Jasadnya Utuh Setelah 17 Tahun Dimakamkan, Ini Sosok Ustaz Muhya bin Rudia, Wafat Usai Salat Ashar
Masyarakat saat ini masih memperbincangkan jasad seorang ustaz yang masih utuh setelah dimakamkan 17 tahun
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Kontributor Tribunjabar.id Subang, Dwiky Maulana Vellayati
TRIBUNNEWS.COM, SUBANG - Masyarakat saat ini masih memperbincangkan jasad seorang ustaz yang masih utuh setelah dimakamkan 17 tahun lalu di Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Jasad Ustaz Muhya bin Rudia masih tetap utuh, padahal telah meninggal 17 tahun lalu.
Bahkan seorang penggali kubur yang turut menggali liang lahat di mana ustaz Muhya dimakamkan dikabarkan tidak mencium bau busuk, dan mencium bau harum.
Ujang Ading salah satu murid mengaji Ustaz Muhya bin Rudia mengungkapkan keseharian sang guru sebelum meninggal dunia pada tahun 2004.
Baca juga: Jasad Tokoh Agama di Subang Tetap Utuh Setelah 17 Tahun Dimakamkan, Videonya Viral
Menurut Ujang, sang guru dikenal berkepribadiannya sangat baik di masyarakat.
Ustaz Muhya pun sangat dihargai oleh masyarakat di Kampung Cikadu, Desa Tanjungsiang, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subamg, Jawa Barat.
"Kesehariannya almarhum dikenal masyarakat cukup baik, semasa hidupnya menghabiskan waktunya di masjid dan mengajar mengaji juga di sini dari generasi orang tua saya sampai saya sempat menjadi muridnya," ucap Ujang kepada TribunJabar.id di Subang, Minggu (16/1/2022).
Sedikit menceritakan, kata Ujang, almarhum Ustaz Muhya bin Rudia cara meninggalnya pun terbilang sangat mulia.
Pasalnya, sang guru ngajinya meninggal setelah melaksanakan salat Ashar pada tahun 2004.
Ustaz Muhya bin Rudia meninggal dunia di usia 70 tahun.
Baca juga: Foto-foto Pemakaman Wali Kota Bandung Mang Oded, Dimakamkan di Tasikmalaya Tadi Malam
"Waktu meninggalnya sehabis salat Asar almarhum keluar dari masjid selepas itu langsung duduk katanya darah tinggi sempat pingsan di masjid dan waktu dibawa kerumah langsung meninggal," katanya.
Sementara itu, dari informasi yang dihimpun juga, Ustaz Muhya sempat menolak manjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ia lebih memilih menjadi guru ngaji dengan alasan tidak ingin mengejar duniawi.