Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Pelaku Wisata Bertahan Saat Pandemi, Tutup Restoran, Kembali Budidaya Rumput Laut

Mereka diantara warga di Desa Jungutbatu yang harus menutup usaha mereka dan kembali beralih ke budidaya rumput laut untuk bertahan selama pandemi.

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Kisah Pelaku Wisata Bertahan Saat Pandemi, Tutup Restoran, Kembali Budidaya Rumput Laut
Tribun Bali/Eka Mita Suputra
RUMPUT LAUT - Aktivitas para petani rumput laut di pesisir Jungutbatu, Nusa Penida, Sabtu (19/2). Mereka merupakan pelaku wisata yang saat ini menggantungkam hidup dari rumput laut. 

TRIBUNNEWS.COM, BALI - Waktu beranjak sore, ketika Ni Wayah Mustiani dan suaminya memanen rumput laut di pesisir Jungutbatu, Nusa Penida, Sabtu (19/2) lalu.

Ni Wayan Mustiani ketika itu tampak teliti memperhatikan rumput laut yang baru saja ia panen.

Ia pun sesekali mengernyitkan alisnya, saat mendapati beberapa bagian rumput lautnya rusak karena terserang hama.

"Lihat bagian putih itu. Itu tandanya ada rumput laut yang kondisinya rusak. Ini karena air laut yang hangat," ungkap Wayan Mustiani.

Sudah 2 tahun, Wayan Mustiani kembali ke laut untuk budidaya rumput laut.

Pandemi Covid-19, membuatnya harus menutup usaha restoran yang sudah dikelolanya lebih dari 5 tahun.

Hal ini tidak hanya dilakukan olehnya, namun juga warga lainnya di Desa Jungutbatu yang sebelumnya menggantungkan hidup dari industri pariwisata.

Berita Rekomendasi

"Sejak pandemi, di Jungutbatu kembali ramai bertani rumput laut. Mau bagaimana lagi, kondisi pariwisata masih terpuruk," ungkap wanita yang mengaku pernah tinggal di daerah transmigrasi di Lampung tersebut.

Tangan Mustiani tampak sangat terampil memilih rumput laut yang akan ia jemur untuk dijual, serta yang akan ia gunakan sebagai bibit untuk ditanam kembali.

Mustiani panen setiap 20 hari sekali, dan untuk panen kali ini ia bisa sedikit tersenyum karena harga rumput laut tergolong baik di pasaran.

Saat ini harga rumput laut kering mencapai Rp 30 ribu per kilogram. Namun tidak selalu harganya seperti itu, tidak jarang harga rumput laut hanya menyentuh kisaran Rp 15 ribu sampai Rp 18 ribu per kilogram.

"Harga rumput laut memang naik, tapi harga bibit juga ikut baik. Sekarang harga bibit rumput laut mencapai Rp 50 ribu per ikat, sebelumnya hanya Rp 30 ribu," ungkapnya.

Hal serupa diungkapkan oleh warga Jungutbatu lainnya, I Wayan Juliarta. Ia dan seluruh anggota keluarganya saat ini kembali bertani rumput laut. Anaknya yang sebelumnya bekerja di industri pariwisata, harus dirumahkan.

Juliarta yang sebelumnya aktif di pertukangan juga kembali menjadi petani rumput laut, karena lama tidak ada pekerjaan.

"Sudah lama tidak ada pekerjaan. Situasi saat ini tidak ada warga yang membangun," keluhnya.
Ia pun masih berharap pariwisata kembali normal, sehingga kehidupan ekonomi masyarakat di Desa Jungutbatu kembali bergeliat. (eka mita suputra)

Baca juga: Nusa Dua Dipilih Jadi Tempat Warm Up Vacation, Turis Asing Tak Akan Merasa Dikarantina

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas