Suaminya Hilang Pascaerupsi Semeru, Nenek Mahriyeh Ikhlas, Sabar Tunggu Jenazah Ditemukan
Meski hingga kini belum ditemukan, Nenek Mahriyem yakin suaminya sudah meninggal dalam peristiwa erupsi Gunung Semeru 4 Desember lalu.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Seorang kakek bernama Miran (80) hingga kini masih dinyatakan hilang setelah erupsi Gunung Semeru terjadi pada 4 Desember lalu.
Tak diketahui bagaimana nasibnya. Namun, Mahriyeh (70), sang istri, sudah ikhlas.
Ia seperti yakin kalau suaminya meninggal dunia saat erupsi Gunung Semeru memporak-porandakan kampungnya di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang.
Baca juga: 27 Jenazah Korban Erupsi Gunung Semeru Teridentifikasi, Berikut Identitasnya
Mahriyeh menduga demikian karena suaminya sudah sangat renta dan tak bisa lari cepat untuk menyelamatkan diri.
Lagipula, sepengetahuannya, posisi terakhir sang suami di ladang. Lokasinya berimpitan dengan aliran lahar Gunung Semeru ketika bencana itu terjadi.
"Pengin apalagi? Pengin suami segera ditemukan, didoakan, dan dikuburkan dengan layak," kata Mahriyeh saat ditemui Kompas.com, Sabtu (11/12/2021) di Blitar.
Bersama 19 kerabat dan anak-cucunya dari Desa Sumberwuluh di Lumajang, Mahriyeh sudah lima hari tinggal menumpang di rumah Trisna Syafii, kerabat mereka, di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Baca juga: Gubernur Khofifah Puji Relawan Semeru: Kerja Pemerintah Jadi Lebih Ringan
Mahriyeh terlihat lemah dan kembali membaringkan tubuhnya yang kurus itu di kasur lantai di ruang tamu rumah Trisna.
Menurut salah satu cucunya, Lailatul Jannah (22), kondisi kesehatan Mahriyeh memang menurun sejak beberapa pekan terakhir karena sesak napas.
Namun, kata Laila, kesehatannya tak kunjung membaik dan nafsu makannya juga rendah.
Menurutnya, duka akibat kehilangan suami memperburuk kondisi kesehatan neneknya.
"Namanya juga kehilangan suami. Apalagi emak (Mahriyeh) dan Embah (Miran) selama ini selalu berdua," ujar Laila yang sudah memiliki seorang anak.
Kata Laila, sejak anak-anaknya berumah tangga, Mahriyeh dan Miran selalu terlihat berdua, di rumah maupun di ladang.
Baca juga: Komisi III: Logistik Untuk Pengungsi Semeru Terpenuhi
Puluhan meter tertimbun pasir Wagiman (60), menantu Mahriyeh, mengatakan, ketika berada di pengungsian dirinya sudah memberitahukan titik lokasi ladang di mana Miran berada.
Namun hingga kini, kata Wagiman, belum ada kabar tim SAR dan relawan menemukan jasad Miran.
Kata Wagiman, ladang di mana Miran berada tertimbun pasir erupsi Gunung Semeru hingga puluhan meter sehingga menyulitkan upaya pencarian jasad Miran.
"Karena ladang itu letaknya agak di bawah, berimpitan dengan aliran lahar namun di belakangnya terdapat tebing. Jadi pasir lahar menumpuk di situ," ujar Wagiman.
Menurutnya, ketebalan pasir erupsi Gunung Semeru yang mengubur ladang padi Miran mencapai sekitar 50 meter.
"Kami di sini hanya dapat berdoa semoga Bapak (Miran) segera ditemukan. Kasihan Emak (Mahriyeh)," kata Wagiman.
Diberitakan sebelumnya, beberapa jam sebelum erupsi Gunung Semeru terjadi, pada Sabtu pagi Mahriyeh masih bertemu Miran saat mengantarkan bekal makan untuk suaminya itu.
Tanaman padi milik kakek dan nenek itu sudah menguning dan tinggal beberapa hari lagi menjelang panen.
Baca juga: Relokasi Warga Terdampak Erupsi Semeru Akan Gunakan Lahan Perhutani, Ini Perkiraan Tempatnya
Karenanya Miran harus berjaga dan menginap di gubuk yang ada di salah satu sudut ladang untuk menjaga padi dari serbuan kawanan monyet.
Waktu itu Mahriyeh sebenarnya sudah meminta Miran untuk pulang karena takut terjadi banjir lahar dingin jika turun hujan lebat.
Tapi Miran menolak pulang. Mahriyeh tidak menyangka pertemuan pagi hari itu di ladang padi menjadi pertemuan terakhirnya dengan Miran.