2 Siswa SMP Tewas dan Puluhan Terluka Akibat Menggunakan Angkutan Sekolah Tak Layak, DPR Berduka
Peristiwa maut ini menjadi sedikit gambaran jika masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki akses pendidikan di tanah air.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, LANDAK – Kecelakaan maut terjadi di jalan raya Dusun Runut, Desa Tonang, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat Kamis (25/8/2022) siang.
Kecelakaan itu menewaskan dua siswa dan melukai belasan siswa lainnya memicu keprihatinan banyak kalangan.
Peristiwa maut ini menjadi sedikit gambaran jika masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki akses pendidikan di tanah air.
“Kami menyampaikan duka mendalam atas peristiwa kecelakaan maut angkutan sekolah di Landak, Kalimantan Barat. Betapa anak didik kita rentan terhadap berbagai ancaman dan kendala dalam proses mencari ilmu di berbagai pelosok nusantara,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Jumat (26/8/2022).
Baca juga: ASN di Blora Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Lalu Lintas Maut, Motornya Ditabrak Truk
Diberitakan sebelumnya dua orang siswa tewas dan puluhan siswa luka-luka di tempat akibat kecelakaan maut yang melibatkan pick up pengangkut siswa SMP Negeri 1 Sengah Temilah Senakin dengan sebuah truk dari arah Pontianak.
Siang itu, para siswa dalam perjalanan pulang menuju rumah masing-masing.
Huda mengatakan dari video dan foto yang dia terima dari masyarakat diketahui jika angkutan sekolah yang ditumpangi puluhan siswa tersebut sangat tidak layak.
Baik dari sisi keselamatan maupun kenyamanan.
Apalagi pikap tersebut sudah pasti tidak sesuai dengan kapasitas (overload) karena memaksakan untuk mengangkut puluhan siswa.
“Peristiwa ini harus diselidiki dengan tuntas. Kenapa siswa harus menumpang angkutan tak layak seperti itu. Apakah tidak ada angkutan lain yang lebih proper baik dari sisi keselamatan dan kenyamanan para siswa,” katanya.
Dari sisi layanan pendidikan, kata Huda, juga harus diselidiki apakah memang letak sekolah dengan domisili para siswa begitu jauh sehingga harus menggunakan angkutan umum untuk mencapainya.
Apakah belum diberlakukan system zonasi dalam proses pendaftaran agar memastikan akses siswa ke sekolah tidak terlalu jauh.
“Atau ada factor lain seperti minimnya anggaran untuk membangun sekolah yang mudah dijangkau oleh para siswa. Sehingga mereka terpaksa menempuh perjalanan jauh agar bisa belajar,” tukasnya.
Huda mengungkapkan anggaran pendidikan dalam bentuk transfer keuangan daerah dan dana desa (TKDD) mendapatkan porsi terbesar.
Di tahun 2021 saja anggaran pendidikan untuk TKDD mencapai 299,06 triliun atau setara 54 persen dari total 20 persen anggaran pendidikan dari APBN.
“TKDD ini salah satunya untuk memastikan ketersediaan sarana prasarana fisik bagi kepastian penyelenggaraan pendidikan di daerah. Nah ini harus dipastikan betapa besaran anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah tetapi potret pendidikan di daerah masih begitu memprihatinkan,” ujarnya.
Politisi PKB ini berharap agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi melakukan investigasi kasus ini secara mendalam.
Dengan demikian bisa diketahui apakah peristiwa ini merupakan akibat dari ketidaklayakan layanan pendidikan di daerah atau karena faktor lain.
“Kami berharap ada investigasi khusus agar ke depan peristiwa ini tidak kembali terjadi. Betapa memprihatinkannya kalau peristiwa ini terjadi karena keterbatasan akses layanan pendidikan sehingga anak-anak kita harus bertaruh nyawa untuk bisa sekolah,” pungkasnya.