Pengamat Sebut Tak Ada Pendelegasian Kewenangan Negara ke Swasta dalam Skema BOT Kualanamu
Kerja sama dengan skema Build Operate Transfer (BOT) ini pun tidak ada hubungannya dengan kedaulatan negara.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Penerbangan Alvin Lie menilai kerja sama kemitraan strategis PT Angkasa Pura II (Persero) dengan GMR Airports Consortium untuk pengelolaan Bandar Udara Internasional Kualanamu adalah bentuk optimalisasi aset.
Kerja sama dengan skema Build Operate Transfer (BOT) ini pun tidak ada hubungannya dengan kedaulatan negara.
"Jadi tidak ada kewenangan negara yang didelegasikan ke swasta (pengelola bandara)," kata Alvin Lie, kepada media, Selasa (7/12/2021).
Ia menjelaskan bahwa dalam pengelolaan bandara tersebut yang didapat dari sisi negara adalah penggunaan pelayanan navigasi AirNav Indonesia oleh pesawat yang melintas di langit Tanah Air.
Adapun dari sisi bisnis didapat dari penggunaan pelayanan dan infrastruktur di bandara itu sendiri melalui AP II
"Jadi pendapatan dari pengelolaan bandara ini ada dua sisi, sisi udara dan sisi darat. Fungsi bandara pun ada dua, yaitu fungsi pemerintahan dan fungsi pengusahaan," ujarnya.
Baca juga: Soal Kabar Penjualan Aset Bandara Kualanamu ke India, Kementerian BUMN-AP II Diminta Transparan
Pada aktivitas pengelolaan bandara tidak semua pengusahaannya berada di bawah kendali pengelola bandara.
Aktivitas yang masuk dalam aspek pemerintahan akan berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab otoritas bandara.
Fungsi pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah antara lain seperti urusan imigrasi, karantina, bea cukai dan sebagainya.
Aktivitas tersebut tidak diserahkan kepada siapapun termasuk kepada AP II, selain hanya kepada pemerintah sendiri.
"Jadi pengelola bandara itu hanya sebatas mengkoordinir dari sisi pengusahaannya saja," kata Alvin.
Meski begitu, dalam fungsi pengusahaan tersebut hanya berlaku sebatas pada seputar aspek bisnis.
Jika di dalam fungsi pengusahaan dan bisnis mengandung aspek pemerintahan, maka AP II tidak berhak mengalihkan izinnya ke pihak lain dalam hal ini swasta.
"Yang dikerjasamakan dalam skema BOT adalah sebatas aspek bisnis, pengelolaan bandara, infrastruktur dan lain sebagainya yang tidak berhubungan dengan fungsi pemerintahan. Pengelola bandara ini pun tidak berwenang mengeluarkan izin rute," ujar dia.
Artinya, kendali pengelolaan bandara tetap berada di bawah pemerintah.
Oleh karena itu tidak perlu ada yang dikhawatirkan secara berlebihan dalam kerja sama strategis dengan skema BOT ini.
Justru kerja sama strategis ini cukup menguntungkan bagi AP II dari segi kebutuhan modal, pembangunan infrastruktur, peningkatan trafik, serta transfer ilmu pengetahuan.
"Inilah yang dinamakan strategic partnership dan joint venture. Kerja sama ini tidak hanya membawa modal, tapi juga membawa teknologi dan pasar," kata Alvin.