Kasus Penganiayaan Mahasiswa Berawal dari Postingan Foto Anjing Pelacak K9, 4 Oknum Polisi Dipenjara
Kasus penganiayaan mahasiswa berawal saat terjadi aksi unjuk rasa penolakan BBM di Polres Halmahera Utara.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, TERNATE - Empat oknum polisi Polres Halmahera Utara (Halut) dijebloskan ke penjara terkait kasus penganiayaan terhadap mahasiswa Yulius Atu alias Ongen.
Kasus penganiayaan ini sudah ditangani Bidang Propam Polda Maluku Utara dan penyidik Ditreskrimum Polda Maluku Utara.
Baca juga: Dua ASN Pemkab Karawang Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan, Ini Penjelasan Polda Jabar
Kabid Humas Polda Maluku Utara, Kombes (Pol) Michael Irwan Tamsil mengatakan kasus penganiayaan ini berawal saat terjadi aksi unjuk rasa penolakan BBM di Polres Halmahera Utara.
"Jadi kronologis kasus ini berawal dari aksi unjuk rasa penolakan BBM di Polres Halut pada 20 September 2022," kata Kombes (Pol) Michael, Jumat (7/10/2022).
Dalam unjuk rasa tersebut melibatkan personel Polres Halmahera Utara, di antaranya personel Satsabhara yang menggunakan anjing pelacak atau K9.
Pada saat melaksanakan pengamanan, korban Yulius Atu alias Ongen mengambil foto atau dokumentasi.
Usai unjuk rasa sorenya korban lantas memposting statusnya lewat WhatsApp.
Dalam postingan status itu korban memosting foto anggota Satsabhara bersama anjing pelacak.
Disertai dengan tulisan atau caption dengan bahasa "Tara mampo (tidak mampu) pakai tangan ini pakai anjing pelacak."
Beberapa saat kemudian, salah satu dari oknum anggota polisi tersebut melihat postingan korban.
Baca juga: Kasus Penganiayaan Wakil Ketua DPRD Depok-Sopir Truk Berujung Damai, Korban Cabut Laporan
Dia kemudian langsung datang ke rumah korban.
"Jadi setelah korban buat status tersebut, oknum anggota ini dengan inisiatif datang ke rumah korban," kata Kombes (Pol) Michael.
Oknum polisi tersebut menjemput korban di rumahnya dan langsung membawanya ke Polres Halmahera Utara.
Disana korban langsung dilakukan tindakan fisik dan lain-lain oleh oknum polisi tersebut.
Setelah dianiaya pada malam hari korban dipulangkan.
Korban kemudian pergi ke rumah sakit untuk melakukan visum.
Hanya saya jawaban dari RS harus mendapatkan surat pengantar dari Polres.
Mendapat jawaban dari pihak RS, lantas korban kembali mendatangi Polres pada pukul 02.30 malam untuk meminta surat pengantar.
Namun anggota di SPKT mempersilakan korban agar melapor ke Propam.
"Waktu korban datang ke SPKT sudah hampir subuh, namun pihak SPKT minta korban datang pada pagi hari, dari situ korban sudah tidak lagi datang," ungkapnya.
Dari situlah sehingga kasusnya langsung menjadi viral.
Hingga korban melalui pengacaranya langsung melaporkan ke Polda Maluku Utara.
Kasus ini masih berproses dan Polda Maluku Utara akan serius menanganinya, baik di Propam dan penyidik Ditreskrimum.
"Yang jelas kasus ini secepatnya, diselesaikan hingga penetapan tersangka dan dilimpahkan ke JPU," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunTernate.com dengan judul Berawal dari Demo dan Postingan di Medsos, Ini Kronologi Kasus Mahasiswa yang Dianiaya Oknum Polisi