Makam di Kabupaten Pesisir Barat Ini Disebut-sebut Peristirahatan Terakhir Gajah Mada, Benarkan?
Untuk membuktikan benar atau tidaknya objek makam tersebut adalah makam Gajah Mada, harus dilakukan penelitian secara mendalam dan empiris
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Lampung Nanda Yustizar Ramdani
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Sebuah makam di Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung disebut-sebut makam Mahapatih Kerajaan Majapahit Gajah Mada.
Dugaan lokasi itu merupakan makam Mahapatih Gajah Mada diperkuat dengan bukti yang ditampilkan oleh ahli waris (keturunan ke-17) Ahmad Saunan dan Kurdinata berupa benda-benda yang dinyana sebagai peninggalan dari Gajah Mada.
Benda-benda peninggalan tersebut berupa perkakas rumah tangga dan senjata perang dan beberapa benda peninggalan itu ada ukiran yang bertuliskan Jawa Kuno dan lafaz 'Lailahaillallah'.
Sayangnya, hal itu masih berupa dugaan karena untuk membuktikan benar atau tidaknya objek makam tersebut adalah makam Gajah Mada, harus dilakukan penelitian secara mendalam dan empiris.
"Dalam melakukan penelitian tersebut, pihak yang melakukan penelitian harus merupakan tim yang terdiri dari arkeolog, sejarawan, serta orang dari disiplin antropologi ragawi," jelas Sosiolog dari Unila Bartoven Vivit Nurdin kepada Tribunlampung.co.id, Minggu (17/10/2021).
Namun perihal benar tidaknya makam yang terletak di tepi Jalan Lintas Barat (Jalinbar) Sumatera itu merupakan makam Gajah Mada masih diperdebatkan.
Baca juga: Perampok Bersenjata Api Beraksi di Lampung, Bawa Kabur Rp 50 Juta dan Korban Diduga sudah Diincar
Kendati demikian sebuah artikel yang dimuat oleh sebuah surat kabar pada 2007 lalu yang ditulis oleh Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid.
Dalam tulisannya tersebut, presiden yang akrab disapa Gus Dur itu mengungkapkan, jika Gajah Mada sempat singgah di Krui, Pesisir Barat.
Catatan Gus Dur ini, menarik perhatian dari seorang pemerhati budaya di Pesisir Barat bernama Elly Dharmawanti.
Sebelum membahas mengenai tulisannya Gus Dur itu, Elly mengakui, jika dalam berbagai catatan dan cerita, sosok patih yang masyhur dengan Sumpah Palapa itu dipenuhi klaim dan misteri.
"Mulai dari asal-usulnya, bentuk wajahnya, hingga kiprahnya dalam konstelasi politik Majapahit. Semuanya penuh misteri," ujar Elly, Minggu (6/3/2022).
Bila dirunut dari berbagai catatan yang lebih rasional, Gajah Mada ialah seorang abdi karir bahkan pernah menjadi bekel atau pengawal raja (Paspampres) Majapahit.
"Kala konflik berdarah yang hampir meruntuhkan Majapahit di masa awal kerajaan ini berdiri, dia menyelamatkan sang Raja Jayanegara," kata Elly.
"Dan berhasil mengembalikan tahta sang Raja," sambungnya.
Pemilik kanal YouTube Jelajah Kroe Official itu menjelaskan, karir Gajah Mada dalam konstelasi politik Majapahit melejit di masa kepemimpinan Ratu Tribuana Tunggadewi.
"Ia diangkat menjadi pejabat senior," terang Elly.
Era keemasan Gajah Mada dimulai kala Hayam Wuruk menjabat sebagai Raja Majapahit.
Ketika itu, Mahapatih Gajah Mada menjadi orang nomor dua di Kerajaan Majapahit setelah Raja Hayam Wuruk.
Inilah periode di mana Gajah Mada mengumandangkan sumpahnya yang begitu masyhur yang dikenal dengan istilah Sumpah Palapa.
Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi 'Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada, lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa'.
Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berbunyi 'Kamu Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Kamu Gajah Mada, jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa'.
Baca juga: Kepala Arca Ditemukan di Situs Sirgading Malang, Diduga Terkait Masa Sebelum Kerajaan Majapahit
Elly menerangkan, sebenarnya sumpah tersebut merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh pejabat kerajaan waktu itu dan sangat normatif.
"Oleh Moh Yamin dijadikan fenomenal oleh apa yang namanya 'Sumpah Palapa'," ungkap dia.
"Karena pada saat itu, Yamin mencoba membangkitkan nasionalisme negeri yang kala itu masih bernama Hindia-Belanda," tambahnya.
Saat krisis politik tejadi di Majapahit, entah karena perang Bubat atau berbagai persoalan internal politik Hayam Wuruk, Gajah Mada seolah harus bertanggung jawab terhadap krisis politik tersebut.
"Tiba-tiba karir Gajah Mada meredup seperti hilang entah ke mana," ujar Elly.
"Gajah Mada pun pergi untuk menenangkan diri," imbuh dia.
Elly meneruskan, Hayam Wuruk memberikan wilayah Timur Majapahit kepada Gajah Mada.
"Perlakuan Hayam Wuruk ini terlihat seperti ingin menyingkirkan Gajah Mada secara halus dari Keraton Majapahit," katanya.
Selanjutnya, Elly mengaitkan kepergian Gajah Mada dengan tulisan Gus Dur di sebuah koran pada 2007 lalu.
"Dalam tulisan Gus Dur di koran Tempo tahun 2007, tertulis bahwa Gajah Mada sempat singgah di Krui bersama para pengawalnya untuk menghindari kemarahan Hayam Wuruk akibat krisis politik dalam negeri di Majapahit," jelas dia.
"Namun, akhirnya ia dipanggil pulang oleh Hayam Wuruk," terusnya.
Dalam tulisan itu disebutkan, sebelum menghadap sang Raja, Gajah Mada singgah di Jombang, Jawa Timur.
Musabab sakit, Gajah Mada meninggal dunia pada tahun 1364 M sebelum sempat menghadap Hayam Wuruk.
Dari tulisan Gus Dur ini, Elly mengatakan, ada benang merah yang bisa dihubungkan dengan Krui, Pesisir Barat.
"Ada rentetan peristiwa politik masa sebelum Majapahit, yakni Kerajaan Singosari yang mengadakan Ekspedisi Pamalayu," ungkap dia.
Ekspedisi Pamalayu adalah semacam operasi militer kewibawaan Singosari di tanah Sumatera.
Hal itu pun diteruskan Majapahit pada masa kepemimpinan Raden Wijaya yang satu di antara istrinya adalah putri dari Kerajaan Pagaruyung bernama Dara Petak.
"Terkait Krui, bisa jadi banyak koleganya Gajah Mada di tanah Sumatera, mungkin dia mau konsultasi mengenai masalahnya di Kerajaan Majapahit," kata Elly.
"Ketika dia singgah di Krui, sangat mungkin dia menikah di sana, tapi kalau untuk kuburannya nanti dulu," lanjutnya.
Soal klaim mengenai terdapatnya Makam Mahapatih Gajah Mada di sejumlah daerah, Elly memiliki beralasan, hal itu masih menjadi simpang siur akan kebenarannya.
"Lantaran banyaknya klaim yang muncul dan satu di antaranya ialah artikel yang ditulis oleh Gus Dur itu," terang dia.
"Lalu di Dompu, Sumbawa, Aceh, dan Jawa Timur sendiri ada banyak tempat yang dipercaya sebagai makam Gajah Mada," tambahnya.
Sementara, makam yang diduga sebagai Makam Mahapatih Gajah Mada yang berlokasi di Pesisir Barat sendiri juga masih berupa klaim sepihak.
Meski demikian, menurut Elly, bahwa Krui pada masa itu sudah memiliki peradaban yang luar biasa sehingga disinggahi oleh tokoh sekaliber Gajah Mada.
Agar persoalan tersebut tidak menjadi rancu, ia berharap agar Pemkab Pesisir Barat segera mendatangkan tim ahli guna melakukan penelitian terhadap keberadaan makam tersebut.
Bupati Pesisir Barat, Agus Istiqlal sempat menyambangi makam tersebut yang berlokasi di Pekon Kerbang Dalam, Pesisir Utara, Pesisir Barat, Selasa (27/2/2021) lalu.
Bahkan, Agus sempat berniat menjadikan makam tersebut sebagai objek wisata sejarah dengan melakukan pembangunan berbagai fasilitas di lokasi.
"Hal ini dilakukan untuk menjadikan Makam Patih Gajah Mada ini sebagai objek wisata sejarah yang ada di Kabupaten Pesisir Barat," ungkap Agus sewaktu mengunjungi makam tersebut.
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Jejak Mahapatih Kerajaan Majapahit di Lampung, Gajah Mada Pernah Singgah di Krui?