Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cipto Bangkit dari Keterpurukan Pasca Ditinggal Kabur Bosnya, Kini Bisnis Kulinernya Kinclong

Dirinya berawal dari nol, untuk mendirikan usaha warung makan yang sebagian besar melayani pengunjung pariwisata Bali.

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Cipto Bangkit dari Keterpurukan Pasca Ditinggal Kabur Bosnya, Kini Bisnis Kulinernya Kinclong
Tribun Bali/I Made Ardhiangga
MAKAN - Hasib Sucipto yang sukses di dunia kuliner dengan mendirikan usaha warung makan saat memberi makan ternak ikan koi dan lelel di belakang warung makannya di kilometer 23 Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk, Desa Kaliakah Kecamatan Negara, Jembrana, Senin (14/3). 

TRIBUNNEWS.COM, JEMBRANA - Kisah pilu berujung bahagia bisa tergambar dari perjalanan seorang pengusaha kuliner asal Jembrana ini.

Hasib Sucipto (49) sudah belasan tahun berkecimpung di dunia kuliner dengan mendirikan usaha warung makan di kilometer 23, Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk, Desa Kaliakah Kecamatan Negara, Jembrana.

Cipto, biasa ia disapa, telah menikmati asam garam dalam dunia bisnis kuliner.
Ia menceritakan, awal mula mendirikan warung makan yang diberi nama “Bidadari” itu tidaklah mudah.

Dirinya berawal dari nol, untuk mendirikan usaha warung makan yang sebagian besar melayani pengunjung pariwisata Bali.

Awalnya dirinya bekerja serabutan, apa pun dikerjakan. Hingga akhirnya menjadi pelayan di warung makan “bidadari” milik bosnya yang berada di sekitaran Jalan Sudirman Kecamatan Jembrana. Pada 2003 silam ia bekerja sebagai pelayan.

“Awalnya saya juga pelayan. Terus mengontrol pekerja atau tangan kanan bos. Jadi mulai belanja hingga harus memastikan masakan di dapur,” ucapnya, Senin (14/3).

Cipto melanjutkan, setelah menjadi karyawan, kemudian ada banyak persoalan terjadi. Terutama tanggungjawab dari bosnya. Dimana pada 2005-2006 bosnya tiba-tiba menghilang dan lepas dari apa yang seharusnya menjadi hak para karyawan.

Berita Rekomendasi

Belum lagi, beberapa waktu setelah kabur, ada pihak yang datang untuk menagih utang di warung yang saat itu harus dikendalikannya.

“Mau tidak mau, saat itu saya harus melanjutkan. Karena karyawan kebingungan. Utang mencapai Rp 300 juta. Dan karyawan belum ada yang dibayar, kalau tidak salah satu atau dua bulan. Semua harus saya atasi waktu itu,” ungkapnya.

Akhirnya, sambungnya, ia dan karyawan sepakat melanjutkan warung makan itu. Kemudian, sembari ke pihak yang diutangi oleh bosnya untuk meminta keringanan.

Akhirnya dari utang Rp 300 juta, ia hanya membayar Rp 150 juta. Dan itu dibayarnya dengan mengangsur.

Perlahan-lahan akhirnya semua utang lunas. Ketika ada pendapatan masuk, dirinya juga harus membayar karyawan terlebih dahulu. Sehingga, untuk mengurus kebutuhan dirinya sampai tidak terpikir lagi.

“Saya waktu itu yang penting adalah anak-anak (pegawai) saya. Istri dan anak di rumah sudah tidak terpikir lagi. Dari situ kami bangkit. Karyawan kembali bersemangat untuk bekerja,” jelasnya.

Cipto mengaku, bisnis kulinernya semakin maju. Dari yang dulu hanya warung kecil saja akhirnya pindah dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit uang dan membeli tanah di Desa Kaliakah, di pinggir jalan raya yang saat ini menjadi tempatnya tinggal pula.

Di warung kilometer itu ia mendirikan warung pada 2012 lalu,  nyaris tak pernah sepi. Saban hari bisa 1.000 hingga 2.000 orang mampir untuk makan dan membersihkan diri.

“Dulu waktu tidak terkena pandemi, sebulan Rp 200 juta hingga Rp 300 juta sebulan kotor masih bisa kami dapat, Mas. Sekarang, waduh untuk biaya pegawai saja dan listrik sudah alhamdullilah. Tapi beruntung belakangan ini sudah mulai ramai lagi. Dan harapan lebih besar dengan tidak adanya rapid test. Semoga pariwisata Bali bangkit lagi,” ungkapnya.

Cipto menambahkan, pada waktu pandemi membuatnya kalang kabut. Dahulu dirinya sebelum pandemi bisa mempekerjakan 60 orang. Kini berkurang hingga hanya tersisa 10 orang.

Namun, dirinya tidak patah semangat. Dari sisa-sisa tabungan kemudian dirinya membuat inovasi dengan ternak ayam yang tidak berbau dengan maggot sebagai pakan utama.

Kemudian, membuat kolam lele, yang hasilnya selain dijual juga untuk konsumsi di warung. Kemudian bisnis ikan hias koi dan ikan nila mas untuk dijual pula.

“Jadi pesan saya, jangan pernah patah semangat. Semua susah. Tapi, begini ya, Mas. Saya itu sudah diberikan belasan tahun nikmat dari Tuhan, masa dengan cobaan dua tahun saya harus menyerah,” bebernya. (i made ardhiangga)

Baca juga: Korban PHK Investasikan Uangnya di Robot Trading Fahrenheit, Amblas Lalu Lapor ke Polisi

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas