Potensi Setelah Terjadi Gempa Banten, Ini Penjelasan Pakar dari ITB
Ahli kegempaan sekaligus Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano turut menanggapi soal gempa Banten
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano turut menanggapi soal gempa yang terjadi di Banten, Jumat (14/1/2022) kemarin.
Diketahui sebelumnya, BMKG telah melaporkan adanya gempa di Sumur, Banten dengan kekuatan 6,6 magnitudo pada Jumat (14/1/2022).
Menurut BMKG gempa Banten ini ada pada kedalaman 40 kilometer.
Tepatnya berada di laut pada jarak 132 kilometer arah barat daya Kota Pandeglang, Banten.
Baca juga: Ratusan Bangunan Rusak Akibat Gempa, Pemkab Pandeglang Tetapkan Status Tanggap Darurat 14 Hari
Irwan menjelaskan bahwa gempa 6,6 magnitudo tersebut merupakan gempa di zona subduksi.
“Gempa kemarin adalah gempa zona subduksi dan di bagian bawah. Biasanya, tidak menghasilkan tsunami,” kata Irwan sebagaimana diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Sabtu (15/1/2022).
Dalam Buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 yang disusun oleh Pusat Studi Gempa Nasional, dijelaskan juga gempa di zona subduksi Jawa memiliki frekuensi dan magnitudo kegempaan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Sumatera.
Diketahui dari sekian banyak gempa yang terjadi di subduksi Jawa, tidak ada yang mencapai moment magnitudo scale (Mw) 8.
Baca juga: BMKG Ungkap Alasan Terjadinya 33 Kali Gempa Susulan di Selat Sunda, Sebut karena Fase Penstabilan
Selain tsunami skala kecil pada tahun 1994 dan dan tahun 2006, tidak ada rekaman sejarah terjadinya tsunami besar di zona subduksi Jawa.
Hal tersebut dikarenakan adanya pergerakan relatif lempeng di zona subduksi Jawa yang diakomodasi oleh pergerakan aseismik tanpa adanya penumpukan energi.
Hipotesis tersebut pun didukung dengan fakta bahwa umur plate yang menujam di bawah Jawa relatif lebih tua.
Sehingga menjadi lebih dingin dan berat, serta berakibat pada sudut penunjaman yang lebih besar.
Selain itu, lempeng samudra yang menujam juga menjadi tidak bersinggungan secara kuat dengan lempeng Eurasia di atasnya.
Baca juga: Potensi Gempa Besar Pascabencana Alam di Banten 14 Januari 2022, Ini Analisa Ahli Kegempaan ITB
Zona Subduksi Jawa Masih Simpan Potensi Kegempaan
Dalam Buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 juga dijelaskan, meski masih belum ada sejarah terjadinya tsunami besar di zona subduksi Jawa.
Kejadian gempa besar pada tahun 1994 dan 2006 bisa menunjukkan bahwa zona subduksi Jawa tidak sepenuhnya aseismik dan masih menyimpan potensi kegempaan.
Hal ini dikarenakan adanya periode seismisitas yang lama bisa jadi mengindikasi adanya locked patches yang terisolasi di daerah batas lempeng.
Locked patches yang terisolasi ini ketika akhirnya lepas akan menghasilkan gempa bermagnitudo besar.
Keberadaan locked patches ini bisa jadi disebabkan adanya subduksi seamount.
Baca juga: Ahli Ingatkan Mitigasi Bencana, Gempa Banten M 6,6 Jadi Alarm untuk Selalu Waspada
Diketahui gempa subduksi Jawa tahun 1994 dan 2006 ini terjadi di daerah yang sempit (beberapa puluh kilometer dari palung).
Sehingga besar kemungkinan bahwa gempa tersebut terjadi karena adanya isolated locked-zone di batas subduksi Jawa.
Besar kemungkinan pula potensi kegempaan zona subduksi Jawa akan mengikuti pola ini.
Yakni gempa yang akan datang kemungkinan terjadi di daerah yang terdapat adanya seismic gap (zona dengan seismisitas rendah) di sepanjang zona seismik yang sempit.
Baca juga: 1.378 Rumah di Banten Rusak Akibat Gempa: 278 Dinyatakan Rusak Berat
Ingatkan Adanya Potensi Gempa Selanjutnya
Irwan menurutkan yang perlu dikhawatirkan dalam Gempa Banten ini adalah potensi gempa selanjutnya.
Pasalnya gempa di Banten ini adalah bukti bahwa di daerah selatan Banten ada wilayah aktif yang bisa menghasilkan gempa lebih besar.
Meski demikian, saat ini masih belum bisa diketahui secara pasti kapan gempa utama akan terjadi.
Namun hal tersebut bisa menjadi pengingat atau alarm bagi semua pihak agar bisa meningkatkan kesiagsiagaan dalam menghadapi gempa.
“Gempa kali ini harus menjadi alarm, sebagai pengingat kita, bahwa gempa tidak terlalu besar pun yang rusak banyak. Untuk itu, kita harus mempersiapkan diri lebih baik dengan melakukan langkah mitigasi gempa,” ungkap Irwan.
Baca juga: 1.100 Rumah di Pandeglang Rusak Akibat Gempa Banten
Tak hanya itu, Irwan juga meminta agar pemerintah bisa mengutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembanggunan.
Misalnya dalam pembangunan gedung pemerintahanm, sekolah, dan fasilitas publik lainnya.
Sehingga nantinya jika terkena gempa fasilitas publik tersebut masih bisa kuat dan tidak rusak akibat terdampak gempa.
“Ketika membangun sesuatu harus dibangun dengan baik, misalkan sekolah. Sehingga fasilitas sekolah bisa kuat,” terang Irwan.
Selain itu Irwan menyebut pemerintah juga perlu meningkatkan pemahanan kepada masyarakat dalam hal pembangunan.
Baca juga: Pascagempa Banten, Ratusan Rumah Rusak dan Pemkab Pandeglang Tetapkan Status Tanggap Darurat Gempa
Analisis BMKG
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, hasil analisis BMKG menunjukkan gempa bumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo M6,6.
Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 7,21° LS ; 105,05° BT , atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 132 km arah Barat Daya Kota Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Banten pada kedalaman 40 km.
Menurut BMKG, gempa tersebut merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi.
"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault)," ungkap BMKG melalui akun Instagram @infobmkg.
Baca juga: Gempa 6,6 Magnitudo Guncang Banten, Bagaimana Kondisi Gunung Anak Krakatau?
BMKG melaporkan, guncangan gempa bumi ini dirasakan di daerah Cikeusik dan Panimbang dengan skala VI MMI.
Getaran dirasakan oleh semua penduduk dan membuat masyarakat cukup terkejut hingga berlarian keluar ruangan.
Di Labuan dan Sumur, gempa dirasakan dengan kekuatan IV MMI. Tangerang Selatan, Lembang, Kota bogor, Pelabuhan Ratu, Kalianda, bandar Lampung, dirasakan III – IV MMI.
Jakarta, Kota Tangerang, Ciracas, Bekasi, Kota Bandung, Kab.Bogor, Kotabumi, dirasakan II - III MMI, yakni getaran dirasakan nyata dalam rumah.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Arif Tio Buqi Abdulah/Suci Bangun Dwi Setyaningsih)