, Jumat.

Pilihan tempat di Jalan Cengkeh yang memang banyak kos kosan, menurut Santi, menjadi tepat bagi pangsa pasar Fruit Coconut Rajabasa.

“Di sini ‘kan banyak mahasiswa yang kos, karena juga banyak kampus di daerah ini. Kami memfasilitasi mereka dengan memberikan tempat yang tenang. Desainnya kami pilih yang nyaman untuk anak muda,” tuturnya.

Ketenangan

Satu kafe lagi yang bertempat di gang atau jalan kecil: Dotuku Kopi. Tepatnya di Jalan Danau Toba, Kelurahan Surabaya, Kecamatan Kedaton.

Untuk menemukan Dotuku Kopi, konsumen tinggal melewati Jalan Teuku Umar. Dari arah Rajabasa, konsumen bisa belok ke kiri di deretan Rumah Sakit Advent, masuk ke Jalan Danau Toba.

Kedai kopi tersebut mengambil konsep kotak dengan banyak kaca. Hamparan batu koral menyambut di halaman parkir. Di dalam, berjejer bangku kayu dan sofa kotak layaknya rumah pribadi.

Kepala Kedai Dotuku Kopi, Heddy Yursi, mengungkapkan pihaknya sengaja membuka kafe di jalan kecil karena menginginkan ketenangan. Dotuku Kopi ini bertempat di rumah milik keluarga sang owner, Randika, yang cukup jauh dari kebisingan.

"Kebanyakan konsumen yang ke sini sambil beraktivitas dengan laptop mereka. Ada yang bekerja, ada yang menyelesaikan skripsi,” kata Heddy, Sabtu. “Konsepnya kami buat untuk ketenangan," sambungnya.

Satu trik khusus agar Dotuku Kopi ramai pengunjung adalah menganggap konsumen sebagai teman. Ada interaksi hangat antara pengunjung dan pelayan.

"Dengan begitu, konsumen akan menganggap Dotuku Kopi seperti rumah sendiri. Buat betah, itu kuncinya," ujar Heddy.

Tetap Untung

Meskipun kafe-kafe tersebut berlokasi di gang atau jalan kecil, tetapi omzet tetap datang.

Ali, pemilik DR Koffie HQ, mengungkapkan konsep ala kawula muda menjadi kunci sehingga pengunjung ramai dan menghasilkan omzet.

"Dengan konsep pantai dan atribut-atributnya seperti bean bag dan lainnya, omzet bisa sampai tiga digit dalam nilai juta (ratusan juta) per bulan," katanya.

Di Fruit Coconut Rajabasa, dalam sehari bisa terjual ratusan buah kelapa dengan harga mulai Rp 23 ribu per porsi.

"Walaupun baru buka, sehari bisa ratusan kelapa terjual,” ujar Santi yang baru membuka kafenya awal November ini.

Sementara di Dotuku Kopi, omzet per hari kini mulai merangkak di tengah melandainya pandemi Covid-19. “Sehari bisa Rp 1 juta,” ujar Heddy.

Tumbuh Pesat

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Lampung menyoroti pesatnya perkembangan minat usaha di bidang kuliner, seperti kafe. Khususnya di wilayah perkotaan seperti Bandar Lampung, yang bahkan telah menyasar gang atau jalan kecil.

Sekretariat PHRI Lampung Friandi Hendrawan menilai hal itu lantaran jelasnya pangsa pasar kafe. "Sifat alami manusia memang butuh sesuatu untuk dia konsumsi," katanya, Sabtu (20/11).

Friandi menjelaskan tingginya minat pengusaha membuka kafe saat ini bukan hanya terjadi di kota-kota. Melainkan telah merambah ke kabupaten-kabupaten.

Di tengah pesatnya pertumbuhan kafe hingga ke gang atau jalan kecil, Friandi mengingatkan soal tantangan bagi para pengelolanya. Karena pangsa pasar kafe biasanya anak muda, maka pengelola kafe harus siap dengan konsepnya.

"Kafe identik dengan anak muda. Beda halnya dengan restoran yang segala usia mengunjunginya. Setiap pengelola kafe akan saling berebut kue," ujarnya. (som/byu)

Sumber: Tribun Lampung
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas