Kisah Jero Mangku Putu Artana Bergulat dengan Sampah, Sanggup Sekolahkan Anak Jadi Pilot dan Bidan
Ia menjadi penjaga di beberapa depo sampah atau Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) yang ada di Kota Denpasar.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Sejak tahun 1999 Jero Mangku Putu Artana hidup berurusan dengan sampah.
Ia menjadi penjaga di beberapa depo sampah atau Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) yang ada di Kota Denpasar.
Dia menjaga depo sampah mulai dari depo sampah di kawasan Sudirman Denpasar, Jalan Gunung Karang hingga di eks Pasar Loak Jalan Gunung Agung Denpasar.
Khusus untuk di TPSS eks Pasar Loak Jalan Gunung Agung Denpasar ia telah menjaga TPSS tersebut sejak 9 bulan lalu.
“Saya tukang kapling sampah di sini. Kalau orang ngapling tanah, saya ngapling sampah,” kata Jero Mangku Putu Artana sambil tertawa ditemui di TPSS eks Pasar Loak Jalan Gunung Agung Denpasar, Senin (7/3).
Dalam berjaga di sana, dia tidak digaji. Hanya saja selain menjadi penjaga depo sampah, dia juga mengumpulkan rongsokan seperti kardus, kaleng maupun botol air mineral bersama istri dan dua anaknya.
Pria asli Desa Sudaji Buleleng ini mengaku mulai menjaga depo sampah pukul 04.00 hingga pukul 16.00 Wita.
Dirinya mengarahkan mereka yang akan membuang sampah ke TPSS tersebut. Dari mengumpulkan rongsokan tersebut, dirinya dalam sehari mendapat Rp 50 ribu.
“Saya hidup dari sampah, makan dari sampah, saya jual pelan-pelan sampah yang dikumpulkan itu,” katanya.
Selain itu, dari kegiatannya menjaga depo sampah ia mulai mencoba membuat paving dan genting serta minyak dari sampah.
“Saya coba pakai sampah plastik untuk paving, dan sampah janur untuk genting. Juga pupuk dari sampah organik,” kata lelaki tamatan SMA Lab Undiksha ini.
Orang Kaya Sulit Diatur
Selama menjadi penjaga TPSS ini dirinya mengaku lebih mudah mengarahkan mereka yang ekonominya menengah ke bawah ketimbang ekonomi menengah ke atas.
“Yang menengah ke bawah saya minta pilah mereka mau. Kalau yang menengah ke atas kebanyakan jijik dan kadang saya yang disuruh memilah,” kata lelaki kelahiran tahun 1970 ini.
Dia memiliki empat orang anak. Dua anaknya masih duduk di bangku SMP dan ikut memilah sampah di TPSS.
Sementara anak pertamanya sudah menjadi bidan. Dan yang mengejutkan anak keduanya sudah bekerja menjadi pilot di Makassar.
“Selain dari menjual sampah, saya juga dibantu Pak Rai Mantra (mantan Wali Kota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra) untuk bisa menyekolahkan anak. Astungkara mereka bisa menjadi orang,” katanya.
Lelaki yang tinggal di kawasan Jalan Hayam Wuruk Denpasar ini pun mengaku tak merasa gengsi ataupun malu berurusan dengan sampah.
Begitu juga dengan anaknya yang tak memandang bahwa memilah sampah tersebut adalah pekerjaan kotor. (i putu supartika)
Baca juga: Raja Edward VII, Dalang di Balik Perang Dunia Pertama. Siapa Dalang Perang Rusia vs Ukraina?