Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sosok Dokter Terawan dan Sejumlah Kontroversi yang Diduga Jadi Pemicu Pemecatannya

Mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto diberhentikan permanen dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Sosok Dokter Terawan dan Sejumlah Kontroversi yang Diduga Jadi Pemicu Pemecatannya
Biro Pers Sekretariat Presiden
Mantan Menteri Kesehatan, dr Terawan Agus Putranto - Sosok Dokter Terawan dan Sejumlah Kontroversi yang Diduga Jadi Pemicu Pemecatannya 

1. Jadi dokter di usia muda

Dokter Terawan lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada di usia 26 tahun.

Dia kemudian melanjutkan pendidikan spesialis di Departemen Spesialis Radiologi Universitas Airlangga Surabaya.

Dokter Terawan kemudian mengambil program doktor di Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 2016.

Baca juga: Pimpinan Komisi IX DPR Sesalkan Pemberhentian Terawan dari IDI: Perlu Dicari Solusi Terbaik

Judul disertasi Terawan adalah "Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, MOtor Evokde Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis" dengan promotor dekan FK Unhas, Prof Irawan Yusuf, PhD.

Terawan mulai menjadi dokter tentara pada 1990 dan ditugaskan di berbagai wilayah, hingga akhirnya menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sejak 2015.

Terawan juga merupakan salah satu dokter kepresidenan.

Berita Rekomendasi

Dia sempat ditunjuk Jokowi untuk membantu merawat almarhum Ani Yudhoyono ketika menjalani pengobatan kanker darah di Singapura beberapa waktu lalu.

2. Kontroversi terapi cuci otak

April tahun 2018, nama Terawan hangat diperbincangkan masyarakat. Saat itu Terawan memperkenalkan metode cuci otak atau brain wash yang diyakini dapat mengobati stroke.

Saat itu Terawan mengaku, terapinya memberi hasil bagus kepada pasien.

"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi cuci otak itu," kata Terawan.

Di lain sisi, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut metode Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke belum teruji secara klinis.

Baca juga: HARTA Kekayaan Terawan, Eks Menteri Kesehatan yang Dipecat dari IDI, Capai Rp 91M dan Punya 15 Tanah

Ketua Umum PB IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG mengatakan, setiap teknologi dan metode pengobatan mesti melalui uji klinis.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas